Menjauh Dari Mayoritas Orang
Saya makin percaya, value investor akan selalu jadi minoritas. Kenapa jumlahnya sedikit? Karena cara ini menuntut sabar, disiplin, dan nyaman berjalan sendirian. Mayoritas orang butuh pembenaran cepat; kuartalan bagus terasa seperti kemenangan, kuartalan jelek terasa seperti kiamat. Padahal logika value justru memaksa kita berpikir dengan kacamata owner: “Kalau ini bisnis saya, masuk akal nggak di harga segini?”
jangan lupa juga, integritas pemilik mayoritas dan kepedulian pada pemegang saham minoritas penting. Kalau trust ke manajemen dan owner rendah, nilai intrinsik bisa “bocor” ke keputusan yang merugikan kita. Dalam kasus seperti itu, saya kasih diskon besar pada valuasi atau saya skip saja.
Soal jual-beli, value investing bukan berarti memegang selamanya. Kalau tesis berubah, ketemu peluang yang lebih baik, atau harga sudah kelewat mahal, ya keluar. Itu yang disebut worry yang produktif: rasa cemas diubah jadi aksi mengurangi posisi, hedging seperlunya, atau mengakui salah dan move on. Di sisi lain, ketika harga turun tapi nilai bisnis tetap, saya lebih memilih tenang. Pertanyaan saya cuma dua: apakah nilai berubah, dan apakah tata kelola membaik atau memburuk? Kalau nilainya sama dan pengelolaannya fair, turunnya harga hanyalah diskon.
Tetap berada circle of competence adalah suatu hal yang penting. Nggak semua sektor harus saya taklukkan. Memancing di perairan yang ada ikannya jauh lebih efisien daripada nekat ke laut dalam tanpa peta. Di luar lingkup yang saya pahami, saya berusaha untuk pelajari dan pahami dulu sampai benar-benar paham. Makanya setiap keputusan saya mulai dari tesis sederhana: bagaimana perusahaan menghasilkan uang, apa risiko utamanya, seberapa kuat daya saingnya, dan berapa kira-kira nilai wajar.
Banyak salah kaprah yang perlu dirapikan. Value bukan berarti PER serendah mungkin; yang dicari itu nilai wajar yang ditopang mutu bisnis dan kas yang nyata. Harga yang turun tidak otomatis berarti keputusan salah; harga bisa salah lama, nilai bisa sabar lebih lama. Dan “menahan selamanya” bukan prinsip suci, yang suci itu proses yang rasional. Ketika data bilang salah, ego ditaruh di pintu. harus.
Pada akhirnya, saya tetap memilih jalur yang sepi ini karena tujuan saya bukan terlihat hebat per kuartal atau per tahun, melainkan menghindari kerugian permanen dan menumpuk hasil yang masuk akal selama bertahun-tahun. Itu tidak dramatis, tidak viral, dan sering terasa membosankan.
$INCI $ACES $MAPA
1/2