Laporan ekonomi terbaru dari tiga negara besar, yakni China, Indonesia, dan Amerika Serikat
Menunjukkan sinyal yang perlu diwaspadai. Dari China, terlihat gejala deflasi yang semakin kuat. Indeks Harga Konsumen (IHK) bulanan hanya tumbuh 0,0%, jauh lebih rendah dibanding sebelumnya 0,4%, sementara secara tahunan bahkan mencatat deflasi sebesar -0,4%. Tidak hanya itu, Indeks Harga Produsen (PPI) juga masih dalam tren negatif -2,9%. Angka-angka ini mengindikasikan lemahnya daya beli masyarakat dan tekanan berat pada sektor industri. Bila kondisi ini terus berlanjut, perlambatan ekonomi China bisa memberikan efek domino pada perdagangan global, mengingat perannya sebagai motor ekonomi dunia.
Di Indonesia, data kepercayaan konsumen untuk Agustus juga sedikit melemah, turun dari 118,1 menjadi 117,2. Meski angka tersebut masih berada di zona optimis, tren penurunan tetap patut dicermati. Konsumsi rumah tangga merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga penurunan kepercayaan masyarakat bisa berdampak pada melambatnya daya dorong ekonomi domestik. Jika kondisi global ikut melemah, risiko tekanan tambahan pada perekonomian nasional menjadi lebih besar.
Sementara itu, di Amerika Serikat, Indeks Harga Produsen (PPI) justru menunjukkan kontraksi -0,1% dibanding ekspektasi kenaikan 0,3%. Hal ini menandakan melemahnya inflasi dari sisi produsen, yang bisa menjadi tanda permintaan ekonomi sedang lesu. Ditambah lagi, data persediaan minyak mentah yang naik signifikan hingga +3,9 juta barel—jauh di atas perkiraan penurunan—memberi sinyal bahwa kebutuhan energi berkurang. Kondisi ini bisa mendorong The Fed bersikap lebih dovish terkait suku bunga, namun bila tren berlanjut, pasar perlu bersiap menghadapi risiko perlambatan ekonomi global yang lebih serius.
$IHSG $USDIDR $OIL