Pan Brothers Tbk ($PBRX), emiten tekstil dan garmen terbesar di Indonesia, pemasok utama untuk brand internasional seperti Uniqlo, Adidas, The North Face, Salomon, Arc'teryx, J Crew, dan Dillard's. Memiliki valuasi yang sangat murah. Rasio PER hanya 0,81x (TTM) dan PBV 0,45x, jauh di bawah rata-rata IHSG. Secara neraca, kondisi keuangan terlihat cukup solid dengan Debt to Equity Ratio 0,25x dan Current Ratio 4,48x, yang mencerminkan solvabilitas relatif aman.
Namun, di balik angka valuasi yang menarik, terdapat kelemahan mendasar pada kualitas laba. EBITDA tercatat negatif, sementara laba bersih tinggi (Rp1,3 triliun) kemungkinan besar ditopang oleh keuntungan non-operasional, seperti selisih kurs, revaluasi, atau transaksi one-off lainnya (penjelasannya di bawah). Hal ini tercermin pula dari arus kas: CFO hanya Rp54 miliar, jauh di bawah laba bersih, serta interest coverage negatif, menandakan laba operasional belum mampu menutup beban bunga.
Dari sisi profitabilitas inti, margin operasi sangat tipis (0,38%) dan margin bersih kuartalan mendekati nol, sehingga mencerminkan lemahnya performa operasional meskipun laporan laba terlihat menguntungkan. Perbedaan ekstrem antara indikator laba bersih dan operasional membuat kinerja PBRX tampak kontradiktif: di satu sisi terlihat sangat undervalued dan menguntungkan, tetapi di sisi lain menunjukkan bisnis inti yang rapuh.
Dengan kondisi SAAT INI. PBRX lebih tepat dikategorikan sebagai saham berisiko tinggi yang rawan menjadi “value trap”. Saham ini mungkin menarik bagi trader spekulatif yang mengejar momentum harga murah, tetapi untuk investor jangka panjang, masih dibutuhkan perbaikan fundamental nyata pada kinerja operasional agar valuasi murah benar-benar mencerminkan value sesungguhnya.
Tapi kenapa harga sahamnya semakin membaik? Beberapa hal penting yang menunjang perbaikan, diantaranya:
1. PKPU dan Restrukturisasi Utang Selesai
PBRX berhasil menyelesaikan proses PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang), termasuk homologasi dan inkrah proses penyelesaian restrukturisasi utang mencapai US$ 340 juta melalui obligasi wajib konversi—menurunkan utang perseroan secara signifikan.
2. Laba Kuartal I-2025 Meroket
Walau pendapatan masih turun drastis (~44%), PBRX berhasil membalikkan laba bersih dari hanya US$ 124 ribu di Kuartal I-2024 menjadi US$ 94,7 juta (±Rp 1,6 triliun) di Kuartal I-2025 perusahaan mulai pulih secara operasional akibat kestabilan setelah PKPU dan restrukturisasi utang PT Bank Mayapada Indonesia Tbk.
3. Optimisme Ekspor
Memanfaatkan potensi pasar tarif impor AS turun (dari 32% ke 19 %), terutama peluang perjanjian CEPA dengan Uni-Eropa yang akan memberikan keunggulan kompetitif dengan kebijakan tarif 0% untuk produk tekstil, termasuk apparel, yang akan berlaku saat fase Entry Into Force (EIF) perjanjian tersebut yang di targetkan rampung September 2025.
Bisa dibilang prospek ke depannya cukup menarik kalau manajemen mampu menjaga efisiensi dan memperkuat arus kas. Dengan PBV saat ini masih di bawah 1, ada potensi re-rating harga menuju setidaknya setara nilai bukunya Rp111, apalagi jika pasar mulai menghargai peningkatan kinerja manajemen. Untuk dasar kesimpulan keuangan bisa dilihat dari keystat yang dilampirkan.
DYOR.
Bukan organ dalem. Bukan celana dalem. Bukan info A1. Tag penny stock Geng Bakrie lainnya: $BNBR $VIVA