imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Bunga Murah dan Diskon Pajak, tapi Rumah Tetap Sepi Peminat

Ceritanya selalu sama. Ketika penjualan properti lesu, pemerintah dan bank sentral melakukan hal yang sama, yaitu menurunkan suku bunga dan memberi insentif pajak. Seharusnya, langkah seperti penurunan suku bunga acuan ke 5,00% pada Agustus 2025 dan PPN yang ditanggung pemerintah bisa mendorong orang untuk membeli rumah lagi. Tapi kenyataannya berbeda. Penjualan properti secara keseluruhan malah turun 12% dari tahun lalu, dan laba perusahaan pengembang besar juga ikut anjlok 13% di paruh pertama tahun ini. Ini menunjukkan bahwa apa yang diputuskan di atas tidak selalu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat biasa.

Masalahnya, membeli rumah adalah keputusan besar yang memakai perasaan dan juga hitungan uang. Saat Indeks Kepercayaan Konsumen turun ke angka 117,8, itu artinya banyak orang sedang khawatir. Mereka lebih memikirkan biaya hidup sehari-hari dan kepastian kerja. Dalam kondisi seperti ini, diskon pajak atau cicilan yang lebih ringan hanya terasa seperti bantuan sementara, bukan solusi jangka panjang. Orang baru berani mengambil utang jangka panjang jika mereka yakin dengan kondisi keuangannya di masa depan. Rasa percaya diri inilah yang sekarang sulit ditemukan.

Kekhawatiran ini juga dirasakan oleh pihak bank. Bank harus berhati-hati dengan uangnya. Ketika mereka melihat angka kredit properti yang macet (NPL) naik menjadi 3,19%, mereka menjadi lebih waspada. Akibatnya, mereka memperketat syarat pengajuan KPR. Pertumbuhan pinjaman KPR pun melambat menjadi hanya 8%. Jadinya aneh, di saat pemerintah ingin uang beredar, bank justru lebih hati-hati dalam memberikan pinjaman.

Meskipun begitu, mengatakan pasar properti mati total itu kurang tepat. Ada beberapa pengembang seperti Summarecon Agung ($SMRA) dan Alam Sutera Realty ($ASRI) yang bisnisnya justru bisa bertumbuh. Ini menunjukkan ada dua kondisi berbeda di pasar. Ada kelompok pembeli yang kondisi keuangannya kuat dan tidak terlalu terpengaruh masalah ekonomi. Pengembang yang sukses adalah yang bisa menyediakan produk untuk kelompok ini. Mungkin banyak pengembang lain kesulitan karena masih menjual produk lama yang tidak cocok dengan kondisi pembeli sekarang.

Di tengah situasi ini, investor melihat aset yang bagus dengan cara berbeda. Bukan lagi yang untungnya paling besar, tapi yang paling bisa memberi rasa aman. Bisnis seperti Pakuwon Jati ($PWON) menjadi sangat menarik karena 80% pendapatannya berasal dari sewa mal dan kantor yang stabil, sehingga lebih tahan banting saat penjualan rumah lesu. Ini menunjukkan bahwa di pasar yang tidak menentu, daya tahan seringkali lebih penting daripada keuntungan besar yang sesaat.
Pergeseran ini mungkin menandakan sesuatu yang lebih besar dari sekadar pasang surut biasa. Bisa jadi sedang ada perubahan cara pandang yang mendasar tentang rumah dan investasi. Bantuan dari pemerintah bisa datang dan pergi, tapi keyakinan seseorang untuk membayar cicilan selama puluhan tahun adalah hal yang tidak bisa dipaksakan. Pertanyaannya mungkin bukan lagi kapan pasar akan pulih, tapi apakah memiliki rumah masih menjadi impian utama bagi generasi baru yang sudah terbiasa dengan ketidakpastian?

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy