imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Pilih Demo Rusuh atau Demo Damai?

Diskusi hari ini di External Community Pintar Nyangkut di Telegram.

Kalau demo damai, apakah pejabat mau dengar?
Kalau demo rusuh, bagaimana dengan rakyat tak berdosa yang jadi korban?
Memang dilematis sih.

Diskusi hari ini ada yang pro dan kontra soal langkah pemerintah yang take down Live Tiktok. Ada yang tidak setuju karena katanya itu mematikan rezeki para Tiktok seller, dianggap pembungkaman, dianggap pemerintah anti kritik. Tapi mari kita bicara jujur. Live Tiktok bukan lagi sekadar tempat orang jualan, tapi sudah berubah jadi arena provokasi, ajang adu mulut, adu emosi, bahkan ajakan rusuh. Insentifnya jelas, semakin gaduh, semakin banyak penonton, semakin banyak gift masuk. Artinya ada keuntungan langsung dari bikin keributan. Itu bukan demokrasi, itu bisnis kekacauan.

Saya sendiri tidak mau membela anggota DPR dan pejabat yang foya-foya, hidup enak dengan tunjangan 50 juta per bulan, pakai Patwal seenaknya, flexing harta di depan rakyat yang lagi susah. Itu bangsat semua. Tapi di saat yang sama saya juga tidak mau negara ini hancur gara-gara provokasi murahan di Live Tiktok. Demo itu hak rakyat, kritik itu wajib, tapi kalau berubah jadi rusuh, bakar-bakaran, dan penjarahan, ujungnya siapa yang rugi? Rakyat sendiri. Anggota DPR tetap tidur di rumah dinas, tetap dapat fasilitas, tetap ketawa. Rakyat yang jadi korban, rakyat yang mati sia-sia.

Kasus DPRD Makassar adalah pelajaran paling pahit. Tiga orang tak berdosa tewas terbakar. Mereka bukan pejabat, bukan anggota DPR yang terima gaji buta, mereka hanya rakyat biasa yang kebetulan ada di situ. Itulah konsekuensi ketika demo berubah jadi anarki. Darah rakyat tumpah, nyawa rakyat hilang, sementara pejabat busuk yang jadi sumber kemarahan tetap duduk manis dengan senyum lebar. Ini ironi paling kejam.

Kalau demo terus anarkis, jangan salahkan kalau negara ini makin kacau. Ekonomi bisa runtuh, IHSG bisa kolaps, investor asing lari tunggang langgang. Saham-saham BUMN bisa jadi korban pertama, bank pelat merah ikut nyungsep, konstruksi ambruk, energi keok. Rakyat yang nyangkut di saham akan tambah sengsara. Kita sudah kerja keras, kumpulin modal, nabung, lalu gara-gara ulah pejabat arogan dan demo anarkis, semua hilang dalam sekejap. Itu bukan perjuangan, itu kebodohan kolektif.

Makanya saya dukung pemerintah ketika mereka ambil langkah keras untuk menjaga stabilitas. Bukan berarti saya bela DPR yang dodol itu, tapi saya tidak mau rumah kita sendiri dibakar. Negara ini memang penuh tikus politik, tapi jangan sampai rakyat jadi bensin buat membakar diri sendiri. Ambil akal sehat, jangan biarkan algoritma Live Tiktok menghisap emosi rakyat untuk jadi tontonan murahan.

Pejabat dan anggota DPR juga harus buka mata. Kalau rakyat demo damai, hadapi dengan hati terbuka. Dengarkan aspirasi, jangan ditantang. Jangan malah flexing harta, jangan pamer fasilitas negara, jangan bikin rakyat tambah muak. Karena rakyat sudah cukup menderita. Harga mahal, kerja susah, lapangan kerja sempit, pajak makin berat, lalu kalian masih berani pamer hidup mewah? Itu sama saja menginjak kepala rakyat dengan sepatu kulit hasil pajak mereka sendiri.

Kalian itu pejabat, bukan Tuhan, bukan raja. Jangan lupa, kalian itu pelayan rakyat. Kalau tidak mau jadi pelayan, minggir. Mundur. Jangan duduk di kursi DPR dan jangan jadi pejabat hanya untuk makan uang rakyat. Kalau mental kalian masih feodal, lebih baik buka bisnis sendiri. Jangan jadikan negara ini ATM pribadi. Jangan jadikan rakyat sapi perah. Kalian dipilih untuk kerja dan melayani rakyat, bukan untuk foya-foya.

Kalau pejabat masih ngeyel arogan, rakyat memang akan marah. Tapi marah jangan sampai diarahkan ke jalan rusuh. Karena rusuh hanya akan memperlemah rakyat itu sendiri. Gunakan jalur demokrasi, gunakan jalur damai, gunakan suara. Karena kalau rakyat bersatu dengan damai, pejabat bangsat itu bisa jatuh tanpa satu pun gedung dibakar. Tapi kalau rakyat memilih rusuh, rakyat yang paling hancur duluan.

Pemerintah punya kewajiban besar menjaga agar provokasi digital tidak merusak bangsa. Tapi pemerintah juga harus berani menertibkan DPR dan pejabat yang jadi sumber api kemarahan rakyat. Kalau tidak, tindakan take down hanya jadi obat sementara. Karena bensin kebencian tetap disiram tiap hari lewat berita tentang tunjangan, fasilitas, dan kelakuan pejabat yang bikin muntah.

Banyak rakyat yang emosional karena rakyat marah. Marah ke DPR yang seenaknya hidup mewah. Marah ke pejabat yang lupa diri. Marah ke sistem yang terus melahirkan tikus baru. Dan saya juga marah pada orang yang membakar gedung dan fasilitas umum. Karena tindakan itu bukan perjuangan, tapi kejahatan yang membunuh rakyat sendiri dan menghancurkan masa depan bangsa.

Jangan lupa, negara ini bisa maju kalau ada stabilitas. Stabilitas bisa ada kalau pemerintah berani ambil sikap, rakyat tetap kritis tapi damai, dan pejabat sadar diri. Kalau satu saja gagal, semua bisa runtuh. Kita mau Indonesia jadi pasar yang kuat, saham yang stabil, ekonomi yang tumbuh. Itu hanya bisa tercapai kalau kita mencegah api kebencian jangan sampai jadi kebakaran besar.

Jadi terus terang saya dukung pemerintah dalam menjaga stabilitas dengan take down Live Tiktok yang penuh provokasi. Tapi saya juga tidak dukung DPR yang dodol. Saya ingin demo damai tetap ada, protes damai tetap hidup, tapi jangan anarki. Karena negara ini rumah kita, bukan milik pejabat, bukan milik DPR, tapi milik rakyat. Jangan sampai kita sendiri yang membakar rumah ini sampai jadi abu.
$NINE $BTEK $PACK

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy