$MEDS LK Q2 2025: Saat Pesta Usai dan Pemilik Turun Tangan
Ingatkah dulu waktu saham kesehatan dan masker sedang naik daun? Seolah-olah mereka bisa untung selamanya. Tapi masa jaya itu sudah lewat. Sekarang yang tersisa hanyalah laporan keuangan yang menunjukkan kenyataan. Bagi PT Hetzer Medical Indonesia Tbk (MEDS), laporan keuangan terbaru ini menunjukkan hal itu. Penjualannya yang dulu jadi andalan, sekarang turun lebih dari 40%. Laba kotornya kecil sekali, karena tertekan biaya operasional yang masih besar. Kerugiannya bengkak menjadi Rp 3,7 triliun. Ini bukan cuma bisnis yang melambat, tapi kenyataan pahit setelah masa jaya berakhir. Pertanyaannya bukan lagi kapan pulih, tapi apa mereka punya rencana untuk kondisi sekarang?
Coba kita lihat gudangnya. Di sana, rencana mereka diuji oleh kenyataan. Stok barangnya bukannya berkurang, malah bengkak jadi hampir Rp 12 triliun. Tumpukan barang jadinya, seperti masker dan lainnya, naik dari Rp 6,5 triliun menjadi Rp 10,1 triliun hanya dalam enam bulan. Ini bukan cuma angka, ini adalah uang yang tidak bisa dipakai. Uang yang seharusnya bisa untuk hal lain, sekarang hanya jadi tumpukan barang di gudang. Ini tanda mereka salah perkiraan. Keadaan pasar sudah berubah, tapi sepertinya cara kerja mereka masih sama seperti dulu.
Tapi tunggu dulu. Meski rugi terus dari operasional, ada yang aneh. Uang kas di bank justru naik hampir tiga kali lipat. Bagaimana bisa perusahaan yang terus rugi malah punya lebih banyak uang? Laporan arus kas menjelaskan dari mana uang itu datang. Uang itu bukan dari pelanggan, tapi dari pendanaan. Ada suntikan dana segar Rp 2,8 triliun, yang sebagian besarnya, lebih dari Rp 2,1 triliun, adalah pinjaman dari kantong pribadi Jemmy Kurniawan, sang Komisaris Utama dan pemilik saham mayoritas.
Di sinilah ceritanya jadi berbeda. Kelangsungan hidup MEDS tidak lagi bergantung pada bagusnya produk atau strategi pasar, tapi pada seberapa banyak uang dan kesabaran pemiliknya. Bagi investor kecil, ini pertaruhan yang berbeda. Dukungan pemilik memang menenangkan, seperti yang tertulis di laporan keuangan. Tapi, risikonya juga jadi berbeda. Utang Rp 2,6 triliun dari pemilik itu menyelamatkan tapi juga mengikat. Kita jadi tidak berinvestasi di perusahaan, tapi mencoba menebak niat satu orang. Apa tujuannya? Murni menyelamatkan, atau ini cara untuk memperkuat kendalinya nanti?
Batas antara perusahaan dan pemilik semakin tidak jelas saat kita lihat jaminan utang bank yang baru. Utang perusahaan dijamin oleh aset pribadi pemilik. Ini artinya mereka saling terikat sepenuhnya. Risiko perusahaan adalah risiko pribadi pemilik, begitu juga sebaliknya. Ini membuat kita bertanya, kalau membeli saham MEDS, kita sebenarnya bertaruh pada apa? Pada bisnis masker yang sudah lewat masa jayanya, atau pada kondisi keuangan dan kebaikan hati seorang Jemmy Kurniawan?
Pada akhirnya, kisah MEDS bukan lagi sekadar cerita bisnis yang salah jalan. Ini adalah contoh bagaimana kekuasaan bekerja di pasar saham, bagaimana nasib banyak investor bisa bergantung pada keputusan satu orang. Laporan keuangan sudah menunjukkan fakta-fakta yang jelas. Namun, pertanyaan terpenting justru tidak ada jawabannya di sana. Nasib perusahaan selanjutnya tidak ditentukan oleh pasar, melainkan oleh rencana yang ada di pikiran pemiliknya. Dan bagi kita yang melihat dari luar, ini adalah pengingat bahwa kadang, membaca laporan keuangan saja tidak cukup.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Tag : $OMED $MMIX