$BNGA LK Q2 2025: Bukan Soal Berapa, Tapi dari Mana

Laporan keuangan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) untuk semester pertama 2025 menunjukkan laba bersihnya naik sedikit menjadi Rp 3,51 triliun. Dari luar, kelihatannya baik-baik saja. Tapi, bagi kita yang suka melihat lebih teliti, angka laba saja tidak cukup. Pertanyaan pentingnya adalah, keuntungan ini datang dari mana? Apakah dari bisnis utamanya, atau ada cerita lain di baliknya?

Untuk paham sebuah bank, kita perlu tahu dulu siapa pemiliknya. CIMB Niaga ini 91,44% sahamnya dimiliki oleh CIMB Group dari Malaysia, yang pemegang saham terbesarnya adalah lembaga investasi milik Pemerintah Malaysia. Ini artinya, CIMB Niaga adalah bagian dari strategi besar induknya di sana. Keputusan penting, termasuk soal bagi-bagi dividen seperti yang terjadi semester ini sebesar Rp 3,9 triliun, tentu mempertimbangkan kepentingan induknya.

Sekarang, mari kita lihat mesin utamanya. Pendapatan inti bank dari selisih bunga (Pendapatan Bunga dan Syariah Bersih) justru sedikit menurun menjadi Rp 6,62 triliun. Ini terjadi karena biaya untuk mendapatkan dana simpanan nasabah (beban bunga) naik lebih cepat daripada pendapatan dari kredit yang disalurkan. Artinya, kemampuan bank untuk mencetak untung dari bisnis dasarnya sedang menghadapi tantangan.

Jadi, kalau bukan dari selisih bunga, dari mana datangnya tambahan laba? Rupanya, dari pos lain. Bank ini mencatat keuntungan besar dari "instrumen keuangan" sebesar Rp 1,06 triliun, padahal tahun lalu di pos yang sama mereka rugi. Mereka juga untung besar dari "penjualan aset keuangan" sebesar Rp 466 miliar. Keuntungan seperti ini memang bagus, tapi seringkali tidak bisa diandalkan untuk terus terjadi setiap tahun. Ini seperti minuman energi, memberi dorongan sesaat tapi bukan sumber tenaga yang sebenarnya.

Bukti dari strategi ini bisa kita lihat di neraca. Kepemilikan "Efek-efek" atau surat berharga turun drastis dari Rp 23,4 triliun menjadi Rp 14,4 triliun dalam enam bulan, yang artinya sebagian telah dijual untuk diambil untungnya. Sementara itu, pertumbuhan kredit dan simpanan nasabah berjalan lambat. Ini menunjukkan bahwa bisnis utama bank sedang berjalan biasa-biasa saja.

Bagian yang paling menarik mungkin ada di laporan arus kas. Di sinilah angka laba dan kenyataan uang tunai terlihat berbeda jauh. CIMB Niaga mencatat laba Rp 3,51 triliun, tapi kas dari kegiatan operasionalnya justru minus Rp 75 miliar. Padahal tahun lalu, kas operasinya masih positif Rp 5,69 triliun. Ini penting, karena laba di atas kertas tidak selalu berarti ada uang tunai yang masuk. Untung yang tercatat di laporan belum sepenuhnya menjadi uang tunai di kas bank.

Pada akhirnya, ini bukan soal banknya akan bermasalah, tapi soal dari mana sebenarnya keuntungan mereka datang. CIMB Niaga menunjukkan kemampuannya untuk tetap terlihat untung di tengah situasi sulit, terutama berkat kelihaian tim tresurinya. Pertanyaan untuk kita sebagai investor sederhana saja, apakah keuntungan seperti ini bisa terus berlanjut? Atau ini hanya trik sesaat untuk membuat laporan keuangan terlihat bagus?

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Tag : $NISP $BBCA

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy