imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$KINO LK Q2 2025: Direktur Mendadak Mundur?

Lanjutan dari postingan sebelumnya di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

PT Kino Indonesia Tbk adalah salah satu pemain lama di sektor consumer goods Indonesia yang perjalanan bisnisnya cukup menarik untuk dikulik. Perusahaan ini awalnya berdiri dengan nama PT Kinocare Era Kosmetindo pada 1999 dan sejak awal fokus ke industri makanan, minuman, farmasi, serta kosmetik. Kantor pusatnya ada di Alam Sutera Tangerang, sementara pabrik-pabriknya tersebar di Sukabumi, Serang, Pasuruan, Cidahu, dan Semarang. Sejak melantai di Bursa Efek Indonesia pada Desember 2015, saham Kino tercatat sebanyak 228,6 juta lembar. Jumlah karyawan pun menunjukkan tren naik dari 3.578 orang di akhir 2024 menjadi 3.804 orang per Juni 2025, sebuah indikasi ekspansi di tengah pasar yang makin kompetitif. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Struktur pemegang saham Kino juga memperlihatkan kontrol yang cukup solid di tangan pemilik lama. PT Kino Investindo menjadi entitas induk langsung, dengan ultimate shareholder Harry Sanusi yang sekaligus menjabat Komisaris Utama. Per Juni 2025, DBSSG s/a Nusantara FMCG Limited menggenggam 84,16% saham, Harry Sanusi sendiri memegang 4,19%, sisanya publik 11,65%, sementara treasury shares tercatat 49,7 juta lembar. Artinya, arah perusahaan sangat dipengaruhi oleh visi jangka panjang pemegang kendali, sehingga dinamika pasarnya tidak terlalu mudah digoyahkan investor ritel.

Dari sisi kinerja, Kino menunjukkan profitabilitas yang konsisten. Laba bersih naik dari Rp33,4 miliar di semester I 2024 menjadi Rp55,3 miliar di semester I 2025, atau lonjakan hampir 66%. Gross profit juga meningkat dari Rp929,2 miliar ke Rp969,0 miliar. Earnings per share ikut terdongkrak dari Rp22 ke Rp39. Peningkatan ini menarik karena tidak ada kontribusi laba non-recurring seperti yang pernah terjadi di 2019 saat Kino mencatat gain bargain purchase Rp264 miliar. Jadi laba kali ini murni hasil kerja operasional, bukan keuntungan temporer yang datang sekali lalu hilang.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kalau diperhatikan, arus kas operasional Kino justru lebih impresif dibanding laba. Dari Rp109,2 miliar di semester I 2024 naik jadi Rp213,3 miliar di semester I 2025. Artinya cash conversion ratio-nya sangat baik, bahkan operating cash flow lebih besar daripada laba bersih. Setelah dikurangi belanja modal Rp117,5 miliar dan investasi aset tak berwujud Rp1,1 miliar, Kino masih menghasilkan free cash flow positif Rp95,7 miliar. Dengan kata lain, perusahaan mampu membiayai ekspansi dari kantong sendiri tanpa harus bergantung pada pinjaman baru, sebuah sinyal sehat untuk jangka panjang.

Dari sisi penjualan, Kino memang mengalami sedikit kontraksi. Total penjualan turun tipis dari Rp2.166,9 miliar ke Rp2.159,9 miliar. Yang bikin turun terutama segmen makanan, anjlok dari Rp189,8 miliar ke Rp118,3 miliar akibat proses likuidasi PT Kino Food Indonesia. Namun penurunan ini ditutup dengan pertumbuhan di segmen personal care dan pet food. Segmen beverages masih jadi tulang punggung dengan Rp1.173,1 miliar, disusul personal care Rp815,1 miliar. Kalau dilihat margin, farmasi punya gross margin tertinggi 60,3%, personal care 54,4%, beverages 40,1%, foods 32,7%, dan pet food paling tipis 8,5%. Jadi walaupun segmen besar ada di minuman, margin tebal justru datang dari farmasi dan personal care.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

COGS Kino berhasil ditekan dari Rp1.237,7 miliar ke Rp1.191,0 miliar. Ini jelas hasil efisiensi atau negosiasi lebih baik dengan pemasok. Beban penjualan naik dari Rp646,3 miliar ke Rp675,8 miliar, sementara beban administrasi naik tipis ke Rp176,3 miliar, terutama karena promosi dan gaji. Tapi karena gross profit ikut naik, beban itu masih tertutup dengan baik. Beban bunga justru menurun dari Rp73,8 miliar ke Rp64,5 miliar, sebuah tanda positif di tengah leverage tinggi. Pajak pun malah memberikan keuntungan Rp3,7 miliar berkat deferred tax benefit, sehingga bottom line makin terbantu.

Kalau kita geser ke neraca, total aset Kino per Juni 2025 sebesar Rp4,58 triliun. Dari jumlah itu, Rp1,70 triliun berupa aset lancar dan Rp2,88 triliun berupa aset non-lancar. Liabilitas tercatat Rp2,91 triliun, dengan komposisi Rp2,47 triliun utang jangka pendek dan Rp445 miliar utang jangka panjang. Ekuitas perusahaan hanya Rp1,67 triliun sehingga menghasilkan gearing ratio 1,66. Angka ini menandakan struktur permodalan cukup agresif, lebih banyak dibiayai utang dibanding modal sendiri.

Bank loans Kino juga cukup besar, total Rp1,74 triliun. Rinciannya Rp1,14 triliun pinjaman jangka pendek, Rp327,5 miliar porsi jangka panjang yang jatuh tempo, dan Rp268,7 miliar pinjaman jangka panjang non-current. Bunga pinjaman berkisar 6,95%-7,75% untuk tenor pendek dan 7,25%-7,75% untuk tenor panjang. Hampir semua aset penting seperti piutang, persediaan, tanah, bangunan, hingga mesin dijadikan agunan. Jadi jelas leverage-nya berat, walau bank tampak masih percaya.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Namun kalau pakai ukuran safety debt, posisinya masih rawan. Total kewajiban finansial Rp2,71 triliun sementara annualized FCF sekitar Rp191 miliar. Dengan kecepatan itu butuh lebih dari 14 tahun buat melunasi semua utang hanya dari free cash flow. Bahkan kalau pakai operating cash flow tahunan Rp426 miliar, masih butuh 6,36 tahun, tetap lebih panjang dari batas ideal 5 tahun. Tidak heran bank CIMB Niaga dan CTBC Indonesia memberi waiver covenant untuk current ratio minimal 1x. Bank paham posisi likuiditas jangka pendek Kino ketat, tapi tetap kasih toleransi karena yakin jangka panjangnya bisa ditangani.

Dari sisi pasar, Kino masih sangat bergantung pada penjualan domestik. Ekspor hanya Rp148,6 miliar atau sekitar 7% dari total, sedangkan penjualan lokal mencapai Rp2,01 triliun atau 93%. Risiko konsentrasi pelanggan relatif rendah karena tidak ada satu pun yang menyumbang lebih dari 10% penjualan. Begitu juga dari sisi pemasok, basisnya cukup tersebar. Vendor-vendor besar antara lain PT Crown Beverage Cans Indonesia, PT Bumimulia Indah Lestari, dan PT Hokkan Deltapack Industri. Jadi dari sisi struktur pasar, risiko ketergantungan ke satu pihak bisa dibilang aman.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Proyek-proyek jangka menengah Kino menunjukkan arah yang cukup optimis. Pembangunan fixed assets masih berlangsung dan ditarget selesai antara Oktober 2025 sampai Februari 2026. Aset tak berwujud juga sedang dalam tahap konstruksi dan diperkirakan rampung antara November 2025 sampai Januari 2026. Sementara itu proses likuidasi KFI terus berjalan dan sebagian hasilnya sudah didistribusikan sejak Maret 2024. Jadi strategi manajemen jelas, mereka memilih merampingkan portofolio dengan menutup unit yang tidak efisien sambil terus investasi untuk memperkuat lini produk utama.

KINO bisa disebut sebagai perusahaan yang punya cashflow sehat dan laba konsisten, tapi masih menyimpan tantangan soal leverage. Arus kas operasional lebih dari cukup untuk menutup beban bunga dan belanja modal, free cash flow positif menandakan perusahaan mandiri dalam pembiayaan, dan bank-bank besar masih memberi kepercayaan lewat waiver covenant. Tantangannya tinggal bagaimana manajemen mengendalikan beban utang jangka panjang supaya tidak membebani ke depan. Dengan struktur pemegang saham yang solid, basis produk yang beragam, dan ekspansi yang masih jalan, prospek bertahan bahkan tumbuh masih terbuka lebar. Yang jelas, lampu hijau ada di arus kas dan profit, sementara lampu kuning ada di leverage tinggi dan ketergantungan pada pasar domestik. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Dari laporan terakhir, ada sejumlah red flags yang tidak bisa dianggap remeh, meskipun di sisi lain mereka masih menyiapkan proyek dan ekspansi yang berpotensi menambah revenue ke depan. Kalau kita bahas dari yang paling berat, KINO sempat tidak memenuhi financial covenant dari bank krediturnya, misalnya Current Ratio yang seharusnya jadi indikator likuiditas. Untungnya mereka dapat waiver dari Bank CIMB Niaga dan Bank CTBC Indonesia, tapi kalau terlalu sering bergantung pada dispensasi seperti ini, artinya kondisi keuangan memang seret. Kalau ke depan waiver tidak diberikan lagi, bisa-bisa KINO menghadapi bunga lebih tinggi atau bahkan default yang jelas bakal bikin posisi negosiasinya makin sulit.

Masalah lain yang cukup berat adalah likuidasi anak usaha mereka di bidang makanan, PT Kino Food Indonesia. Keputusan ini sudah diambil sejak 25 September 2023, dan pada Maret 2024 sudah mulai ada distribusi hasil likuidasi tahap pertama. Efeknya jelas, segmen makanan yang tadinya diharapkan bisa jadi tambahan mesin pertumbuhan justru berhenti total. Hilangnya satu pilar bisnis menandakan ada kegagalan strategi, dan ini bisa memengaruhi arah jangka panjang grup secara keseluruhan.

Red flag berikutnya yang masuk kategori menengah ada di piutang usaha. Cadangan kerugian kredit ekspektasian atau ECL naik signifikan dari Rp10,3 miliar di Juni 2024 menjadi Rp21,9 miliar di Juni 2025. Total allowance ECL juga naik dari Rp208,4 miliar di Desember 2024 menjadi Rp229,9 miliar di Juni 2025. Lebih parah lagi, piutang macet di atas 90 hari naik dari Rp234,0 miliar ke Rp295,0 miliar dalam periode yang sama. Artinya, uang yang seharusnya masuk kas malah tertahan, dan ini bikin likuiditas makin ketat. Dari sini kelihatan ada dua kemungkinan, entah customer mereka memang kesulitan bayar atau manajemen koleksi yang kurang agresif.

Selain itu, ada pembatasan ketat dari kreditur besar seperti CIMB Niaga dan BCA. KINO dilarang seenaknya jual aset di luar kegiatan bisnis sehari-hari, tidak bisa gampang-gampang mengubah struktur modal, bahkan pembagian dividen pun dibatasi maksimal 50% dari laba tahun sebelumnya. Lalu kalau Harry Sanusi dan keluarga tidak lagi jadi pemegang saham mayoritas, struktur pendanaan juga bisa berubah. Ini menandakan bank melihat risiko besar sehingga harus mengikat perusahaan dengan covenant yang ketat. Akibatnya fleksibilitas manajemen dalam mengambil keputusan strategis jadi terbatas. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Masalah lain ada di impairment aset tak berwujud. Pada 2024, salah satu merek dagang yang dimiliki PT Ristra Laboratoris Indonesia nilainya turun. Dari nilai tercatat Rp30,9 miliar, ternyata market value hanya Rp29,3 miliar, sehingga harus diakui impairment Rp1,6 miliar. Mungkin kelihatan kecil dibanding total aset grup, tapi ini menunjukkan ada merek yang sudah mulai kehilangan daya jual atau prospek ekonominya tidak lagi secerah dulu.

KINO juga mencatat kerugian penjualan aset tetap sebesar Rp7,2 juta per Juni 2025, padahal tahun sebelumnya masih bisa dapat untung Rp174 juta dari aktivitas yang sama. Angkanya memang tidak besar, tapi arah trennya negatif. Artinya harga jual aset bekas mereka makin rendah, atau timing penjualannya tidak menguntungkan.

Di sisi yang agak ringan tapi tetap patut dicatat, gaji dan tunjangan direksi serta komisaris naik. Per enam bulan 2025 totalnya Rp37,6 miliar atau 13,67% dari total beban gaji, sementara di 2024 total setahun Rp62,9 miliar atau 12,46%. Kenaikan proporsi ini bisa jadi sensitif, terutama kalau kinerja tidak benar-benar memuaskan. Lalu ada juga resign mendadak dari Presiden Direktur Sidharta Prawira Oetama, Direktur Hartanto Kusmanto, dan Kepala Audit Internal Elshinta Rahayu Wiraharja setelah periode laporan. Meski bisa saja alasan personal atau siklus biasa, tetap menimbulkan tanda tanya di tengah situasi perusahaan yang lagi penuh tekanan.

Namun di balik sederet red flags itu, KINO tidak bisa dibilang tanpa prospek. Selama semester pertama 2025, mereka tetap jor-joran investasi capex Rp116,4 miliar untuk tambahan properti, pabrik, dan peralatan. Bahkan ada proyek bangunan dan mesin yang progress-nya sudah 20% sampai 96%, ditargetkan rampung Oktober 2025 sampai Februari 2026. Jadi meskipun kondisi likuiditas agak mepet, manajemen masih berani ekspansi kapasitas produksi untuk mengamankan pertumbuhan revenue di masa depan.

Kalau kita lihat per segmen, ada tanda-tanda positif. Penjualan personal care naik dari Rp753,4 miliar di Juni 2024 jadi Rp815,2 miliar di Juni 2025. Lalu yang menarik, segmen pet food melonjak drastis dari Rp5,5 miliar jadi Rp31,1 miliar. Ini pertumbuhan lebih dari 5 kali lipat, menunjukkan ada ceruk pasar baru yang berhasil mereka tembus. Dengan tren masyarakat yang makin perhatian ke hewan peliharaan, pet food bisa jadi salah satu mesin pertumbuhan baru.

Dari sisi operasional, KINO punya keunggulan lewat perjanjian jangka panjang. Mereka punya kontrak pembelian gas dengan PGN sampai Maret 2028, menjamin ketersediaan energi untuk produksi makanan dan minuman. Selain itu, lisensi merek Cap Kaki Tiga dengan Wen Ken Drug Co. berlaku sampai akhir 2041 dan masih bisa diperpanjang. Dengan merek yang sudah sangat dikenal di pasar, kontrak jangka panjang ini jadi fondasi stabil buat revenue.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Yang tidak kalah penting, KINO punya pijakan internasional. Mereka sudah ada di Singapura, China, Filipina, Malaysia, Vietnam, Kamboja, India, sampai Jepang. Ekspor juga naik dari Rp134,8 miliar di Juni 2024 menjadi Rp148,6 miliar di Juni 2025. Kenaikan ini memang tidak spektakuler, tapi jelas menunjukkan pasar luar negeri masih menyerap produk KINO, sehingga diversifikasi sumber revenue makin baik dan tidak hanya bergantung pada pasar domestik.

KINO sedang berdiri di dua sisi koin. Di satu sisi ada tekanan besar dari covenant bank, likuidasi anak usaha, piutang macet, impairment merek, dan manajemen yang berganti. Semua ini jelas warning sign. Tapi di sisi lain ada investasi kapasitas baru, penjualan segmen personal care dan pet food yang tumbuh, ekspor yang naik, serta fondasi jangka panjang lewat kontrak dan lisensi. Tinggal bagaimana manajemen bisa mengelola likuiditas agar tidak makin tercekik oleh covenant bank dan pada saat yang sama bisa memetik hasil dari investasi dan ekspansi yang sudah mereka jalanin.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BBCA $BNGA

Read more...

1/9

testestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy