Tentang $BBCA Yang Mau Disita Negara
Diskusi hari ini di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kisah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI selalu menjadi salah satu drama ekonomi politik terbesar di negeri ini. Semua berawal dari krisis moneter 1997-1998 ketika banyak bank di Indonesia kolaps dan pemerintah lewat Bank Indonesia menyalurkan dana talangan ratusan triliun rupiah. Salah satunya adalah Bank Central Asia atau BBCA yang ketika itu dikuasai keluarga Soedono Salim. BBCA sempat menerima kucuran dana BLBI sekitar Rp30 triliun lebih, dan karena Salim Group tidak mampu memenuhi kewajiban, pemerintah lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau BPPN mengambil alih mayoritas saham BBCA. Dari titik inilah kisah panjang kontroversi BBCA dimulai. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
BPPN sebagai lembaga ad hoc kemudian menjual saham BBCA dalam beberapa tahap. Pada tahun 2002-2005 saham mayoritas BBCA dilepas lewat proses lelang terbuka dan konsorsium yang dipimpin oleh Grup Djarum, pemilik rokok terbesar di Indonesia, berhasil menguasainya. Secara kronologis, ini dilakukan lewat mekanisme resmi negara. Pemerintah butuh dana untuk menutup lubang anggaran akibat krisis, sementara Djarum melihat peluang masuk ke sektor perbankan yang besar. Saat itu publik melihatnya sebagai transaksi biasa antara negara dan swasta, meskipun latar belakangnya selalu dibayangi stigma BLBI.
Isu bahwa saham BBCA seharusnya kembali ke negara atau bisa disita pemerintah berulang kali mencuat. Mengapa ada yang menganggap masuk akal? Karena dasar logikanya sederhana, BLBI adalah dana talangan negara yang sebagian dianggap merugikan publik. Banyak obligor BLBI lain yang kasusnya macet, sehingga wajar muncul narasi bahwa semua aset hasil BLBI bisa ditarik kembali ke negara. Ada pula pihak-pihak yang melihat BBCA sekarang sudah menjadi bank paling menguntungkan di Indonesia dengan kapitalisasi pasar lebih dari Rp1.000 triliun, sehingga logika populisnya, kenapa aset sebesar ini dikuasai swasta padahal dulu diselamatkan uang negara.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Namun di sisi lain, alasan ini juga tidak masuk akal. Secara hukum, saham BBCA sudah dilelang oleh BPPN dengan prosedur resmi yang tunduk pada Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, serta tata aturan penjualan aset negara pasca krisis. Djarum sebagai pembeli adalah pihak yang mengikuti lelang, membayar dengan harga sesuai mekanisme, dan mendapatkan saham sah. Kalau pemerintah sekarang tiba-tiba menyita 51% saham BBCA, maka akan terjadi pelanggaran hukum yang berat karena hak kepemilikan saham di pasar modal dijamin Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Penyitaan sepihak tanpa proses pengadilan tidak mungkin dilakukan di negara hukum dan demokrasi.
Tokoh-tokoh yang sering muncul dalam kisah ini cukup banyak. Dari sisi pemerintah era krisis, ada Presiden B. J. Habibie dan kemudian Presiden Abdurrahman Wahid serta Presiden Megawati yang melanjutkan program BPPN. Ada Menteri Keuangan saat itu, Boediono, yang ikut dalam pengawasan penjualan aset bank. Dari sisi swasta ada Soedono Salim sebagai pemilik lama BBCA yang harus merelakan banknya diambil alih, lalu Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono dari Grup Djarum yang kemudian membeli saham BBCA dan menjadikannya raksasa perbankan. Di era sekarang, politisi dan tokoh publik kadang melempar isu BLBI lagi, entah untuk tujuan politik, entah untuk menggaet simpati publik yang muak dengan konglomerat.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Isu ini terus berulang dari 2007 hingga 2025. Buktinya bisa dilihat dari siklus politik Indonesia. Setiap menjelang pemilu atau ada momentum politik besar, isu BLBI kembali diangkat karena mudah dimainkan. Publik tidak terlalu detail memahami hukum dan prosedur lelang BPPN, yang mereka tahu hanya bahwa ada dana negara triliunan rupiah yang dulu hilang. Padahal Mahkamah Agung dan lembaga hukum lain sudah memutuskan banyak kasus BLBI, dan khusus BBCA, tidak ada putusan hukum yang menyatakan transaksi penjualan saham ke Djarum tidak sah.
Apakah Djarum salah? Secara hukum, jawabannya tidak. Bukti kuatnya adalah dokumen lelang BPPN yang menyatakan penjualan saham BBCA sah dan final. Djarum sebagai pembeli bukan penerima BLBI, melainkan pihak ketiga yang membeli saham dari negara. Jadi tidak ada hubungan utang BLBI yang membebani Djarum. Kalau ada yang bilang Djarum salah, itu biasanya bersandar pada argumen moral atau politik, bukan pada landasan hukum.
Kalau ditanya apakah masuk akal pemerintah menyita 51% saham BBCA sekarang, jawabannya jelas tidak. Dalam sistem hukum Indonesia, penyitaan aset swasta hanya bisa dilakukan lewat putusan pengadilan jika terbukti ada tindak pidana atau pelanggaran hukum. BBCA sudah menjadi perusahaan publik dengan ribuan pemegang saham, sehingga penyitaan paksa akan merusak kredibilitas pasar modal Indonesia. Investor asing pun akan kabur karena tidak ada kepastian hukum. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Akhirnya, masuk akal atau tidaknya isu ini tergantung dari sudut pandang. Dari sisi politik populis, selalu ada alasan untuk menggaungkan kembali BLBI karena bisa mengaduk emosi publik. Namun dari sisi hukum dan ekonomi, isu ini tidak realistis dan tidak waras bila terus diputar ulang hingga 2025. Faktanya, BLBI memang salah satu luka sejarah, tapi membangkitkan isu penyitaan BBCA bukan solusi, melainkan hanya manuver politik. Djarum sebagai pembeli sah BBCA tidak terbukti melanggar hukum, sementara dasar aturan yang berlaku justru menguatkan posisi mereka. Jadi yang waras adalah menatap ke depan dengan memperbaiki sistem hukum dan keuangan, bukan mengulang narasi lama yang tidak lagi relevan.
✅Dasar aturan Yang Mendukung Djarum
1. Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998 membentuk BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan memberi mandat untuk restrukturisasi bank bermasalah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 tentang BPPN yang mengatur kewenangan BPPN menjual atau mengalihkan aset bank hasil penyitaan.
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menjadi landasan kebijakan penyehatan perbankan.
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menjamin bahwa transaksi saham di bursa atau mekanisme resmi diawasi Bapepam (sekarang OJK).
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menjamin hak pemegang saham yang sah hasil transaksi legal.
✅Bukti yang mendukung Djarum
1. Dokumen resmi BPPN mencatat saham BCA dijual melalui tender terbuka pada 2002, dimenangkan konsorsium FarIndo Investment yang dikendalikan Djarum dengan membeli 51% saham senilai Rp 5,3 Triliun.
2. Laporan BPPN kepada pemerintah dan DPR menyebut hasil divestasi BCA masuk ke kas negara, artinya sudah ada kompensasi resmi.
3. Publikasi media massa 2002-2005 mendokumentasikan divestasi BCA, termasuk pengumuman resmi di bursa dan keterbukaan informasi sesuai aturan pasar modal.
4. Laporan tahunan BCA pasca 2002 mencatat konsorsium Djarum sebagai pemegang kendali baru, memperkuat legalitas kepemilikan.
5. Fakta bahwa sejak 2002 hingga 2025, kepemilikan Djarum di BCA tidak pernah dipersoalkan secara hukum oleh pemerintah melalui gugatan resmi, sehingga statusnya sah di mata hukum.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BBRI $BMRI
1/8