$IHSG ATH 8017 - Apakah bisa rally lagi?

IHSG berhasil menembus rekor tertinggi pd Agustus 2025 setelah melewati fase pemulihan pasca tekanan panjang sebelumnya. Lonjakan cepat hingga menyentuh level 8.017 hanya dlm waktu sekitar empat bulan menjadi bukti bahwa pasar modal seringkali bergerak lebih dulu dibanding kondisi ekonomi riil.

Kenaikan sebesar 36% dlm 84 hari bursa jarang terjadi dan biasanya hanya muncul setelah periode crash besar. Pola ini bukan hal baru karena dlm sejarah pergerakan pasar, kecepatan rebound semacam ini pernah terlihat setelah krisis global 2008 maupun saat pandemi 2020.

Investor yg menunggu kepastian kondisi ekonomi biasanya terlambat masuk karena pasar sudah lebih dulu bergerak, sehingga wajar bila sebagian portofolio justru stagnan di tengah rekor indeks yg baru.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa psikologi market seringkali berlawanan dgn realita lapangan. Saat ekonomi masih dipenuhi berita negatif, PHK meningkat, daya beli melemah, bahkan laporan pertumbuhan makro diragukan, justru indeks saham bergerak menanjak.

Sama seperti 2008 ketika investor masih trauma dan enggan masuk padahal IHSG sudah pulih, atau pada 2020 saat banyak orang masih terkunci pembatasan sosial namun market sudah melonjak.

Situasi yg sy lihat hari ini di 2025 punya kemiripan pola, di mana rally besar muncul di tengah keraguan luas. Investor yg hanya mengandalkan sentimen berita akan cenderung melewatkan fase ini, sementara yg memahami pola historis bisa lebih tenang dlm melihat potensi ke depan.

Jika ditarik lebih jauh, apa yg terjadi di pasar modal Indonesia saat ini tak lepas dr aliran dana global. Dalam setiap siklus ekonomi, dana internasional bergerak mengikuti ritme yg berulang.

Saat obligasi jangka menengah dan panjang jatuh tempo, para pemegang dana besar menerima arus kas segar yg harus ditempatkan kembali. Ketika suku bunga mulai stabil atau berpotensi turun, maka pasar saham menjadi tujuan utama. Ini membuat dana asing masuk deras ke emerging market, termasuk Indonesia.

Maka, harusnya tidak perlu heran sepanjang 2025 muncul gelombang IPO yg melonjak cepat walau fundamentalnya belum terbukti, serta saham konglomerasi yg menjadi sorotan karena dikaitkan dgn isu indeks global.

Pola ini sangat mirip dgn awal fase dot com bubble di mana uang mencari tempat parkir baru dan hampir semua saham berpotensi naik.

Namun sejarah jg mengajarkan bahwa euforia tidak berlangsung selamanya tanpa jeda dan bahkan tanpa akhir. Lonjakan indeks tanpa disertai fundamental biasanya diikuti fase koreksi. Bukan berarti akan langsung muncul crash besar, melainkan pullback sehat dulu yg justru sering membuka jalan utk rally berikutnya.

Pada 2008 IHSG sempat koreksi setelah tembus rekor lalu lanjut naik lebih tinggi. Pada 2020 pola yg sama terjadi, setelah indeks bangkit tajam lalu terkoreksi singkat, pasar melanjutkan kenaikan lebih panjang.

Karena itu wajar bila saat ini IHSG sy perkirakan akan mengalami penyesuaian setelah mencatat rekor baru, apalagi menjelang potensi penurunan suku bunga BI maupun The Fed yg kemungkinan jatuh di bulan-bulan ke depan. Pemotongan bunga ini biasanya memperkuat arus dana masuk ke saham, ditambah sentimen window dressing di Desember, sehingga peluang rally lanjutan sangat terbuka.

Setelah memahami pola bahwa pasar seringkali bergerak mendahului kondisi ekonomi riil, investor perlu menyiapkan strategi menghadapi rotasi sektor yg hampir pasti akan terjadi. Dalam setiap siklus, saham-saham yg berbasis narasi tanpa fundamental kuat biasanya menjadi korban pertama saat euforia mulai luntur.

Di titik inilah investor perlu mengingat kembali pengalaman masa lalu ketika bubble dot com pecah atau saat pasca krisis global 2008, dana beralih ke aset riil seperti emas, minyak, batubara, dan disusul properti.

Hal yg sama terulang setelah pandemi 2020 di mana sektor energi dan komoditas mencatat lonjakan signifikan sementara saham story based kehilangan daya tarik. Perpindahan arus modal semacam ini bukan kebetulan, melainkan mekanisme alami pasar mencari pegangan pd aset yg jelas memiliki underlying value.

Maka menjelang kuartal terakhir 2025 hingga awal 2026 peluang besar justru ada pada sektor komoditas. Ketika investor mulai ragu pd keberlanjutan kenaikan saham konglomerasi atau IPO baru, dana cenderung diparkir pada aset safe haven.

Emas bisa mendapat momentum tambahan bila dolar AS melemah seiring penurunan suku bunga. Batubara dan minyak mendapat dukungan musiman dr permintaan global pada kuartal IV dan awal tahun. Bahkan sawit sebagai energi terbarukan ikut terangkat oleh tren harga energi dunia.

Bagi investor Indonesia, hal ini berarti emiten seperti ARCI dan ANTM utk emas, ITMG dan AADI utk batubara, ELSA, WINS dan SUNI utk penunjang migas, serta DSNG di sektor sawit berpotensi jd jangkar portofolio. Penempatan di sektor ini bukan sekadar mengejar cuan, tapi jg berfungsi sebagai perlindungan saat bubble saham growth mulai mengempis.

Setelah fase protektif lewat, rotasi biasanya bergerak menuju sektor riil penopang pemulihan ekonomi. Infrastruktur menjadi salah satu kandidat kuat karena pemerintah cenderung mempercepat belanja fiskal pasca ketidakpastian.

Properti seperti CTRA dan PWON serta bahan bangunan seperti ARNA bisa ikut terdongkrak sejalan dgn proyek pembangunan. Sektor konsumer pokok seperti ADES, AISA dan MYOR serta sektor kesehatan seperti PRDA dan SIDO relatif stabil karena permintaan tetap ada di segala kondisi.

Bank mikro dan ultramikro semacam $BBRI dan BTPS jg punya peluang pulih cepat karena pembiayaan UMKM akan kembali bergerak saat ekonomi stabil. Investor yg menyiapkan portofolio sejak dini bisa menahan posisi ini tanpa harus sering keluar masuk, cukup menyesuaikan ekspektasi return sesuai fase rotasi.

Memasuki fase berikutnya, sektor manufaktur dan perbankan besar bisa kembali mengambil panggung. Inilah saat dana mulai percaya diri masuk ke tulang punggung ekonomi. Big caps seperti BBCA, BMRI, BBNI atau emiten telko seperti $TLKM tetap relevan sbg jangkar jangka panjang.

Walau mereka tidak selalu jd leader di fase awal rally, peran mereka sulit tergantikan karena bobot besar di indeks dan fundamental yg kuat. Investor menurut sy tidak perlu memilih antara leader baru atau lama, melainkan bisa menyeimbangkan portofolio agar bisa menikmati cuan jangka pendek sekaligus membangun fondasi jangka panjang. Diversifikasi semacam ini memberi ketahanan menghadapi berbagai fase siklus.

Pelajaran utama dr pola berulang ini bagi sy adalah pentingnya keyakinan sebagai seorang investor. Sama seperti trader yg butuh sistem trading utk disiplin, investor jg perlu punya filosofi atau aliran sendiri agar tidak terombang-ambing arus euforia dan ketakutan.

Mereka yg konsisten dgn pendekatan value investing, growth investing, atau thematic investing akan lebih siap menghadapi gejolak. Keyakinan pd pilihan sendiri membuat investor tidak mudah panik ketika pasar koreksi dan tidak gampang tergoda saat hype melambung.

Dengan pegangan seperti itu, sekali lg sy katakan strategi hold through the cycle menjadi masuk akal. Portofolio disusun utk beberapa fase ke depan, bukan sekadar ikut tren sesaat. Seiring waktu, hasil investasi akan lebih stabil dan sebanding dgn risiko yg diambil, sementara mereka yg hanya mengandalkan kabar pasar akan terus mengulang kesalahan yg sama.


Disclaimer: Catatan ini adalah refleksi pengalaman penulis tentang kondisi market dan bagaimana strategi yg mungkin bisa sy ambil. Catatan ini bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Segala kerugian sebagai akibat penggunaan informasi pada tulisan ini bukan menjadi tanggung jawab penulis. Do your own research.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy