Rilis CPI AS Juli yg berada di 2,7% YoY, sedikit di bawah ekspektasi 2,8%, memberi sinyal bahwa inflasi utama mulai melunak. Hal ini biasanya kabar baik bagi aset berisiko secara global, termasuk pasar saham Indonesia (IHSG), krna meredakan kekhawatiran bahwa The Fed akan tetap hawkish terlalu lama.
Investor cenderung menafsirkan data ini sebagai tanda bahwa tekanan harga mulai terkontrol, sehingga peluang penurunan suku bunga AS dlm beberapa bulan ke depan masih terbuka. Sederhananya, cb bayangkan IHSG sperti tanaman kecil yg mendapat penyiraman.
Nah, data CPI AS headline yg rendah adalah "air segar" yg membangkitkan harapan dan potensi pertumbuhan. Akan tetapi, core inflation yg masih tinggi adalah hembusan angin, sehingga membuat tanaman belum bsa tumbuh kokoh scara sempurna.
Panasnya ketidakpastian global dan dinamika nilai tukar rupiah adalah faktor iklim yg ttp harus diawasi. Hal ini menunjukkan bahwa efek paling terasa bukan dari inflasi itu sendiri, tapi dari gejolak global dan mata uang. Jadi, IHSG kemungkinan menguat, tapi pelan dan penuh pertimbangan.
Namun, gambaran ini tdk sepenuhnya mulus, inflasi inti (core) yg naik 3,1% YoY, justru sedikit lebih tinggi dri perkiraan 3,0%. Hal tsb menunjukkan bahwa tekanan harga di sektor jasa dan komponen non-energi msih cukup lengket.
Artinya, The Fed mungkin tdk akan buru2 memangkas suku bunga dlm waktu dekat. Kondisi ini membuat pasar global, termasuk IHSG bersikap waspada, tapi tdk panik. Ibaratnya, ada dorongan positif, tetapi remnya blm bener2 dilepas, let's see.
Random TAG: $BBRI $IHSG $BBCA