A. Siapa Mengendalikan Siapa?

Di bursa, harga tidak selalu bergerak karena fundamental. Lebih sering, harga bergerak karena persepsi, emosi, dan kadang manipulasi.

Prinsipnya sederhana:
"Bandar tidak perlu membuat harga wajar. Bandar hanya perlu membuat harga terlihat menarik."

Ketika harga terlihat menarik โ†’ ritel kecil masuk.
Saat ritel masuk โ†’ bandar keluar.
Siklus ini berulang terus.

๐Ÿ“‰ 1. Shakeout โ€” Ritel Dipaksa Menyerah

Harga dihajar turun setelah sebelumnya naik tinggi. Ritel panik, cut loss, dan keluar di harga rendah. Sementara itu, bandar diam-diam akumulasi.

Dampak: Ritel rugi besar dan kehilangan kepercayaan.

Efek Psikologis: Takut rugi lebih dalam.

Tanda-tanda: Penurunan tajam, volume melonjak, sentimen pasar masih positif.

Cara Membedakan: Jika turunnya cepat tapi berita fundamental belum berubah signifikan โ†’ bisa jadi ini aksi shakeout, bukan akhir tren.

๐Ÿš€ 2. Euforia โ€” Ritel Dibiarkan Bermimpi

Setelah akumulasi selesai, harga mulai digoreng. Media, influencer, dan grup saham ramai mempromosikan. Ritel masuk karena takut ketinggalan (FOMO).

Dampak: Banyak yang beli di harga pucuk tanpa analisis.

Efek Psikologis: Serakah dan takut tertinggal.

Tanda-tanda: Berita positif terus keluar, harga naik cepat, semua orang bicara saham itu.

Cara Membedakan: Jika kenaikan terlalu cepat dan semua sumber berita positif datang bersamaan โ†’ hati-hati, bisa jadi mendekati puncak.

๐Ÿ’ผ 3. Distribusi โ€” Bandar Diam-diam Keluar

Harga terlihat bertahan di level tinggi, tapi mulai sideways. Volume perlahan turun. Bandar jual ke ritel yang telat masuk.

Dampak: Ritel masuk di fase akhir, potensi nyangkut tinggi.

Efek Psikologis: Keyakinan palsu bahwa harga akan naik lagi.

Tanda-tanda: Harga stagnan di pucuk, pergerakan liar tapi tidak menembus resistance, volume menurun.

Cara Membedakan: Konsolidasi sehat biasanya diikuti peningkatan volume. Sedangkan distribusi justru volumenya makin tipis.

B. Psikologis: Harapan vs Penyesalan

Ritel sering beli karena dua alasan utama:
a) Takut tertinggal
b) Takut rugi

Masalahnya, keduanya bikin keputusan jadi emosional. Saat nyangkut, ritel memilih berharap alih-alih bertindak.

Padahal bandar tidak pernah berharap, mereka bertindak sesuai rencana dan eksekusi secara disiplin.

Semua fase di atas berujung pada:
1. Uang terjebak, modal lama kembali, potensi rugi makin besar.
2. Denial, overconfidence (percaya diri berlebihan), dan akhirnya pasrah.
3. Tidak berani cut loss (CL) meski tren penurunan jelas.

Pada akhirnya, ritel yang terbawa emosi justru hanya mengikuti pergerakan harga tanpa arah atau strategi yang jelas.

Pertanyaannya:
Kalian siap main di meja yang sama, atau terus jadi pion permainannya?

rt: $BREN $PTRO $DSSA

-revised and reposted following the poll-

Read more...
2013-2025 Stockbit ยทAboutยทContactHelpยทHouse RulesยทTermsยทPrivacy