Sosok yang Dirindukan, Kemana Sosok Itu Saat Ini

Ada satu sosok yang pernah membuat dada seseorang bergetar. Sosok yang berdiri tegak di tengah kerumunan, wajahnya memerah, suaranya lantang, dan tatapan matanya tajam bagaikan mata elang mengamati mangsa.
Ia berbicara tanpa naskah, seakan setiap kata lahir langsung dari bara di dadanya.
Bukan kata-kata manis, tapi kata-kata yang menusuk, yang membuat lawan gelisah dan seseorang bersemangat.

Itulah sosok yang dulu dikenal. Sosok yang tidak pernah menunduk pada siapa pun. Sosok yang ketika marah, tak berusaha menyembunyikannya demi citra. Ia marah karena peduli, marah karena merasa harga diri bangsanya diinjak-injak.
Dan di situlah rindu ini bermula rindu pada keberanian, amarah, semangat dan perjuangannya yang begitu murni.

1. Ketegasan yang Membakar Semangat

Dulu, ketegasannya bukan hanya sikap, tapi juga napas. Ia berbicara dengan nada yang tak mengenal keraguan.
Jika menolak, ia katakan dengan jelas: “Tidak.”
Jika menentang, ia melakukannya di depan umum, bukan di balik pintu tertutup.

Ada kisah yang terus teringat. Saat itu, ia berada di panggung terbuka, berhadapan dengan ribuan pendukung. Lawan politiknya baru saja melontarkan tuduhan pedas. Bukannya meredam atau mengelak, ia maju dan membalas dengan kata-kata yang lebih tajam, sambil menunjuk ke udara, seakan memaku ucapannya ke langit.
Sorak sorai meledak. Orang-orang berdiri, mengangkat tangan, merasa memiliki pemimpin yang benar-benar melindungi.

2. Keberanian Menantang Siapa Pun

Tak peduli siapa lawannya orang kuat di pemerintahan, pengusaha besar, atau bahkan pemimpin negara asing ia berani berbicara keras.
Ia menatap mata lawan bicaranya tanpa gentar, dan sering kali meninggalkan kesan bahwa ia tak takut kehilangan apa pun.

Di beberapa pertemuan, ia pernah mengeluarkan kalimat yang membuat jurnalis mencatat dengan tergesa. Bukan karena diplomatis, tapi justru karena begitu berani, seolah ia tidak memikirkan konsekuensinya.
Itulah yang membuat seseorang itu kagum. Pemimpin seperti ini langka pemimpin yang suaranya bukan hasil kompromi.

3. Amarah yang Jujur

Sosok ini dikenal mudah marah, tapi kemarahannya jujur.
Marahnya lahir dari rasa frustrasi, kecewa melihat rakyat tertindas.
Ketika bicara soal kemiskinan atau kesewenang-wenangan, nada suaranya meninggi, alisnya mengerut, dan tangannya terkepal di udara.

Ada yang menilai itu kelemahan. Tapi bagi seseorang itu, itu justru bukti bahwa ia tidak memalsukan emosinya. Ia tidak berpura-pura tenang demi kamera. Ia menunjukkan amarahnya sebagai bagian dari perjuangan.

4. Karisma yang Tak Bisa Dibeli

Ketegasan, keberanian, dan kemarahan yang jujur itu berpadu menjadi karisma yang sulit ditandingi.
Orang datang berbondong-bondong bukan karena uang atau janji, tapi karena percaya pada figurnya.
Pidatonya seperti api yang merambat cepat di ladang kering membakar hati pendengarnya, memantik harapan yang lama padam.

Bahkan mereka yang tak setuju dengannya tetap akan tetap merasa ia adalah petarung sejati. Seorang yang, jika memimpin, akan melawan siapa saja yang mencoba menginjak harga diri bangsa.

5. Awal Perubahan

Namun, waktu berjalan.
Perubahan itu tidak datang tiba-tiba. Ia dimulai dengan nada bicara yang sedikit lebih pelan. Dengan senyum yang lebih sering muncul di layar televisi. Dengan kata-kata yang lebih aman.
Kritik yang dulu menusuk kini terdengar seperti saran halus.
Kalimat yang dulu penuh tantangan kini dibungkus basa-basi diplomatis.

Lalu datanglah momen yang sulit dipercaya banyak orang ia duduk di meja yang sama dengan mereka yang dulu ia sebut lawan.
Bukan lagi berhadapan, tapi berdampingan. Bukan lagi menghunus kata-kata, tapi saling tersenyum.

6. Kontras yang Menyakitkan

Bagi seseorang itu yang melihatnya, kontras ini begitu tajam.
Dulu, ia adalah singa di padang, mengaum keras tanpa peduli siapa yang mendengar.
Sekarang, ia lebih mirip singa yang tenang masih punya gigi, tapi tak lagi digunakan. Masih memiliki suara, tapi tak lagi mengaum seperti dulu.

Kursi kekuasaan itu, mungkin, terlalu nyaman. Ruang rapat yang sejuk dan penuh senyum ramah, mungkin, membuatnya lupa panasnya terik matahari di lapangan.
Dan seseorang yang dulu berdiri bersamanya, kini hanya bisa mengingat masa ketika ia berdiri di depan barisan, bukan di samping lawan.

7. Pertanyaan yang Menghantui

Kemana perginya ketegasan itu?
Apakah hilang, atau hanya disimpan?
Apakah ini strategi, atau memang sudah berubah?
Ataukah keberanian itu hanya muncul ketika berada di luar lingkar kekuasaan, dan memudar ketika berada di dalamnya?

Tak ada jawaban pasti. Yang ada hanyalah spekulasi dan rasa rindu yang menyesakkan.

8. Rindu yang Tidak Pernah Hilang

Rindu itu bukan hanya pada wajahnya. Wajah itu masih sama, masih muncul di layar televisi, masih tersenyum di depan kamera.
Yang dirindukan adalah getar suaranya, tatapan matanya yang membuat lawan gugup, dan ketegasan yang membuat rakyat merasa aman.

Rindu pada sosok yang marah ketika rakyat dipermainkan.
Rindu pada sosok yang menolak kompromi dengan mereka yang dulu ia tuding sebagai sumber masalah.
Rindu pada sosok yang tidak takut kehilangan demi membela kebenaran.

9. Masih Menunggu

Di sudut-sudut negeri, masih ada seseorang yang menyimpan potret lamanya. Potret ketika ia berpidato di tengah kerumunan, atau saat ia menunjuk tajam ke arah lawannya.
Seseorang itu masih berharap, suatu hari nanti, sosok itu akan kembali meski tahu harapan itu semakin tipis.

Seorang itu tidak lupa. Hanya diam, tapi diam itu bukan berarti lupa.
Menyimpan ingatan itu rapat-rapat, sebagai pengingat bahwa pernah ada pemimpin yang begitu berani… sebelum akhirnya mulai terasa berbeda.

Penutup

Sosok itu tidak hilang, tapi ia tidak lagi sama. Api yang dulu membakar kini hanya bara yang hampir padam.
Dan rindu ini menjadi semakin berat, karena yang dirindukan bukanlah orang yang telah pergi, tapi orang yang masih ada namun tak lagi menunjukkan dirinya yang dulu..

Kerinduan ini bukan sekadar nostalgia. Ini adalah panggilan hati yang ingin melihat kembali keberanian yang pernah berdiri di garis depan, menantang siapa pun demi harga diri bangsa.
Kini, sosok itu masih ada, berjalan di panggung yang sama, tapi langkahnya tak lagi sekeras dulu. Sorot matanya tak lagi menembus dinding kebohongan seperti dulu.

Seseorang itu tak meminta ia menjadi pahlawan yang sempurna. Mereka hanya ingin sosok itu kembali mengaum, kembali menggetarkan tanah di bawah kakinya, kembali menyalakan bara yang pernah ia tanam di dada yang mendengar kata-katanya.
Karena tanpa itu, yang tersisa hanyalah bayang-bayang masa lalu dan kerinduan yang tak pernah terjawab.

$TPIA $BBCA $ADRO

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy