Go Private Gagal Total: Pelajaran dari 'Perang Harga' $DVLA vs Bursa di 2006
Kamu pikir kalau ada emiten mau Go Private, ritel pasti auto-cuan dari tender offer? Tunggu dulu.
Sejarah mencatat ada pertempuran sengit yang bikin rencana Go Private Gagal Total. Ini bukan drama baru, ini kisah nyata dari tahun 2006, saat PT Darya-Varia (DVLA) terpaksa membatalkan niatnya untuk menjadi perusahaan tertutup.
Pelajaran dari kasus ini masih sangat relevan sampai sekarang.
Flashback 2006: Rencana Manis Go Private DVLA
Pemain Utama: Blue Sphere Singapore (milik Far East Drug), pemegang saham mayoritas dengan 92,7% saham DVLA.
Rencananya: Membeli sisa 7,3% saham publik lewat tender offer agar bisa Go Private.
Tawaran Harga: Mereka mengajukan harga penawaran Rp 2.200 per saham.
Sekilas, semua terlihat normal. Tapi di sinilah drama dimulai.
'Perang Tafsir' Aturan Main: Inilah Titik Masalahnya
Bursa Efek Jakarta (BEJ, sekarang BEI) sebagai wasit, MENOLAK harga Rp 2.200 itu. Kenapa? Karena ada perbedaan cara menghitung harga minimum.
Ini seperti dua kubu yang membaca buku aturan yang sama, tapi kesimpulannya beda 180 derajat.
Kubu 1: DVLA & Blue Sphere (Pemegang Saham Mayoritas)
"Harga IPO-nya kita hitung setelah disesuaikan stock split 1:4 ya. Jadi basisnya Rp 1.550 (dari harga asli Rp 6.200)."
"Dengan basis itu, harga minimum kami cuma Rp 1.965. Jadi tawaran kami di Rp 2.200 itu sudah premium dan wajar dong!"
Kubu 2: Bursa Efek Jakarta (BEJ) - Sang Wasit
"EITS, TIDAK BISA! Aturan mainnya harus pakai harga IPO asli sebelum stock split, yaitu Rp 6.200 sebagai basis."
"Dengan basis itu, perhitungan kami menunjukkan harga penawaran minimum yang harus kalian tawarkan adalah Rp 3.010!"
Lihat perbedaannya? Rp 2.200 vs Rp 3.010. Jauh panggang dari api!
Hasil Akhir: Siapa Cepat Dia Mundur
Terjadi jalan buntu (deadlock).
BEJ bersikeras bahwa harga penawaran harus dinaikkan ke Rp 3.010 demi melindungi kepentingan investor publik.
Blue Sphere sebagai pemegang saham mayoritas menolak mentah-mentah untuk menaikkan harga tawarannya dari Rp 2.200.
Karena tidak ada titik temu, DVLA pun resmi membatalkan rencana RUPSLB dan mengubur niat Go Private mereka. Game over.
馃挕 3 Pelajaran Mahal dari Gagalnya Go Private DVLA:
Go Private Itu TIDAK 100% PASTI: Selalu ada risiko pembatalan. Rencana bisa gagal di tengah jalan karena negosiasi harga, perizinan, atau penolakan dari regulator. Jangan pernah all-in di satu saham Go Private.
Regulator Adalah 'Sahabat' Ritel: Kasus ini adalah bukti nyata peran OJK/BEI sebagai pelindung investor minoritas. Tanpa "palang pintu" dari bursa, investor publik mungkin akan terpaksa menerima harga yang dianggap kurang wajar.
The Devil is in the Details: Seluruh rencana triliunan rupiah bisa gagal hanya karena satu "perbedaan interpretasi" dalam peraturan. Ini menunjukkan betapa pentingnya membaca prospektus dan memahami dasar hukum sebuah aksi korporasi.
Kebayang nggak kalau bursa waktu itu 'mengalah' dan menyetujui harga Rp 2.200?
Menurutmu, sikap bursa waktu itu sudah tepat? Atau pernah dengar kasus gagal Go Private lain yang lebih seru? Diskusi yuk! 馃憞
$PYFA $TSPC