$TOWR LK Q2 2025: Kerja Bakti Bayar Bunga
Kalau kita ngomongin PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), rasanya tenang-tenang saja, bahkan mungkin sedikit bikin ngantuk. Sebagai menara telekomunikasi raksasa milik Grup Djarum, bisnisnya seolah sudah di puncak. Cerita yang beredar di pasar menggambarkannya seperti juragan kos-kosan infrastruktur digital, bisnisnya membosankan tapi dengan cara yang bagus, karena tinggal terima uang sewa dari operator seluler yang kontraknya panjang-panjang. Stabilitas sudah seperti nama tengahnya. Tapi, kalau kita intip lebih dalam laporan keuangan tengah tahun 2025, ketenangan itu mulai goyah kalau kita bertanya. Apakah mesin uang raksasa ini masih punya bensin untuk ngebut, atau tenaganya kini hanya sisa untuk jalan di tempat?
Besarnya TOWR sekarang ini adalah cerita tentang ambisi yang modalnya dari utang. Saat kita bongkar neracanya, kita lihat total asetnya hampir Rp 78 triliun, angka yang bikin keder. Tapi, aset ini bukan hasil kerja keras operasional semata. Hampir Rp 16 triliun di antaranya adalah goodwill, itu jejak manis dari aksi borong perusahaan lain di masa lalu. Di sisi lainnya, kita lihat penyeimbangnya, yaitu total utang sebesar Rp 57,7 triliun, yang sebagian besar adalah utang bank. Ini adalah harga yang harus dibayar dari strategi ingin jadi yang terbesar dengan cara instan. TOWR tidak sabar menunggu untuk tumbuh, ia membeli pertumbuhannya. Dan tagihan dari aksi beli itu sekarang kelihatan jelas di setiap laporannya.
Cerita ini jadi lebih jelas kalau kita intip laporan laba ruginya. Pendapatan di semester pertama 2025 memang naik sedikit jadi Rp 6,39 triliun dari Rp 6,15 triliun tahun lalu. Arus kas dari operasinya juga sehat sekali, mencapai Rp 6,5 triliun, bukti kalau bisnisnya memang sapi perah yang produktif. Sayangnya, uang yang masuk itu seperti cuma numpang lewat. Dari laba usaha Rp 3,61 triliun, hampir setengahnya langsung lari untuk bayar bunga utang sebesar Rp 1,64 triliun. Jadinya, laba bersih hampir tidak kemana-mana, cuma naik tipis ke Rp 1,64 triliun dari Rp 1,62 triliun, sebuah kenaikan yang nyaris tidak terasa. Mesinnya memang besar, tapi bebannya juga berat sekali.
Sementara itu, di luar sana, aturan main industrinya lagi berubah. Merger besar-besaran antara PT XL Axiata Tbk dan PT Smartfren Telecom Tbk yang melahirkan PT XLSMART Telecom Sejahtera Tbk ($EXCL) pada April 2025 bisa jadi bagus, bisa juga tidak buat TOWR. Bagusnya, pelanggan mereka jadi makin kuat dan sehat. EXCL sekarang jadi penyewa terbesar, menyumbang 42% pendapatan TOWR. Tapi di sisi lain, para penyewa ini jadi punya posisi tawar yang jauh lebih kuat. Zaman di mana pemilik menara bisa adu-adu penawaran antar operator mungkin sudah lewat. Sekarang, negosiasinya antara dua raksasa. Apa TOWR masih jadi juragan yang bisa seenaknya pasang harga, atau sekarang cuma jadi teman setara yang harus pintar-pintar negosiasi? Ini bisa menekan keuntungan di masa depan.
Laporan arus kas menunjukkan kenyataannya dengan sangat jelas. Uang kas melimpah dari operasi bukan dipakai untuk ekspansi gila-gilaan atau bikin terobosan baru. Uangnya lari ke dua tempat utama, yaitu untuk belanja modal merawat aset yang ada dan untuk membayar kewajiban ke bank dan investor. Ini seperti lari di treadmill. Terima utang baru Rp 22,2 triliun untuk bayar utang lama Rp 23,8 triliun, bayar bunga Rp 1,47 triliun, sambil tetap bagi dividen Rp 795 miliar biar pemegang saham tetap senang. Ini bukan lagi mesin pertumbuhan, tapi sudah jadi mesin pemeliharaan.
Jadi, kalau kita beli saham TOWR, sebetulnya apa yang kita dapat? Kita dapat bisnis yang stabil dan aman karena ada grup besar di belakangnya. Tapi kita juga dapat perusahaan yang sudah mentok, yang langkahnya berat karena utangnya sendiri. Risikonya sekarang bukan lagi soal bangkrut, tapi soal mandek. Pertanyaannya sederhana saja, apakah TOWR ini benteng yang kokoh untuk berlindung, atau malah sangkar emas yang indah tapi tidak bisa terbang tinggi lagi?
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Tag: $TBIG