$PGEO LK Q2 2025: Jebakan Kurs
Ada saham yang rasanya aman sekali untuk dipegang. Salah satunya adalah PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Ceritanya bagus, sebagai anak BUMN di sektor energi hijau yang punya pelanggan pasti, yaitu PT PLN (Persero), dengan kontrak jangka panjang. Cara bisnisnya kelihatan tahan banting. Gali uap, buat listrik, jual, dan terima uang. Seperti punya jalan tol. Namun, laporan keuangan terbarunya menunjukkan ada masalah kecil. Bukan masalah besar, tapi cukup untuk membuat kita waspada.
Di sinilah kita perlu lebih teliti. Pendapatan usaha di semester pertama 2025 hampir tidak naik dari tahun lalu, yaitu sebesar USD 204,8 juta. Di saat semua orang bicara soal energi hijau, aneh rasanya melihat pendapatan yang nyaris tidak tumbuh. Masalah utamanya ada di laba bersih. Angkanya turun jauh dari USD 96,2 juta menjadi hanya USD 68,9 juta. Ini artinya, keuntungan perusahaan terpotong cukup banyak. Jadi, ada apa sebenarnya?
Penyebabnya ternyata masalah lama, yaitu risiko kurs. PGEO rugi USD 13,4 juta dari selisih kurs, padahal tahun lalu untung USD 16,8 juta. Kenapa bisa begitu? Karena sebagian utang jangka panjang PGEO berasal dari pinjaman dalam mata uang Yen Jepang. Jadi masalahnya begini, pemasukannya dalam Dolar, tapi sebagian utangnya dalam Yen. Kalau nilai tukar berubah, neraca keuangannya bisa goyang. Ini mengingatkan kita bahwa PGEO masih punya beban finansial dari masa lalu.
Lalu, bagaimana dengan pertumbuhannya? Pendapatan yang tidak banyak berubah menunjukkan bahwa bisnis panas bumi butuh waktu lama untuk tumbuh. Perlu modal besar dan sangat sabar. Laporan keuangan menunjukkan PGEO sedang membangun proyek-proyek baru. Proyek Lumut Balai Unit 2 memang baru saja mulai beroperasi penuh akhir Juni 2025, jadi hasilnya baru kelihatan nanti. Tapi ini membuktikan kalau setiap pertumbuhan baru butuh investasi besar dan waktu bertahun-tahun. Pertanyaannya, apakah investor cukup sabar menunggu?
Model bisnis PGEO yang terikat kontrak jangka panjang dengan PLN memang memberi kepastian pemasukan. PLN wajib bayar untuk kapasitas minimum listrik yang dihasilkan. Tapi, kepastian itu ada harganya. Rasanya seperti diborgol dengan emas. PGEO tidak bisa seenaknya menaikkan harga jual kalau ada biaya tak terduga, misalnya karena rugi kurs Yen. Mereka terikat perjanjian yang saling menguntungkan, tapi juga membuat mereka tidak bisa bebas melindungi keuntungan.
Pada akhirnya, ada dua cara melihat PGEO. Pertama, sebagai perusahaan energi hijau yang stabil dan kuat. Kedua, sebagai sebuah mesin yang rumit, punya utang dalam mata uang asing, dan butuh waktu lama untuk tumbuh. Pertanyaannya bukanlah apakah PGEO perusahaan yang baik, karena perannya sangat penting untuk energi bersih di Indonesia. Pertanyaan untuk kita sebagai investor adalah, perusahaan seperti apa yang sebenarnya sedang kita beli? Apakah sebuah benteng yang aman tapi ada sedikit retak, atau sebuah mesin pertumbuhan yang hanya sedang butuh waktu untuk panas?
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Tag : $BREN $ADRO