imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$BISI LK Q2 2025: Masih Masalah Persediaan

Pertanyaan salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

PT BISI International Tbk adalah salah satu pemain besar di industri agribisnis Indonesia yang punya sejarah panjang dan jalur bisnis yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Perusahaan ini berdiri pada 22 Juni 1983 dengan nama PT Benihinti Suburintani dan fokus awalnya ada di pengembangan benih. Setelah berganti nama menjadi PT BISI International pada Oktober 2006, perusahaan ini resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada 11 Mei 2007 dengan melepas 3 miliar saham bernilai nominal Rp100 per lembar. Kendali utama berada di tangan keluarga Jiaravanon, kelompok konglomerasi besar di Asia yang juga membawahi PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. Kantor pusat berada di Sidoarjo dengan pabrik berlokasi di Pare, Kediri, dan Mojokerto. Dari awal operasinya di 1983, BISI mengembangkan portofolio bisnis di sektor pertanian mulai dari benih jagung, padi, sayuran, hortikultura, pestisida, pupuk, hingga riset dan rekayasa genetika.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Model bisnis BISI mengalir mulus dari hulu sampai hilir. Di hulu, mereka menjalin kemitraan dengan petani lokal untuk memproduksi benih. Polanya sederhana tapi efektif, perusahaan menyediakan benih dasar lalu petani menanam dan menyerahkan hasil panennya kembali dalam bentuk benih komersial. Selama proses ini BISI memberikan bimbingan teknis dan pengawasan. Untuk kebutuhan bahan baku pestisida, pupuk, dan peralatan pertanian, perusahaan mengandalkan pemasok yang tersebar sehingga tidak ada ketergantungan pada satu vendor tertentu. Di tahap produksi, anak usaha seperti PT Multi Sarana Indotani mengurus manufaktur pestisida, sementara fokus besar juga diarahkan pada riset dan pengembangan. Biaya R&D semester pertama 2025 tercatat Rp44,52 miliar, termasuk kerja sama dengan Chia Tai Co., Ltd. Thailand untuk pengembangan berbagai komoditas. Salah satu pilar penting adalah lisensi dari Monsanto Company Amerika Serikat yang memberi hak produksi dan pemasaran benih jagung hibrida di Indonesia dengan sistem pembayaran royalti per volume penjualan. Di hilir, produk didistribusikan ke pasar domestik di berbagai wilayah seperti Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, dan Bali Nusra, ditambah sebagian kecil pasar ekspor. Tidak ada satu pelanggan pun yang kontribusinya melebihi 10% dari total penjualan, artinya basis pembelinya luas dan tersebar.

Kondisi keuangan terbaru per 30 Juni 2025 menunjukkan kontras yang cukup tajam. Dari sisi kesehatan neraca, BISI berada di posisi yang sangat kuat. Kas dan setara kas naik dari Rp567,67 miliar di akhir 2024 menjadi Rp593,11 miliar. Current ratio berada di 12,24 kali, jauh di atas batas aman 1,1 kali yang biasa jadi patokan kreditur. Tidak ada utang berbunga, sehingga beban bunga nihil dan fleksibilitas keuangan sangat besar. Fasilitas kredit dari CIMB Niaga tetap belum terpakai, artinya jika ada kebutuhan pembiayaan besar, mereka punya cadangan likuiditas tambahan. Free cash flow justru naik menjadi Rp103,86 miliar berkat penurunan belanja modal dan pemangkasan dividen tunai dari Rp240 miliar di semester pertama 2024 menjadi Rp84 miliar di periode yang sama tahun ini. Secara kas, ini perusahaan yang aman sekali.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Masalah justru terlihat di laporan laba rugi. Penjualan bersih semester pertama 2025 turun 12,1% dari Rp713,51 miliar menjadi Rp626,92 miliar. Penyebab utamanya ada di penurunan tajam penjualan benih jagung yang merosot dari Rp191,06 miliar menjadi Rp115,84 miliar, benih sayuran dan buah yang turun dari Rp158,29 miliar menjadi Rp109,60 miliar, serta benih padi yang juga ikut tertekan. Satu-satunya segmen yang naik adalah pestisida dan pupuk dari Rp348,78 miliar menjadi Rp371,10 miliar. Secara geografis, hampir semua wilayah domestik mengalami penurunan penjualan, hanya penjualan ekspor yang tumbuh. Di sisi biaya, Cost of Goods Sold justru naik 3,1% menjadi Rp380,05 miliar. Ini anomali besar, karena penurunan penjualan biasanya diikuti penurunan beban pokok, bukan kenaikan. Penyebab utamanya adalah lonjakan biaya bahan baku dari Rp321,52 miliar menjadi Rp380,63 miliar, indikasi adanya inflasi harga input atau produksi yang lebih besar dari penjualan sehingga stok menumpuk. Dampaknya, gross profit terjun 28,5% menjadi Rp246,87 miliar dan gross margin susut dari 48,3% menjadi 39,4%.

Beban penjualan turun 25,8% menjadi Rp114,97 miliar dan beban umum-administrasi turun 16,5% menjadi Rp37,03 miliar, tanda manajemen melakukan efisiensi. Namun beban lain-lain justru melonjak dari Rp1,83 miliar menjadi Rp17,57 miliar, dipicu rugi penjualan persediaan Rp8,36 miliar, rugi penjualan salvage Rp7,73 miliar, rugi kurs Rp0,52 miliar, dan denda pajak Rp0,65 miliar. Pendapatan lain-lain anjlok 79,5% dari Rp23,37 miliar menjadi Rp4,80 miliar karena tidak ada lagi keuntungan penjualan salvage atau keuntungan kurs seperti tahun lalu. Kombinasi ini membuat operating profit anjlok 69,2% menjadi Rp37,58 miliar, dan laba bersih turun 73,1% menjadi Rp30,55 miliar. EPS ikut terjun dari Rp38 menjadi Rp10.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Di neraca, total aset sedikit menyusut menjadi Rp3,60 triliun. Kas naik, piutang dagang bersih turun tajam dari Rp488,55 miliar menjadi Rp259,36 miliar, kemungkinan karena penagihan yang lebih cepat atau penghapusan piutang lama. Persediaan naik menjadi Rp1,57 triliun di tengah penurunan penjualan, sinyal adanya mismatch antara produksi dan permintaan. Kewajiban jangka pendek naik menjadi Rp204,27 miliar, sebagian besar dari utang usaha dan kewajiban imbalan kerja. Ekuitas turun menjadi Rp3,34 triliun, terutama karena pembayaran dividen yang nilainya lebih besar dari laba bersih periode berjalan.

Risiko usaha BISI sebagian besar berasal dari pasar dan kondisi eksternal seperti cuaca dan serangan hama. Dari sisi keuangan, risiko kredit dijaga dengan ketat, risiko likuiditas aman karena kas jauh melebihi kewajiban, risiko kurs relatif kecil, dan risiko bunga praktis nol karena tidak ada pinjaman berbunga. Posisi ini memberi mereka keleluasaan untuk bertahan meski laba sedang tertekan.

Dari kacamata investor, perusahaan ini menarik karena neracanya sangat kokoh, likuiditas tinggi, dan tidak ada beban bunga. Namun kelemahan utama ada di penurunan kinerja inti dan margin yang tergerus. Kuncinya ada di bagaimana manajemen bisa membalik tren penjualan benih jagung, sayuran, dan padi, sekaligus menekan biaya bahan baku dan mengelola persediaan. Segmen pestisida dan pupuk yang sedang naik bisa dijadikan penopang sementara, tapi perbaikan di core business tetap wajib. Dengan modal yang kuat, mereka punya ruang untuk agresif di R&D, memperluas pasar, atau bahkan mengakuisisi pemain lain. Jika ini dijalankan dengan baik, pemulihan margin dan EPS bisa cepat terjadi. Sebaliknya, jika strategi dan eksekusinya lemah, kas tebal hanya akan jadi bantalan sementara dan nilai perusahaan bisa terkikis seiring waktu.

Masalah persediaan di PT BISI International Tbk ini cukup kelihatan jelas dari angka di laporan keuangan dan nyambung langsung ke penurunan laba. Per 30 Juni 2025, nilai persediaan bersih naik dari Rp1,47 triliun di akhir 2024 menjadi Rp1,57 triliun, padahal penjualan bersih justru turun 12,1% di periode yang sama. Kenaikan ini paling banyak berasal dari bahan baku dan barang jadi. Artinya perusahaan kemungkinan memproduksi lebih banyak dari yang bisa dijual atau membeli bahan baku dalam jumlah besar ketika permintaan pasar sedang lesu.Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kondisi ini nyambung ke kenaikan COGS yang aneh, yaitu naik 3,1% di tengah penurunan penjualan. Jadi walaupun barang belum keluar sebagai penjualan, biaya produksinya sudah membebani laporan laba rugi. Ini juga diperkuat oleh munculnya rugi penjualan persediaan Rp8,36 miliar di pos beban lain-lain, yang biasanya terjadi ketika stok lama atau slow-moving dijual murah di bawah harga pokoknya. Risiko berikutnya, kalau stok yang menumpuk terlalu lama, perusahaan bisa kena tambahan biaya penyimpanan dan potensi write-down untuk persediaan usang atau turun nilai pasarnya.

Dari sudut pandang manajemen modal kerja, ini sinyal ada mismatch antara proyeksi permintaan dengan realisasi pasar. Kalau tren ini berlanjut tanpa penyesuaian produksi atau strategi penjualan yang agresif, margin akan terus tergerus dan kas akan terkunci di aset persediaan yang sulit dicairkan cepat. Jadi meskipun likuiditas kas BISI masih kuat, efisiensi pengelolaan persediaan harus jadi prioritas supaya masalahnya tidak merembet ke laba dan arus kas di periode berikutnya.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Di harga pasar Rp875 per lembar, valuasi PT BISI International Tbk jadi kombinasi antara terlihat murah dari sisi aset tapi terasa mahal dari sisi laba. Dengan jumlah saham beredar 3 miliar, kapitalisasi pasarnya berada di sekitar Rp2,63 triliun. Kalau membandingkan harga saham dengan nilai bukunya, PBV-nya hanya 0,79 kali. Nilai buku per saham Rp1.113, artinya pasar saat ini menghargai BISI di bawah nilai aset bersihnya. Secara teori, kondisi seperti ini bisa dianggap undervalued, apalagi kalau aset-asetnya produktif dan bisa menghasilkan imbal hasil yang layak. Namun ketika menoleh ke laporan laba rugi, gambarnya jauh berbeda.

Laba bersih semester pertama 2025 hanya Rp30,50 miliar, anjlok 73% dibanding periode sama tahun sebelumnya. Kalau angka ini di-annualisasi, EPS-nya sekitar Rp20,33 per saham. Dengan harga sekarang, PER BISI tembus 43 kali, angka yang biasanya cuma wajar untuk perusahaan dengan prospek pertumbuhan laba tinggi dan stabil. Dalam kasus BISI, kondisi ini justru berkebalikan karena tren laba dan penjualan sedang menurun. Hal ini menimbulkan mismatch besar antara ekspektasi harga pasar yang tinggi terhadap laba dan kinerja riil yang sedang melemah. Dari perspektif investor, PER setinggi ini tanpa dukungan pertumbuhan laba yang jelas membuat saham terasa mahal.

Dari sisi arus kas, ceritanya agak menenangkan. Cash flow dari operasi semester pertama 2025 sebesar Rp153 miliar, atau sekitar Rp306 miliar jika di-annualisasi. P/CFO-nya hanya 8,58 kali, cukup masuk akal untuk ukuran perusahaan yang sedang mengalami tekanan di laba akuntansi. Free cash flow setelah potong belanja modal di-annualisasi berada di kisaran Rp208,91 miliar dengan P/FCF sekitar 12,56 kali. Artinya meskipun laba turun, kemampuan menghasilkan kas bersih dari bisnis inti masih terjaga. Kas ini penting karena bisa digunakan untuk modal kerja, investasi, atau pembayaran dividen tanpa harus mengandalkan utang. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Dari sisi dividen, yield yang dihasilkan sekitar 3,2% berdasarkan dividen tunai Rp28 per saham untuk laba tahun buku 2024. Untuk investor yang fokus ke pendapatan dividen, angka ini cukup menarik. Namun dengan penurunan laba bersih yang drastis, keberlanjutan dividen di tingkat ini perlu dicermati. Kalau laba 2025 tidak membaik, manajemen mungkin harus memilih antara mempertahankan dividen dengan mengorbankan saldo kas, atau menurunkannya demi menjaga likuiditas.

Kalau masuk ke valuasi berbasis laba operasional dan penjualan, rasio EV/EBITDA ada di 17,31 kali, sedangkan EV/EBIT mencapai 30,45 kali. Keduanya terbilang tinggi untuk ukuran perusahaan di sektor agribisnis, apalagi dalam kondisi margin yang sedang tertekan. EV/Sales berada di 1,82 kali, angka yang masih bisa dianggap moderat, tetapi penurunan penjualan dari Rp713,51 miliar menjadi Rp626,92 miliar membuat rasio ini kurang nyaman jika tren turunnya berlanjut. Angka-angka ini menegaskan bahwa valuasi berbasis laba terlihat mahal, valuasi berbasis arus kas cukup sehat, dan valuasi berbasis aset menunjukkan potensi undervaluation.

Dari sisi neraca, BISI punya kas tebal, utang berbunga nol, dan aset bersih yang nilainya di atas harga pasar saham. Dari sisi arus kas, perusahaan masih bisa menghasilkan uang dari bisnis intinya dalam jumlah yang memadai. Tapi dari sisi laba, kondisinya sedang terpuruk, penjualan turun, margin tergerus, dan biaya produksi naik. Pasar saat ini membayar harga yang tinggi jika dilihat dari laba, tapi rendah jika dilihat dari nilai aset. Artinya keputusan investasi di BISI bukan hanya soal melihat murah atau mahal dari PBV, tetapi tentang keyakinan investor terhadap kemampuan manajemen membalikkan kinerja operasional.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Kalau manajemen berhasil menaikkan penjualan di segmen inti seperti benih jagung, sayuran, dan padi, serta menekan biaya bahan baku agar margin kembali sehat, valuasi saham bisa bergeser ke arah yang lebih ideal. Dengan modal kas yang kuat, BISI punya ruang untuk memperbesar promosi penjualan, mempercepat inovasi produk lewat R&D, dan mengoptimalkan distribusi. Ini akan membuat PER turun ke level yang lebih wajar dan PBV bisa mendekati atau melampaui 1 kali. Namun jika perbaikan tidak terjadi, investor berisiko melihat harga saham bergerak stagnan atau melemah meski aset dan kasnya terlihat aman di neraca. Dalam kondisi seperti ini, harga saham akan sangat tergantung pada kemampuan manajemen membuktikan bahwa penurunan kinerja di 2025 hanyalah gangguan sementara, bukan tren jangka panjang.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$NPGF $SAMF

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy