@kahell

$BJBR vs $BJTM

1. BJBR – Kasus Kredit SRITEX
- Kasus :
a. BJBR (Bank BJB) disebut dalam berita Kejagung sebagai salah satu bank yang memberikan kredit ke SRITEX, yang kini terjerat dugaan korupsi dan gagal bayar.
b. Dugaan: kredit diberikan tidak sesuai prinsip kehati-hatian, kemungkinan dengan dokumen atau agunan yang lemah.

BJBR - Dampak di Laporan Keuangan :
- CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) melonjak di Q2 2025 ➜ dari Rp 115 miliar (Q1) jadi Rp 455 miliar.
- Ini menyebabkan laba BJBR di Q2 anjlok drastis, hanya sekitar Rp 95 miliar (dibanding Rp 398 miliar di Q1).
- Menunjukkan BJBR mulai mencatat kerugian kredit – kemungkinan termasuk eksposur ke SRITEX.
- EPS Q2 jatuh ke ~Rp 9, dari Rp 38 di Q1.

BJBR - Risiko :
- NPL bisa naik lebih lanjut di Q3–Q4 jika SRITEX benar-benar masuk daftar kredit macet.
- Jika agunan SRITEX tak bisa diuangkan, BJBR harus menyisihkan lebih banyak CKPN.
- Risiko reputasi & tata kelola, karena pemberian kredit bermasalah ini melibatkan bank daerah besar.
- Tekanan pada laba bisa berlanjut ➜ risiko penurunan valuasi saham & kepercayaan investor.

2. BJTM Kasus Kredit Fiktif Rp 569 Miliar
BJTM - Kasus :
- BJTM (Bank Jatim) melalui Cabang Jakarta, memberikan 65 kredit piutang dan 4 kredit kontraktor ke PT Indi Daya Group dan afiliasinya, senilai total Rp 569,4 miliar.
- Kredit diduga menggunakan dokumen fiktif, termasuk SPK dan laporan keuangan palsu.
- Empat orang sudah ditetapkan tersangka, termasuk Kepala Cabang BJTM Jakarta.

Dampak di Laporan Keuangan (sementara belum terlihat):
- Laba BJTM justru naik: Rp 811 miliar semester I 2025 (naik dari Rp 620 miliar tahun lalu).
- NPL gross stabil: 4,07% ➜ tidak menunjukkan lonjakan.
- Cadangan kerugian (CKPN) naik, tapi tidak drastis.

Risiko :
- Risiko bom waktu: belum ada indikasi bahwa kredit ini sudah dicatat sebagai NPL di laporan H1 2025.
- Jika kasus sudah inkrah atau audit selesai, BJTM bisa terpaksa menyisihkan CKPN ratusan miliar, menekan laba Q3–Q4.
- Risiko reputasi makin besar jika terbukti ada kelalaian sistemik.
- DPD Jatim sudah minta Pansus, artinya tekanan politik juga tinggi.
- Jika penyitaan aset gagal menutup kerugian, potensi rugi murni bisa muncul di laporan ke depan.

Analisa Kinerja Keuangan Q2 2025 BJBR vs BJTM

1. BJBR
- Laba dan EPS
> Laba bersih semester I 2025: Rp 492,94 miliar
> Laba Q1: Rp 398 miliar ➜ Laba Q2 menurun tajam menjadi sekitar Rp 95 miliar
> EPS semester I: Rp 46,85 ➜ artinya Q2 hanya menyumbang ~Rp 9 per saham

- CKPN (Cadangan Kerugian)
> CKPN semester I naik sangat besar: dari Rp 115 miliar di Q1 menjadi total Rp 570 miliar di semester I
➜ Artinya, di Q2 saja CKPN melonjak lebih dari Rp 455 miliar
> Kenaikan CKPN ini menggerus laba sangat dalam
> Menandakan manajemen mulai mengantisipasi kredit bermasalah, entah dari debitur korporasi atau sektor tertentu

- Kredit dan DPK
> Kredit yang diberikan naik, tapi tidak disertai kenaikan DPK ➜ DPK malah turun dari Rp 136 T ke Rp 128 T
> Ini bisa memberi tekanan likuiditas jika tren berlanjut

Kesimpulan singkat BJBR :
Kenaikan tajam CKPN di Q2 jadi sinyal utama penurunan laba BJBR. Meski pendapatan bunga masih naik, cadangan yang besar mengindikasikan kehati-hatian terhadap risiko kredit. Investor perlu waspadai tren CKPN di kuartal selanjutnya.

2. BJTM
- Laba dan EPS
> Laba bersih semester I 2025: Rp 811 miliar (naik dari Rp 620 miliar di 2024)
> Laba Q1: ~Rp 400 miliar ➜ Q2: ~Rp 411 miliar
> EPS semester I: Rp 47,13 ➜ stabil dan tumbuh

- CKPN (Cadangan Kerugian)
> Total CKPN semester I: sekitar Rp 185 miliar (gabungan Q1 + Q2)
Q1: ± Rp 88 miliar
Q2: ± Rp 97 miliar
> CKPN naik, tapi tidak drastis ➜ mengindikasikan manajemen masih merasa kualitas kreditnya cukup aman
> NPL (kredit bermasalah) bahkan turun dari 4,19% ke 4,07%

- Kredit dan DPK
> Kredit tumbuh positif ➜ pendapatan bunga meningkat
> DPK stabil ➜ likuiditas terjaga
> Efisiensi beban operasional tetap baik

Kesimpulan singkat BJTM :
CKPN BJTM memang naik, tapi masih dalam batas wajar. Laba tetap tumbuh, kredit sehat, dan NPL membaik. Risiko terhadap kredit fiktif di BJTM (Bank Jatim) sangat penting diperhatikan investor, karena meskipun laporan keuangannya Q2 2025 terlihat stabil dan belum menunjukkan tekanan besar, potensi dampak ke depan tetap ada.

Kemungkinan risiko kredit fiktif :
- Saat ini, kredit yang diduga fiktif kemungkinan belum dicatat sebagai NPL (Non-Performing Loan).
- Jika kasus sudah inkrah atau hasil audit internal menyimpulkan kredit tersebut tak bisa ditagih, maka BJTM wajib menyisihkan cadangan kerugian (CKPN).
- Potensi CKPN bisa mencapai ratusan miliar rupiah, yang akan langsung menggerus laba kuartal berikutnya.

Sumber berita yang bisa di cek untuk memastikan pencadangan dan dampak npl kasus kredit fiktif yang menyangkut BJTM :
1. https://cutt.ly/ArSM9s47

"Corporate Secretary Bank Jatim Fenty Rischana mengatakan pihaknya bakal melakukan recovery asset atau agunan untuk pemulihan kerugian perseroan secara optimal. "

“Serta melakukan pencadangan kerugian pada tahun buku 2024 agar tidak mengganggu kinerja perseroan pada tahun ini,” ujar Fenty dalam keterbukaan informasi, dikutip Senin (24/2/2025).

2. https://cutt.ly/YrSM9s6Q

Saran : sebagai investor saham, sebaiknya cek dan analisa juga ke lapangan terkait perkembangan kasus kedua kredit tersebut di masing - masing bank.

Disclaimer on,
Cek, cek, cek dan Analisa Kembali. Jangan pernah percaya siapapun sebelum kita Analisa sendiri. Ada yang cuan, harus ada yang rugi/cutlos/nyangkut di dunia saham.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy