imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Saham dan Ruang Kelas

Di sebuah provinsi di Indonesia, seorang gubernur mengeluarkan kebijakan pendidikan yang secara permukaan terlihat seperti langkah mulia. Intinya sederhana namun kontroversial. Dalam rangka mengatasi keterbatasan daya tampung sekolah negeri dan mencegah anak-anak putus sekolah, ia memperbolehkan jumlah siswa dalam satu kelas mencapai hingga 50 orang. Tujuannya adalah supaya tidak ada anak yang gagal masuk sekolah hanya karena tidak lolos seleksi atau tidak sanggup membayar sekolah swasta. Ini adalah bentuk intervensi sosial agar pendidikan tetap inklusif bagi semua kalangan. Banyak keluarga dengan ekonomi lemah merasa terbantu. Setidaknya anak mereka tetap bisa duduk di bangku sekolah, meski berdesak-desakan dalam ruang kelas. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Secara niat, kebijakan ini memang bisa dimaklumi. Pemerintah daerah mencoba merespons masalah struktural secara cepat. Mereka mengakui kekurangan ruang kelas dan keterbatasan tenaga pengajar. Namun daripada menunggu pembangunan sekolah baru atau perekrutan guru yang prosesnya lama, mereka memilih untuk membuka pintu selebar-lebarnya bagi siswa dengan cara yang paling praktis. Masuk akal jika dilihat dari perspektif krisis. Tapi ketika kebijakan ini dijalankan tanpa perhitungan jangka panjang dan tanpa strategi pemulihan sistemik, yang awalnya ditujukan untuk menyelamatkan justru bisa menjadi bumerang besar.

Dalam kenyataan di lapangan, kelas dengan 50 siswa bukan sekadar tantangan teknis. Ini adalah kerusakan struktural terhadap kualitas pendidikan itu sendiri. Guru menjadi kewalahan. Waktu untuk berinteraksi dengan masing-masing murid menjadi sangat minim. Penilaian jadi formalitas. Anak-anak yang butuh perhatian khusus terabaikan. Atmosfer pembelajaran menjadi pasif dan kaku. Disiplin sulit dijaga. Semangat belajar anak bisa menurun drastis karena mereka merasa hanya menjadi angka dalam daftar presensi. Di titik ini, sekolah bukan lagi tempat tumbuh dan berkembang, tetapi sekadar tempat duduk dan menunggu pulang.

Dampaknya tidak berhenti di sekolah negeri saja. Sekolah swasta, terutama yang tidak terkenal dan tidak punya branding kuat, mengalami penurunan jumlah murid yang signifikan. Banyak orang tua memindahkan anaknya ke sekolah negeri karena tidak ingin terbebani biaya. Sekolah swasta kehilangan pemasukan. Guru-guru kehilangan jam mengajar. Tunjangan sertifikasi bisa hilang. Dalam beberapa kasus, ada sekolah swasta yang terancam tutup karena murid tidak cukup untuk menutup operasional. Ekosistem pendidikan yang selama ini berjalan paralel dan saling melengkapi menjadi timpang dan mulai runtuh pelan-pelan. Ini adalah contoh nyata ketika satu solusi menyelesaikan satu masalah tapi menciptakan banyak masalah baru. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Masalah berikutnya adalah soal legalitas dan kewenangan. Di Indonesia, aturan soal jumlah maksimal siswa per kelas sudah diatur jelas dalam Permendikbudristek Nomor 47 Tahun 2023. Untuk jenjang SD batas maksimal adalah 28 siswa per kelas. Untuk SMP adalah 32. Dan untuk SMA adalah 36. Bahkan dalam kondisi darurat seperti keterbatasan geografis dan kekurangan guru, batas toleransinya hanya sekitar 40 hingga 45 siswa. Maka ketika seorang gubernur membuat kebijakan yang memperbolehkan sampai 50 siswa dalam satu kelas, ini sudah jelas melewati batas yang ditetapkan pemerintah pusat. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, regulasi menteri memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada kebijakan daerah. Gubernur tidak bisa sembarangan membuat aturan yang bertentangan dengan peraturan menteri. Jika dibiarkan, ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga menciptakan preseden buruk bahwa aturan pusat bisa ditawar-tawar.

Kalau mau membandingkan dengan negara maju, gapnya luar biasa jauh. Di Jepang, rata-rata siswa per kelas hanya sekitar 30 orang. Di Finlandia bahkan lebih kecil. Rata-rata hanya 20 hingga 25 siswa per kelas. Negara-negara ini memandang rasio siswa dan guru sebagai fondasi utama mutu pendidikan. Dengan jumlah siswa yang wajar, guru bisa memahami karakter setiap anak, memberikan umpan balik yang personal, dan membangun suasana belajar yang sehat. Di sana, kualitas jauh lebih penting daripada kuantitas. Pemerintah tidak akan membiarkan satu kelas dijejali 50 siswa karena itu dianggap mengorbankan masa depan generasi muda.

Fenomena ini sebenarnya punya kemiripan dengan dunia saham. Bayangkan sebuah saham yang penuh dengan investor ritel, apalagi yang kategorinya weak hand. Setiap kali harga saham naik satu persen, mereka langsung ambil untung. Naik dua persen lagi, sebagian besar melakukan aksi jual. Akibatnya saham tersebut tidak pernah bisa naik signifikan karena tekanan jual selalu datang terlalu cepat. Saham jadi tidak sehat. Pergerakannya tidak berkualitas. Investor jangka panjang ogah masuk karena terlalu bising dan volatil. Sama halnya dengan kelas yang terlalu penuh. Tekanan di dalam kelas terlalu besar. Guru kehilangan kontrol. Anak-anak sulit berkembang. Proses belajar jadi dangkal. Akhirnya yang tumbuh bukan kualitas, melainkan beban sistem. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Kebijakan yang membolehkan 50 siswa per kelas memang dilahirkan dari niat yang baik. Tapi niat baik saja tidak cukup. Dalam kebijakan publik, eksekusi jauh lebih penting daripada sekadar niat. Solusi darurat yang tidak disiapkan dengan mitigasi jangka panjang bisa berubah menjadi bencana sistemik. Yang awalnya ingin menyelamatkan anak-anak dari putus sekolah malah bisa menyebabkan kerusakan menyeluruh dalam ekosistem pendidikan. Jalan keluar dari masalah daya tampung bukan dengan menjejalkan siswa sebanyak mungkin dalam satu ruangan. Tapi dengan membangun ruang kelas baru, merekrut guru tambahan, memberi insentif untuk sekolah swasta agar bisa menerima siswa kurang mampu, dan memperluas akses transportasi bagi siswa ke sekolah-sekolah sekitar. Pendidikan itu bukan hanya soal masuk kelas. Tapi soal bagaimana setiap anak bisa tumbuh menjadi manusia yang utuh. Dan itu tidak akan bisa terjadi di kelas yang sudah terlalu padat bahkan sejak hari pertama.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BBRI $CDIA $COIN

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy