imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Kalau ada film yang tembus 10 juta penonton, jelas banget nilai deal-nya ke OTT kayak Netflix atau Disney+ bakal jauh lebih mahal dibanding film yang cuma 50 ribu penonton. Itu udah hukum alamnya….karena film yang rame di bioskop dianggap punya demand nyata. Artinya, pas dilempar ke digital, peluang ditonton ulang atau disebar organik juga besar.

Nah, logika kasarnya, ini bikin $CNMA tetap relevan di industri. Karena buat produser, bioskop bukan cuma soal revenue dari tiket, tapi juga sebagai alat validasi buat jualan konten digital. Kalau filmnya terbukti rame, itu jadi aset tawar-menawar untuk deal digital yang lebih mahal dengan begitu produsen pun akan full power promo waktu mau tayang di Bioskop. Bahkan kalau performanya luar biasa, bisa aja dilirik jadi original content eksklusif buat OTT.

Masalahnya, produsen film yang udah listing itu bisa dibilang terbatas banget. Cuma ada $FILM dan $RAAM yang pure di konten, sementara MNCN terlalu diversified. Valuasi mereka pun aneh-aneh, susah pakai cara valuasi konvensional.

Sama halnya dengan CNMA….model bisnisnya juga tricky. Karena revenue per kuartal bisa sangat volatile, tergantung siklus film. Contohnya, Q2 tahun ini ada film JUMBO pecah rekor, jadi performanya terlihat luar biasa. Tapi kalau Q2 tahun depan nggak ada film sebesar itu, ya kemungkinan Yoy-nya anjlok, apalagi QoQ-nya.

Jadi, kalau mau invest di saham kayak CNMA, menurut saya opsinya cuma dua:

1. Betting jangka panjang, kalau kamu yakin industri film Indonesia akan tumbuh secara volume dan kualitas (jumlah film & penonton makin naik).

2. Main momentum pendek, yaitu cari cuan pas ada kejutan di laporan keuangan karena film pecah rekor. Tapi makin sering kejutan begini muncul, pasar juga bakal cepat nge-price in…jadi gak akan se-wow dulu efeknya ke harga saham.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy