Tentang Voluntary Delisting
Request salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Voluntary delisting itu sebenarnya topik yang jarang dibahas padahal penting banget buat investor ritel, apalagi yang pegang saham minoritas. Intinya, voluntary delisting adalah proses di mana sebuah perusahaan memutuskan untuk cabut dari bursa secara sukarela, bukan karena dipaksa oleh BEI atau OJK. Biasanya yang ambil keputusan ini adalah pemegang saham pengendali, dengan alasan macam-macam, mulai dari efisiensi biaya, restrukturisasi, merger, sampai pengen balik jadi perusahaan tertutup alias go-private. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Yang bikin penting, delisting ini bukan sekadar berita biasa. Ada duit dan nasib investor yang ikut dipertaruhkan, apalagi kalau emiten-nya ngasih tender offer atau buyback yang kurang adil. Bedanya sama forced delisting itu seperti siang dan malam. Kalau voluntary, inisiatif datang dari dalam emiten sendiri. Kalau forced, itu karena masalah seperti suspensi terlalu lama, gak lapor laporan keuangan, pailit, atau pelanggaran berat lainnya. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Proses voluntary delisting sebenarnya sudah diatur cukup rapi oleh OJK lewat POJK 3/2021 dan peraturan BEI. Alurnya kira-kira begini
1. Emiten ajukan rencana delisting ke BEI dan OJK, disertai dokumen dan alasan
2. Lalu minta persetujuan lewat RUPS, termasuk dari pemegang saham independen
3. Setelah itu emiten wajib menjalankan tender offer atau buyback saham publik. Harganya harus adil, minimal pakai harga rata-rata 90 hari terakhir
4. Setelah semua dilaksanakan dan surat resmi dari OJK turun, BEI akan mencabut pencatatan dalam waktu maksimal 14 hari kerja
Yang sering jadi pertanyaan adalah apakah harga tender-nya adil. Ini krusial banget, karena itu satu-satunya jalan keluar buat investor publik. Di kasus yang baik, harga buyback bisa dikasih premium besar. Tapi di kasus yang buruk, yang susah disebut voluntary karena dipaksakan ke publik, harga bisa mepet atau bahkan di bawah harga rata-rata pasar. Ini yang bikin investor sering dirugikan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Penentuan harga tender offer dalam voluntary delisting mengikuti ketentuan berikut ini
1. Harga penawaran wajib lebih tinggi dari harga rata-rata tertinggi perdagangan harian selama 90 hari sebelum pengumuman delisting
2. Jika saham disuspensi lebih dari 90 hari, maka dipakai rata-rata tertinggi 12 bulan terakhir
3. Jika saham tidak diperdagangkan (non-liquid), harga ditentukan berdasarkan nilai wajar dari KJPP independen
4. Jika IPO atau right issue dalam 1 tahun terakhir, harga tender offer tidak boleh lebih rendah dari harga aksi korporasi tersebut
5. Harus ada fairness opinion dari penilai independen untuk menjamin bahwa harga tersebut wajar bagi investor publik
6. Harga tender harus diumumkan secara terbuka dan disetujui oleh pemegang saham independen dalam RUPS
Untuk memahami ini, kita bisa lihat beberapa kasus nyata. Yang paling terkenal mungkin AQUA. Tahun 2011, Danone sebagai pemilik mayoritas memutuskan untuk go-private. Prosesnya rapi, dilakukan lewat RUPS, lalu kasih tender offer ke publik senilai Rp500.000 per saham. Padahal, harga pasar saat itu cuma sekitar Rp245.000. Investor minoritas senang karena dapat exit yang sangat layak. Ini contoh textbook bagaimana voluntary delisting dilakukan secara etis dan sesuai aturan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kasus lain yang menarik adalah BBNP, yang delisting pada 2019 karena merger ke Bank Danamon $BDMN setelah MUFG masuk. Ini juga dilakukan secara sukarela karena inisiatif merger berasal dari pemegang saham pengendali. Investor publik diberi tender offer juga, walaupun tidak sebesar AQUA tapi tetap dalam koridor yang wajar.
Bandingkan dengan BRAU. Ini contoh forced delisting yang menyedihkan. Suspensi sejak 2015, gak ada laporan keuangan, gagal bayar utang, dan akhirnya dicabut dari BEI tahun 2017. Gak ada tender offer, gak ada perlindungan buat investor publik. Sahamnya sempat bisa dijual di pasar negosiasi 20 hari sebelum benar-benar dihapus, tapi setelah itu ya sudah, buntung. Sama juga dengan kasus CPGT yang pailit dan langsung disuspensi, lalu delisting paksa tanpa proses buyback.Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Perbedaan paling nyata antara voluntary dan forced delisting itu soal harga dan perlindungan. Di voluntary delisting, investor publik wajib dikasih jalur keluar lewat tender offer dengan harga wajar. Di forced, seringkali gak ada jalan keluar, apalagi kalau saham udah disuspensi berbulan-bulan, yang bisa jual cuma di pasar negosiasi atau malah nggak bisa dijual sama sekali.
Kabar yang beredar minggu ini, katanya akan ada emiten yang melakukan voluntary delisting. Tapi sampai sekarang belum ada pengumuman resmi di keterbukaan informasi BEI. Kalau beneran ada, biasanya dimulai dari pengumuman RUPS, rencana tender offer, atau surat ke BEI dan OJK. Jadi belum tentu fix akan delisting minggu ini, bisa jadi baru rencana awal yang akan dibahas di RUPS.
Intinya, voluntary delisting itu sah-sah saja selama dilakukan dengan transparan dan ikuti aturan main, terutama soal tender offer. Tapi sebagai investor, kita harus jeli. Begitu ada kabar delisting, wajib cek apakah ini sukarela atau dipaksa, ada tender offer atau tidak, dan apakah harga buyback-nya masuk akal. Kalau enggak, ya Nyangkut lama. Contoh $META sudah 1 tahun ndak beres tender offer nya untuk go private.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$ADRO
1/7