Pemerintah Akan Impor Jagung dan Gandum dari Amerika Serikat Tarif Impor Nol Persen
Diskusi hari ini di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Rencana impor gandum dan jagung dari Amerika Serikat yang disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman jelas bukan cuma soal logistik atau dagang biasa, tapi menyangkut banyak kepentingan di sektor pertanian dan industri dalam negeri. Pemerintah menyebut kebijakan ini sebagai bagian dari kesepakatan dagang resiprokal, yaitu Indonesia buka keran impor gandum dan jagung sebagai timbal balik Amerika membuka pintu ekspor untuk kelapa sawit. Sekilas kelihatan adil, tapi kalau dilihat lebih dalam, dampaknya bisa sangat berbeda tergantung siapa yang terdampak. Ada yang diuntungkan, ada juga yang bisa megap-megap. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Indonesia jelas bukan negara produsen gandum. Tanaman ini nggak bisa tumbuh optimal di iklim tropis, jadi sejak dulu 100 persen kebutuhan gandum kita dipenuhi lewat impor. Data tahun 2023 menunjukkan kita mengimpor sekitar 10,5 juta ton gandum, dengan nilai 3,66 miliar dolar AS. Mayoritas datang dari Australia, Kanada, Rusia, dan Ukraina. Jadi kalau sekarang Amerika mau masuk ke daftar negara pemasok gandum ke Indonesia, ini tinggal soal persaingan harga dan kualitas. Buat pabrik tepung besar seperti Bogasari, Indofood, dan grup-grup lain di bawah APTINDO yang kapasitas pengolahannya mencapai hampir 15 juta ton per tahun, ini bisa jadi berita bagus. Mereka bisa punya lebih banyak opsi bahan baku, apalagi kalau tarif masuk dari AS diturunkan, bisa menekan biaya produksi mereka. Jadi buat sektor ini, rencana impor gandum dari AS itu cenderung netral bahkan menguntungkan.
Masalah justru muncul dari sisi jagung. Tidak seperti gandum, jagung adalah komoditas yang ditanam luas di Indonesia, dengan petani tersebar dari Jawa, Sumatera, Sulawesi sampai Nusa Tenggara. Produksi nasional dalam beberapa tahun terakhir berada di kisaran 18โ19 juta ton per tahun. Bahkan pada 2018โ2019, Indonesia sempat ekspor jagung ke Filipina dari Gorontalo. Pemerintah sempat gembar-gembor swasembada jagung. Tapi faktanya, industri pakan seperti Charoen Pokphand (CPIN), Japfa, Malindo, dan lainnya tetap butuh pasokan besar, dan seringkali harga jagung lokal dianggap terlalu mahal dan kualitasnya kurang seragam. Akibatnya, saat produksi dalam negeri agak seret atau harga naik, wacana impor selalu muncul lagi. Pada 2023, Indonesia kembali mengimpor 1,79 juta ton jagung, bahkan BULOG ditugaskan langsung menalangi 500 ribu ton untuk peternak kecil. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Kalau sekarang pemerintah mau lanjut buka impor jagung dari AS, meski dengan alasan berdasarkan rekomendasi Kementan, ya tetap saja itu sinyal buruk buat petani. Mereka bisa kehilangan pasar, harga panen bisa anjlok, dan semangat tanam bisa turun. Padahal banyak perusahaan lokal seperti BISI, Sang Hyang Seri, dan Azuma yang sedang berusaha keras memperbaiki kualitas benih, meningkatkan hasil per hektar, dan mendukung swasembada jagung pakan. Kalau pemerintah malah memilih jalan pintas impor karena alasan dagang, ini bisa mematikan insentif perbaikan ekosistem pertanian dalam negeri.
Di sisi lain, ekspor kelapa sawit ke AS disebut sebagai peluang emas dari kesepakatan ini. Secara diplomasi dagang, memang masuk akal. Indonesia punya surplus sawit, sementara AS punya surplus jagung dan gandum. Tapi jangan lupa, kelapa sawit itu sektor korporasi besar, dikuasai grup-grup besar yang punya akses ekspor dan teknologi. Sementara jagung lebih banyak digarap petani kecil. Jadi ketika pemerintah menukar akses sawit dengan impor jagung, yang untung perusahaan besar, yang rugi petani kecil. Ini seperti barter sepihak yang kelihatan setara di atas kertas, tapi timpang dalam kenyataan. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kata Amran di penutup di video itu, kalau kita cukup, kan tidak impor. Masuk akal sih apa kata menteri. Impor itu dilakukan karena pasokan dalam negeri dianggap kurang. Tapi ini juga menegaskan bahwa pemerintah belum siap sepenuhnya membangun sistem pertanian yang tahan banting. Kalau setiap kali produksi dalam negeri goyah sedikit langsung diatasi dengan impor, maka petani lokal akan kalah saing terus. Bahkan industri benih dan teknologi pertanian lokal pun jadi stagnan karena kalah bersaing dengan harga luar negeri.
Jadi, rencana impor gandum dari AS itu cenderung positif buat industri tepung. Tapi impor jagung punya potensi besar merusak ekosistem pertanian lokal kalau tidak disertai perlindungan dan penguatan sisi hulunya. Ekspor sawit ke AS mungkin memberi napas segar bagi sektor perkebunan besar, tapi kalau dilakukan dengan mengorbankan sektor jagung yang dipegang petani kecil, ini akan memperdalam ketimpangan dan menurunkan daya tahan pangan nasional. Impor itu sah-sah saja kalau darurat, tapi kalau dijadikan solusi jangka panjang buat barter diplomasi, maka yang akan membayar mahal adalah petani, dan pada akhirnya, kita semua.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut, silakan bergabung di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan kode: A38138
๐ Link panduan: https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini:
https://cutt.ly/ne0pqmLm
Toko Kaos Pintar Nyangkut:
https://cutt.ly/XruoaWRW
๐ Disclaimer
Konten ini bersifat informasi umum dan dibuat semata untuk tujuan edukasi. Saya bukan penasihat investasi berizin dari OJK dan tidak memiliki izin usaha atau izin perseorangan di bidang pasar modal. Konten ini bukan merupakan ajakan, penawaran, rekomendasi, atau analisis atas suatu Efek, produk, maupun layanan pasar modal.
Segala bentuk opini yang disampaikan adalah pendapat pribadi, tidak mewakili pihak manapun, dan tidak dimaksudkan untuk memengaruhi keputusan investasi.
Investor diharapkan untuk melakukan riset mandiri secara menyeluruh, atau berkonsultasi dengan penasihat investasi yang telah memiliki izin resmi dari OJK, sebelum membuat keputusan jual atau beli Efek apapun.
Saya tidak menerima kompensasi, imbalan, atau bentuk afiliasi apapun dari perusahaan efek, emiten, atau pihak ketiga lainnya dalam pembuatan konten ini, kecuali secara eksplisit dinyatakan sebaliknya.
$TAPG $BISI $INDF
1/7