imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

MEDS LK Q2 2025: Gudang Penuh, Napas yang Kian Sesak

Saya baru saja selesai membaca laporan keuangan tengah tahunan Hetzer Medical Indonesia (MEDS) untuk periode yang berakhir 30 Juni 2025. Setelah menelusuri angka-angkanya, ada sebuah perasaan ganjil yang tak mau pergi. Ini bukan sekadar cerita tentang laba dan rugi, ini adalah sebuah narasi tentang harapan yang berbenturan dengan kenyataan, tentang sebuah mesin yang terus dipaksa berputar meskipun bahan bakarnya kian menipis.

Di permukaan, ceritanya tampak muram. Penjualan anjlok drastis, dari Rp 5,4 triliun pada semester pertama 2024 menjadi hanya Rp 3,1 triliun di periode yang sama tahun ini. Ini bukan sekadar penurunan, ini adalah sebuah jurang. Laba kotor yang dulu terlihat kokoh di angka Rp 1,6 triliun kini menguap, menyisakan hanya Rp 323 juta. Akibatnya, kerugian bersih semakin dalam, mencapai Rp 3,87 triliun untuk enam bulan pertama tahun 2025. Perusahaan ini membakar uang dan tampaknya api semakin membesar.

Namun, yang paling membuat saya terdiam bukanlah kerugian itu sendiri. Dalam bisnis, kerugian adalah hal yang bisa terjadi. Yang membuat saya berhenti dan berpikir adalah apa yang saya temukan di neraca dan laporan arus kas. Di saat penjualan runtuh dan kerugian membengkak, nilai persediaan MEDS justru meningkat, dari Rp 11,2 triliun di akhir 2024 menjadi hampir Rp 12 triliun pada Juni 2025. Mayoritas dari tumpukan itu adalah barang jadi, yang nilainya melonjak dari Rp 6,5 triliun menjadi Rp 10,1 triliun. Ini sebuah paradoks. Di saat pasar seolah berkata, “Kami tidak butuh barangmu sebanyak dulu,” perusahaan justru semakin giat mengisi gudangnya. Ini seperti sebuah toko yang terus menambah stok di tengah pasar yang sepi, berharap badai pembeli akan datang entah dari mana.

Lalu muncul pertanyaan yang tak terhindarkan: dari mana uang untuk semua ini berasal? Arus kas dari aktivitas operasi menjawabnya dengan gamblang. Perusahaan tidak menghasilkan kas, malah sebaliknya, menghabiskan Rp 2,3 triliun hanya untuk menjalankan bisnisnya selama enam bulan. Tahun lalu di periode yang sama, mereka masih bisa menghasilkan kas positif sebesar Rp 2,2 triliun dari operasinya. Ini adalah pembalikan arah yang sangat berbahaya.

Jawabannya tersembunyi di bagian aktivitas pendanaan. MEDS mendapatkan napas buatan. Ada suntikan dana segar sebesar Rp 2,86 triliun. Sebagian besar berasal dari utang lain-lain kepada pihak berelasi, yang nilainya mencapai Rp 2,16 triliun. Dana ini ternyata datang dari sumber internal, yaitu Jemmy Kurniawan, Komisaris Utama sekaligus pemegang saham pengendali perusahaan. Selain itu, perusahaan juga menambah utang bank baru sebesar Rp 2 triliun pada bulan Juni 2025 untuk modal kerja. MEDS tidak berjalan dengan uang dari pelanggan, melainkan dari utang dan kantong pemiliknya.

Manajemen sendiri bahkan mengakui adanya kerugian berulang yang menimbulkan tanda tanya atas kelangsungan usaha. Mereka berjanji akan fokus meningkatkan penjualan dan efisiensi, serta menyoroti adanya surat dukungan finansial dari pemegang saham pengendali. Ini sama saja dengan mengakui bahwa perusahaan sedang berada dalam mode bertahan hidup, bergantung sepenuhnya pada kebaikan hati sang pemilik.

Melihat semua ini, saya tidak bisa tidak memikirkan sebuah analogi. MEDS seperti sebuah rumah besar yang fondasinya mulai retak. Alih-alih memperbaiki fondasi, yaitu model bisnis dan arus kas operasinya, manajemen sibuk menambah perabotan baru dan mengecat ulang dindingnya dengan dana pinjaman. Penumpukan persediaan adalah perabotan itu, sebuah pertaruhan besar yang didanai oleh utang. Jika pertaruhan ini gagal, jika tumpukan barang senilai Rp 12 triliun itu tak kunjung laku, maka bukan hanya kerugian di atas kertas yang akan dihadapi, tetapi juga krisis likuiditas yang nyata ketika utang-utang itu jatuh tempo. Termasuk utang kepada komisaris utama yang harus lunas pada akhir 2025.

Tentu, selalu ada sisi lain dari setiap cerita. Mungkin manajemen melihat peluang yang tidak terlihat dari luar. Mungkin ada kontrak besar di depan mata yang membuat penumpukan persediaan ini menjadi langkah strategis yang brilian. Namun, laporan keuangan ini tidak menceritakan hal itu. Ia hanya menyajikan fakta: sebuah perusahaan yang napasnya semakin sesak, ditopang oleh ventilator utang.

Manajemen seolah sedang membangun bahtera, menumpuk pasokan untuk perjalanan jauh. Tapi di luar, langit tampak cerah dan laut yang diharapkan tak kunjung datang. Pertanyaannya bukan lagi apakah bahtera ini bisa terapung, melainkan untuk apa ia dibangun?

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Tag : $MEDS $OMED $IRRA

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy