imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

INET LK Q2 2025: Mesin Laba, Mesin Kas yang Tersendat

Saya sering memandangi laporan keuangan seperti seseorang melihat foto lama. Di permukaan, ada senyum dan angka yang rapi. Namun jika ditatap lebih lama, ada cerita lain yang tersembunyi di sorot mata dan gestur yang janggal. Laporan keuangan interim Sinergi Inti Andalan Prima (INET) untuk paruh pertama 2025 ini adalah salah satu foto semacam itu. Di permukaan, ini adalah potret kesuksesan yang cemerlang. Pendapatan neto melesat hampir tiga kali lipat, dari Rp 15,1 miliar di pertengahan 2024 menjadi Rp 45 miliar pada periode yang sama di tahun 2025. Laba bersihnya lebih dramatis lagi, melonjak lebih dari tujuh kali lipat, dari Rp 1 miliar menjadi Rp 7,7 miliar. Di dunia yang haus akan narasi pertumbuhan, angka-angka ini adalah musik yang merdu, sebuah lagu kemenangan yang dinyanyikan dengan lantang oleh manajemen.

Tapi kemudian, mata saya beralih dari halaman laba rugi ke bagian yang lebih sunyi dan jarang disorot: laporan arus kas. Di sanalah musik itu tiba-tiba berhenti. Di balik laba Rp 7,7 miliar yang megah itu, kas bersih yang dihasilkan dari aktivitas operasi ternyata hanya Rp 425 juta. Ini bukan salah ketik. Laba miliaran rupiah di atas kertas, namun kas yang masuk ke brankas dari kegiatan bisnis inti tak lebih dari sekadar uang receh jika dibandingkan. Ini seperti melihat seorang pelari maraton yang memecahkan rekor kecepatan, tapi saat melewati garis finis ia langsung terkapar kehabisan napas. Laba adalah fotonya di garis finis, sementara arus kas adalah kondisinya yang sesungguhnya. Ada sebuah cerita yang tidak sinkron di sini.

Cerita itu bernama piutang. Ketika sebuah perusahaan menjual begitu banyak tetapi tidak kunjung mengumpulkan uangnya, piutang usaha akan membengkak. Inilah yang terjadi pada INET. Pos piutang usaha dari pihak ketiga meledak dari Rp 4,8 miliar pada akhir 2024 menjadi Rp 24,2 miliar hanya dalam enam bulan. Penerimaan kas dari pelanggan hanya Rp 25,6 miliar , jauh di bawah pendapatan Rp 45 miliar yang diakui. Ini menandakan sebuah strategi penjualan yang sangat agresif, yang mungkin lebih memprioritaskan pencatatan pendapatan daripada kesehatan arus kas. Mereka seolah membuka toko dan membiarkan banyak orang mengambil barang dengan janji "bayar nanti". Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah pertumbuhan pendapatan ini organik dan berkelanjutan, atau sekadar didorong oleh kelonggaran syarat pembayaran yang berisiko? Lebih dalam lagi, rincian piutang menunjukkan sebuah anomali. Dari total piutang Rp 24,6 miliar, sebagian besar, atau sekitar Rp 22,3 miliar, masuk dalam kategori "Lain-lain (di bawah Rp 100.000.000)". Sebuah jumlah yang luar biasa besar untuk dikumpulkan dalam pos yang tidak terperinci, berpotensi menyembunyikan konsentrasi risiko di balik selubung diversifikasi.

Lalu, jika bukan dari operasional, dari mana datangnya semua uang tunai yang membuat posisi kas perusahaan terlihat sehat, naik dari Rp 61,9 miliar menjadi Rp 95,9 miliar? Jawabannya ada di aktivitas pendanaan. Perusahaan mendapatkan suntikan dana segar sebesar Rp 68,2 miliar, hampir seluruhnya berasal dari pelaksanaan waran. Ini adalah uang dari investor, bukan dari pelanggan. Ini adalah modal eksternal yang membiayai napas perusahaan. Tentu, ini bukan hal yang buruk. Perusahaan yang sedang berekspansi butuh bahan bakar. Namun, ini menunjukkan sebuah ketergantungan. Mesin bisnis intinya belum mampu membiayai dirinya sendiri, apalagi membiayai ambisinya yang besar.

Dan ambisi itu memang tidak kecil. Arus kas untuk investasi menunjukkan pengeluaran besar sebesar Rp 34,6 miliar, terutama untuk uang muka aset tetap. Catatan kaki mengungkap cerita di baliknya: perjanjian-perjanjian strategis untuk penyediaan jaringan kabel serat optik jangka panjang, termasuk proyek prestisius Batam-Singapura dan Jakarta-Batam. Mereka juga mendirikan entitas anak baru, Internet Anak Bangsa (IAB), pada Mei 2025. Manajemen tidak sedang tidur di atas tumpukan kas dari waran itu. Mereka sedang membangun rumah yang jauh lebih besar, bertaruh pada masa depan konektivitas digital Indonesia. Ini adalah sisi optimisme dari cerita ini, sebuah visi yang berani dan langkah-langkah konkret untuk mewujudkannya. Mereka sedang mengubah modal investor menjadi aset infrastruktur yang nyata.

Di titik ini, kita disuguhkan dua narasi yang berjalan paralel. Di satu sisi, ada cerita pertumbuhan eksplosif dan ekspansi visioner yang didukung oleh kepercayaan investor. Di sisi lain, ada realitas operasional di mana mesin kas inti masih tersendat, sangat bergantung pada suntikan modal eksternal dan kebijakan piutang yang agresif. Ini adalah potret sebuah perusahaan yang sedang berlari sangat kencang, mungkin terlalu kencang. Mereka membangun fondasi untuk masa depan, tetapi dengan uang yang berasal dari antusiasme pasar, bukan dari keuntungan operasional yang solid.

Angka-angka ini tidak berbohong, tapi mereka juga tidak selalu menceritakan seluruh kebenaran. Mereka menunjukkan sebuah perusahaan yang sedang bertransformasi dengan cepat. Pertanyaannya bukanlah apakah tujuan itu layak dicapai, melainkan apakah mereka memiliki cukup napas untuk sampai ke sana.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Tag : $INET $GHON $MORA

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy