Trade Deal 19% Siapa yang Sebenarnya Diuntungkan?
Saya makin paham sekarang kenapa Danantara harus inject ke GIAA. Ternyata masuk akal setelah muncul kabar deal dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat, di mana Indonesia komit beli 50 unit Boeing-777, plus $15 miliar produk energi dan $45 miliar produk pertanian dari AS.
Kalau dilihat secara struktur, jujur saya merasa deal ini lebih banyak menguntungkan pihak Amerika.
Indonesia dikenakan tarif 19% untuk ekspor ke AS.
Sementara AS dikenakan 0% untuk ekspor ke Indonesia. Nol.
Dampaknya, ini jelas bisa jadi beban untuk neraca dagang Indonesia. Apalagi banyak emiten ekspor seperti di sektor sawit, tekstil, karet, dan pulp & paper yang jadi kurang kompetitif.
Tapi saya juga melihat ini bisa jadi bagian dari strategi jangka panjang. Dengan tarif 19% dan itu masih lebih rendah dibanding negara lain seperti Vietnam atau Thailand, seharusnya ini bisa jadi magnet buat relokasi manufaktur dari China atau negara lain ke Indonesia. Masalahnya, apakah kita bisa kasih kepastian hukum seperti yang ditawarkan Vietnam? Ini yang masih jadi pertanyaan.
Kalau hanya unggul 1% dari Vietnam tapi eksekusinya belum jelas, saya rasa investor dan pelaku industri tetap akan mikir dua kali.
Setidaknya ada satu harapan jangka pendek dari sisi pasar: Indonesia tidak masuk daftar hitam investasi global. Dengan begitu, ada peluang dana asing mulai masuk lagi secara perlahan.
Secara keseluruhan, menurut saya dalam jangka pendek ini justru jadi tekanan untuk IHSG. Jangka panjang, masih sangat tergantung pada implementasi dan kesiapan kita mengeksekusi peluang dari deal ini.
$GIAA $CASS $LSIP