imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Profit margin expansion: Pertanda perusahaan berpotensi turnaround?

Investor yang berani mengambil risiko yang cukup tinggi biasanya mencari saham yang berpotensi turnaround. Usaha untuk turnaround memang tidak banyak yang berhasil. Namun jika berhasil, potensi return-nya memang besar.

Untuk mendapatkan saham yang berpotensi turnaround, kita bisa membaca berita, hasil public expose, atau laporan tahunan. Dengan demikian, kita bisa memantau bagaimana langkah manajemen untuk membalikkan nasib perusahaan agar menjadi sehat kembali.

Namun itu baru dalam tahap cerita.

Apakah ada cara untuk mendeteksi hasilnya lebih awal dengan membaca laporan keuangannya?

Salah satu indikasi yang bisa kita perhatikan adalah membaiknya profit margin, baik itu gross profit margin, operating profit margin, ataupun net profit margin.

Apakah meningkatnya profit margin bisa diartikan sebagai tanda-tanda perusahaan akan turnaround? Dan apa kaitannya dengan konsep skala ekonomis? Mari kita telusuri lebih lanjut.

Seringkali kita menemui perusahaan yang penjualannya meningkat namun dari tahun ke tahun sepertinya susah sekali untuk mendapatkan keuntungan. Kalau pun untung, susah untuk dipertahankan di masa mendatang. Terkadang untung, terkadang rugi.

Perusahaan seperti itu bisa jadi bisnisnya belum mencapai skala ekonomis yang dibutuhkan.

Skala ekonomis terjadi saat biaya tetap tersebar ke lebih banyak unit output, sehingga biaya per unit turun saat volume penjualan meningkat. Pada level penjualan tertentu, perusahaan akan mulai mendapatkan karena nilai penjualannya telah melampaui biaya produksi dan biaya operasionalnya.

Salah satu indikasi perusahaan mulai mencapai skala ekonomis adalah ketika kenaikan penjualan juga diiringi oleh kenaikan gross profit margin.

Kok bisa gross profit margin-nya naik?

Perusahaan yang penjualannya terus meningkat sampai ke level tertentu akan bisa membeli bahan baku dengan harga lebih murah (karena membeli dalam jumlah besar).

Selain itu, volume penjualan yang tinggi juga akan membuat mesin produksi terutilisasi dengan lebih baik. Kita bisa menganalogikannya dengan bus. Biaya operasional bus relatif sama entah penumpangnya banyak atau sedikit. Jika bus hanya terisi sedikit penumpang akan rugi karena pendapatannya tidak bisa menutup biaya operasionalnya. Namun jika bus terisi penuh, operator bus akan mendapatkan keuntungan karena pendapatan dari tiket sudah melampaui biaya operasionalnya. Demikian juga dengan mesin pabrik. Semakin banyak barang yang diproduksi, biaya per unit akan semakin rendah.

Ujung-ujungnya, gross profit margin akan meningkat karena penjualan tumbuh lebih cepat dari biaya produksi.

Inilah yang disebut dengan skala ekonomis di level produksi.

Selanjutnya, dengan logika yang sama kita juga akan melihat operating profit margin meningkat seiring dengan kenaikan penjualan dan kenaikan laba bruto. Pada perusahaan yang sedang berusaha untuk melakukan turnaround, selain ditopang oleh kenaikan penjualan, umumnya kenaikan operating profit margin juga merupakan hasil dari efisiensi biaya.

Sampai di sini, ada beberapa poin penting yang bisa kita simpulkan:

1. Perusahaan akan mendapatkan keuntungan jika telah mencapai skala ekonomis.

2. Skala ekonomis bisa tercapai jika penjualan telah sampai ke level tertentu sehingga profit margin berada di zona positif.

3. Oleh karenanya, salah satu indikasi perusahaan mulai mengarah ke skala ekonomis adalah terus membaiknya profit margin sehingga berpotensi untuk turnaround.

Mungkin dengan beberapa study case akan memperjelas pembahasannya.

Case 1 - $AUTO (2021)

Pemicu dari anjloknya kinerja AUTO adalah Pandemi. Sepertinya memang banyak emiten mengalami hal serupa saat ini. Yang menarik adalah bagaimana proses turnaround (atau pemulihan) AUTO terjadi.

Pada tahun 2020:
- Penjualan turun dari 15,4 triliun pada tahun 2019 menjadi hanya 11,3 triliun pada Q1 2021 (ttm)
- Dalam kurun waktu yang sama, gross profit margin menyusut dari 14,2% menjadi 12,7%. Sementara itu operating profit margin turun dari 3,5% menjadi hanya 0,5%.
- Laba bersihnya? Jangan ditanya lah.

Proses pemulihan:
- Efisiensi besar-besaran telah menurunkan biaya operasional dari 1,7 triliun pada tahun Q1 2020 (ttm) menjadi hanya 1,4 triliun pada Q1 2021 (ttm).
- Pada Q3 2021, penjualan mulai pulih dan terus meningkat setelahnya.
- Pulihnya penjualan seiring dengan efisiensi biaya membuat gross profit margin mulai pulih pada Q2 2022
- Perkembangan gross profit margin (GPM) dan operating profit margin (OPM) setelah mulai pulih adalah sebagai berikut

Q1 2022 (ttm): GPM 12,2%, OPM 1,2%
Q2 2022 (ttm): GPM 12,6%, OPM 1,6%
Q3 2022 (ttm): GPM 13,6%, OPM 2,6%
Q4 2022 (ttm): GPM 14,5%, OPM 5,1%
Q1 2023 (ttm): GPM 15,4%, OPM 5,9%
Q2 2023 (ttm): GPM 15,7%, OPM 6,5% (bahkan lebih tinggi daripada pra pandemi)

Tren peningkatan GPM & OPM AUTO ini adalah sebuah contoh klasik proses pemulihan kinerja bisnis. Kita pun bisa melihat bagaimana harga sahamnya terus merangkak naik.

Case 2 - $ADES (2017)

Sebelum tahun 2017, kita bisa melihat bahwa kinerja ADES biasa-biasa saja. Namun kondisi mulai berubah setelah itu.

ADES mulai melakukan efisiensi biaya pada sehingga biaya operasional terus menurun dari 383 miliar pada tahun 2016 menjad hanya 288 miliar pada tahun 2019. Hal ini terus berlanjut saat Pandemi. Biaya operasional terus turun hingga hanya sebesar 166 miliar pada tahun 2021.

Yang menarik adalah walaupun selama kurun waktu tersebut penjualan ADES bisa dibilang stagnan, efisiensi yang agresif menyebabkan operating profit margin terus meningkat dari hanya 8,6% pada tahun 2016 menjadi 34,7% pada tahun 2021.

Terlihat bahwa dalam usahanya untuk melakukan turnaround, manajemen ADES memfokuskan terlebih dahulu pada efisiensi biaya.

Tidak kalah pentingnya, utang ADES juga menurun drastis dari 232 miliar pada Q1 2018 menjadi hanya 6 miliar pada Q2 2020.

Mulai meredanya Pandemi yang dibarengi oleh perbaikan strategi marketing membuat penjualan ADES mulai meningkat secara konsisten setelah itu.

Jika kita runut ke belakang:

2016: Penjualan 888 miliar, OPM 8,6%, NPM 6,3%
2017: Penjualan 814 miliar, OPM 8,3%, NPM 4,7%
2018: Penjualan 804 milar, OPM 10,4%, NPM 6,6%
2019: Penjualan 834 miliar, OPM 15,4%, NPM 10,0%
2020: Penjualan 673 miliar, OPM 26,2%, NPM 20,2%
2021: Penjualan 935 miliar, OPM 34,7%, NPM 28,4%
2022: Penjualan 1,3 triliun, OPM 34,2%, NPM 28,3%
2023: Penjualan 1,5 triliun, OPM 31,7%, NPM 25,6%

Terlihat bahwa selain karena meredanya pandemi, keberhasilan turnaround ADES didorong oleh efisiensi biaya, efektivitas strategi marketing serta penurunan jumlah utang yang signifikan.

Jika kita rangkum tahapannya:

2017-2021 à Efisiensi biaya operasional
2018 – 2020 à Penurunan jumlah utang
2021 – 2023 à Promosi agresif untuk meningkatkan penjualan

Hasilnya ya seperti kita ketahui bersama. Laba bersih dan harga sahamnya terus meningkat secara signifikan selama proses turnaround berlangsung.



Case 3 - $AISA (2021)

Setelah kinerjanya anjlok pada tahun 2018, AISA membutuhkan beberapa waktu untuk mulai bangkit.

Usaha efisiensi, perbaikan rantai pasokan serta peningkatan produktivitas (peremajaan mesin produksi) membuat gross profit margin meningkat dari 22% pada tahun 2021 menjadi 37% pada tahun 2024. Demikian pula dengan operating profit margin yang membaik dari -4% pada tahun 2021 menjadi 7% pada tahun 2024.

Sementara itu, utang turun drastis dari 3,6 triliun pada tahun 2019 menjadi hanya 303 miliar pada tahun 2021.

Jika kita lihat prosesnya dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut:

2019 : Sales 1,5 triliun, GPM 30%, OPM -6%
2020: Sales 1,3 triliun, GPM 25%, OPM -13%
2021: Sales 1,5 triliun, GPM 22%, OPM -4%
2022: Sales 1,8 triliun, GPM 26%, OPM -2%
2023: Sales 1,7 triliun, GPM 33%, OPM 6%
2024: Sales 1,9 triliun, GPM 37%, OPM 7%

Terlihat bahwa penjualan, GPM, dan OPM cenderung terus meningkat sejak tahun 2022.

Catatan akhir:

1. Untuk mendeteksi potensi turnaround, bukan hanya penjualan dan laba usaha yang meningkat namun juga profit margin-nya.

2. Walaupun bisa menjadi salah satu indikasi perusahaan yang berpotensi turnaround atau pulih bisnisnya, tidak selalu kenaikan profit margin akan memberikan gambaran yang utuh. Sebagai contoh, gross profit margin bisa saja meningkat karena perusahaan menaikkan harga jual dan bukan karena peningkatan volume penjualan.

3. Pada perusahaan yang sedang mencoba untuk bangkit, pertumbuhan penjualan tidak selalu menjadi indikator yang baik untuk menilainya. Jika perusahaan tidak bisa mengelola operasionalnya dengan baik, bisa saja pertumbuhan penjualan tidak akan diikuti oleh pertumbuhan laba usaha dan laba bersih karena biaya operasional tumbuh lebih cepat daripada penjualannya. Pada akhirnya perusahaan akan kembali tenggelam pada permasalahan yang sama seperti sebelumnya.

Sekian dulu untuk hari ini. Semoga kita semua bisa menjadi investor yang lebih baik.

Disclaimer: Tulisan ini adalah media edukasi dan bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham. Segala kerugian sebagai akibat dari penggunaan informasi pada tulisan ini bukan menjadi tanggung jawab penulis. Selalu kerjakan PR mu.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy