Apakah UW Bisa Dapat Harga IPO Murah?
Pertanyaan salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau kamu lagi kepikiran ikut IPO karena denger kabar saham baru yang katanya oversubscribe 10x, listing-nya tanggal cantik, terus dikawal sekuritas lokal yang katanya berpengalaman, tunggu dulu. Sebelum buru-buru klik pesan di e-IPO, ada baiknya kamu ngerti dulu gimana sebenarnya proses di balik layar itu bekerja. Karena dalam banyak kasus, cerita IPO yang kamu lihat di brosur bisa beda jauh dengan realitas di balik panggung. Apalagi kalau underwriter-nya bukan pemain besar. Di sinilah sering muncul istilah IPO jebakan dan salah satu pihak kunci dalam drama ini adalah underwriter atau UW alias si penjamin emisi. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Biar gampang, kita mulai dari pertanyaan mendasar. Apakah UW beli saham di harga yang sama dengan publik? Jawabannya iya, resmi dan legalnya seperti itu. Dalam IPO Indonesia yang pakai skema full commitment dan itu wajib buat IPO di BEI, UW harus beli sisa saham yang tidak dibeli publik di harga yang sama persis dengan harga IPO. Jadi kalau harga IPO-nya ditetapkan di Rp180, UW beli di Rp180 juga. Tidak ada potongan, tidak ada harga spesial. Itu sudah standar dan tercantum jelas di prospektus. Bahkan dalam Peraturan BEI dan POJK No 41 POJK 04 2020 tidak ada celah buat UW beli lebih murah dalam IPO perdana.
Tapi di balik kertas itu, praktik pasar kadang beda cerita. Dalam beberapa kasus, UW bisa saja seolah-olah beli di harga yang lebih murah lewat skema tidak resmi yang dikenal sebagai fund flow. Ini bukan bagian dari kontrak IPO tapi lebih ke kompensasi di belakang yang disamarkan sebagai biaya konsultasi, fee proyek, advisory service, atau lewat transaksi vendor. Misalnya emiten transfer dana Rp20-30 miliar ke entitas afiliasi UW sebelum atau sesudah IPO dan itu dianggap bayaran tak langsung atas risiko menyerap saham sisa.
Sekarang bayangkan kalau sahamnya langsung ARB atau Auto Reject Bawah di hari pertama. Apa UW bisa langsung jual dan cut loss kayak investor retail? Jawabannya tidak bisa. Saham sisa yang dibeli UW baru masuk ke rekening mereka dua hari setelah tanggal penjatahan atau T+2. Jadi kalau di hari pertama harga langsung amblas, UW cuma bisa nonton. Bahkan kalaupun sudah pegang sahamnya, belum tentu bisa jual karena sering kali saham yang mereka pegang kena lock-up atau volume bid-nya minim. Jadi cut loss bukan pilihan. Mereka cuma bisa stuck dan berharap harga balik naik. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Lalu gimana sih mekanisme UW menyerap saham sisa itu? Gampangnya gini, kalau emiten menawarkan 1 miliar saham di harga Rp180, targetnya ya Rp180 miliar. Tapi ternyata saat bookbuilding selesai, publik cuma beli 300 juta saham alias Rp54 miliar. Artinya ada 700 juta saham sisa atau Rp126 miliar yang harus dibeli UW. Ini bukan tawaran, tapi kewajiban. Tidak ada cerita UW bisa mundur. Uangnya beneran harus keluar. Kalau UW kecil dan dananya terbatas, mereka biasanya minta bantuan internal, bisa lewat sindikasi atau minta tolong emiten secara diam-diam buat bantu nutupin. Di sinilah sering muncul skema-skema bawah meja tadi.
Sekarang pertanyaan pentingnya apakah UW bisa rugi? Jelas bisa banget. Kalau harga saham yang mereka serap terus turun, nilai portonya juga ikut turun. Misalnya UW nyerap 700 juta saham di Rp180 setara Rp126 miliar. Tapi harga di pasar cuma Rp145. Artinya nilai pasar tinggal Rp101,5 miliar. Rugi mengambang Rp24,5 miliar. Sementara fee penjaminan biasanya cuma 2%-3% dari total nilai IPO. Kalau IPO-nya Rp180 miliar, fee UW maksimal Rp5,4 miliar. Masih jauh dari nutupin kerugian. Jadi kalau tidak ada backup dari emiten atau tidak dapat proyek lanjutan, UW-nya benar-benar nyangkut.
Tapi UW juga bisa tetap untung meski harga saham jatuh. Misalnya
1. Publik menyerap hampir seluruh saham, jadi sisa yang diserap UW cuma sedikit
2. UW dapat proyek lanjutan dari emiten, seperti rights issue atau obligasi
3. Ada fund flow dari emiten ke UW via skema legal yang dirancang biar kelihatan bersih
4. Saham rebound beberapa hari atau minggu setelah listing
Sekarang kita masuk ke kasus nyata yang disamarkan. Ambil contoh IPO perusahaan dengan kode saham P yang listing di BEI Juli 2025. Harga IPO-nya Rp124, total saham ditawarkan 1,16 miliar lembar. Tapi berdasarkan info publik, ternyata yang diserap publik cuma sekitar 25% alias 290 juta lembar. Sisanya 870 juta lembar saham wajib diborong oleh UW, dalam hal ini sebuah sekuritas dengan inisial BarbeQue. Hari pertama saham langsung ARB ke Rp105 dan tidak ada antrian beli. Hari kedua juga sama. Kalau harga tetap turun dan tidak ada rebound, UW berpotensi mengalami floating loss sekitar Rp16-18 miliar. Padahal fee penjaminannya tidak lebih dari Rp4 miliar. Dalam forum investor muncul spekulasi kalau BarbeQue harus minta bantuan dana dari emiten untuk nutup kewajiban. Tidak disebutkan dalam dokumen resmi tapi begitulah gaya main belakang layar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
IPO lain yang mirip adalah perusahaan dengan kode UDG dan PCK, yang juga sempat listing dengan gaya optimis, valuasi tinggi, narasi masa depan cerah, tapi langsung nyungsep sejak hari pertama. Sama seperti P, publik nyerap sedikit, UW kecil harus nyerap besar, dan harga terus longsor. Dalam kasus-kasus ini, distribusi saham cenderung merata ke banyak akun kecil dengan nominal seragam, indikasi kuat adanya nominee atau proxy. Dan kalau kamu lihat laporan keuangan emiten sebelum IPO, tiba-tiba ada lonjakan besar di pos uang muka pembelian aset, padahal tidak jelas tanahnya di mana, proyeknya apa, dan realisasinya kapan. Ini salah satu sinyal kuat fund flow.
Akhirnya IPO yang dari luar kelihatan rapi, legal, sukses, bisa saja cuma pertunjukan. Data penyerapan investor kelihatan bagus karena dana muter. Laporan keuangan tidak ngasih tanda bahaya karena semua invoice lengkap. Dan harga IPO kelihatan wajar karena sudah dikondisikan lewat valuasi manis dari sekuritas. Tapi begitu saham listing, demand asli tidak ada. Saham langsung jatuh, UW kejebak, dan investor publik yang telat masuk jadi korban terakhir. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Jadi kalau kamu mau masuk ke IPO, jangan cuma lihat harga dan prospektus. Cek juga siapa underwriternya. UW besar kayak Mandiri Sekuritas, BCA Sekuritas, Danareksa itu jarang mau main di IPO gorengan. Ini soal reputasi. Tapi UW kecil yang IPO-nya banyak tapi semuanya anjlok, itu layak dicurigai. Buka laporan keuangan emiten sebelum IPO, lihat ada tidak pos uang muka yang tiba-tiba naik tajam. Lihat juga distribusi saham pasca IPO, apakah ribuan akun ritel itu beneran investor atau cuma akun dummy.
Karena di dunia pasar modal, yang paling akhir tahu skenario sebenarnya adalah ritel. Dan kalau kamu tidak hati-hati, kamu bukan lagi bagian dari IPO yang menjanjikan masa depan, tapi kamu jadi pemegang saham sisa yang tidak laku, dibungkus rapi, dan dititipkan ke publik lewat panggung yang disebut e-IPO. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$PMUI $CDIA $COIN
1/8