Cash burning company: Sebuah kondisi yang menyimpan banyak cerita
Bayangkan sebuah mobil mewah dengan cat yang berkilau dan mesin yang bertenaga. Sayangnya tidak peduli sehebat apa mesinnya, mobil itu takkan melaju jika bensinnya habis.
Bagi suatu perusahaan, cash flow adalah bensin bagi bisnisnya. Tanpa adanya asupan cash flow, perusahaan tidak akan dapat beroperasi dengan sempurna. Sebagus apa pun produknya, secanggih apa pun teknologi yang dimiliki, atau setinggi apa pun angka laba yang dipajang di laporan keuangan, tanpa arus kas yang sehat, sebuah bisnis hanya menunggu waktu untuk tersandung.
Jika suatu perusahaan menghabiskan uang lebih cepat daripada kemampuannya untuk menghasilkan uang dari bisnisnya maka perusahaan tersebut dikatakan melakukan cash burning atau meminjam pepatah lama, lebih besar pasak daripada tiang. Sama seperti kita juga, apabila pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, maka kita akan mendapatkan masalah di kemudian hari.
Terdapat dua indikator yang memberikan petunjuk tentang kekuatan napas sebuah bisnis, yaitu operating cash flow dan working capital.
- Operating cash flow (OCF) mencerminkan kemampuan operasional perusahaan dalam menghasilkan arus kas. Operating cash flow adalah indikator riil apakah bisnis menghasilkan uang dari aktivitas utamanya.
- Working capital (WC) = current assets - current liabilities mengukur likuiditas jangka pendek dan kesehatan keuangan perusahaan.
Perusahaan yang laba bersihnya positif belum tentu operating cash flow-nya juga positif. Pendapatan dicatat ketika terjadi penjualan. Namun apabila pembayarannya secara kredit, tidak ada cash flow yang masuk. Penjualan tersebut akan tercatat ke dalam account receivable (piutang usaha) dan tidak menambah cash flow.
Sebagai contoh katakanlah perusahaan membukukan penjualan secara kredit sebesar Rp 10 miliar. Setelah dikurangi dengan segala macam biaya, didapatkan laba bersih sebesar Rp 1 miliar. Perusahaan akan mencatat laba bersihnya adalah sebesar Rp 1 miliar. Karena penjualannya secara kredit, maka tidak ada cash flow yang masuk. Kasus tersebut memang cukup ekstrim karena biasanya tidak semua penjualan dilakukan secara kredit. Meskipun begitu, kita mengetahui bahwa laba bersih yang tinggi tidak menjamin bahwa cash flow perusahaan sehat. Analisis terhadap cash flow akan membantu kita untuk mendeteksi apakah suatu perusahaan berpotensi menjadi cash burner.
Aspek lainnya yang dapat membantu kita untuk mendeteksi adanya cash burning adalah working capital. Working capital adalah selisih antara current asset dengan current liabilities atau biasa disebut dengan modal kerja. Idealnya, suatu perusahaan memiliki working capital positif yang memberikan indikasi bahwa perusahaan tersebut akan mampu memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya. Perusahaan yang memiliki working capital negatif tentu saja harus berusaha untuk mencari dana segar untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Sumber dana yang paling sehat tentu saja adalah operating cash flow.
Berdasarkan operating cash flow dan working capital, kita dapat mengkategorikan perusahaan menjadi empat jenis:
1. Operating cash flow (+) dan working capital (+) Aman namun bisa berubah jadi berbahaya
Emiten dengan kondisi ini umumnya bisa dikategorikan aman. Working capital yang positif mengindikasikan perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan baik. Jika dikombinasikan dengan operating cash flow yang positif, perusahaan akan bisa terus menambah posisi kasnya dari waktu ke waktu. Namun tentu saja kita tetap harus memantau investing cash flow dan financing cash flow yang mempengaruhi keseluruhan cash flow dan banyak dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan tentang pembiayaan modal rencana ekspansinya.
Case - $PBID (LK FY 2024)
Operating cash flow: +500 miliar
Working capital: +1,7 triliun
Dengan operating cash flow dan working capital yang positif, likuiditas PBID terlihat cukup aman. Walaupun begitu bukan berarti tidak ada ancaman yang bisa mengubahnya. PBID berada di industri plastik yang bisa terdampak regulasi lingkungan, harga bahan baku, dan tren pengurangan penggunaan plastik.
2. Operating cash flow (-) dan working capital (+) Potential cash burner
Working capital yang positif memberi ruang bernapas untuk sementara walaupun operating cash flow negatif. Oleh karenanya, kita juga harus mencari tahu dan memantau apakah operating cash flow akan bisa berbalik positif di masa mendatang. Jika terus menerus negatif, lama kelamaan working capital akan terus menurun dan menjadi negatif sehingga perusahaan akan menjadi cash burner.
Case - $BUKA (LK FY 2022)
Operating cash flow: -632 miliar
WC: +Rp 21 triliun
BUKA burning money agar bisa meningkatkan pangsa pasar dengan didukung oleh modal kerja yang positif sebagai hasil dari IPO. Problemnya adalah belum cukup besarnya skala ekonomi ditambah dengan monetisasi yang masih lemah di tengah kompetisi yang sangat ketat menyebabkan operating cash flow negatif.
Kabar baiknya, jika kita pantau dari waktu ke waktu terlihat bahwa operating cash flow terus membaik.
2021: -1.409 miiar
2022: -632 miliar
2023: +41 miliar
2024: +331 miliar
Sementara itu, walaupun terus menurun, working capital BUKA konsisten bernilai positif. Jika kita perhatikan lebih lanjut, menurunnya working capital diakibatkan oleh agresivitas BUKA dalam menambah investasinya (Allo Fresh Indonesia, Belanja Online Streaming, Irresbonavenue Selaras Sukses, dll).
Pertanyaannya tentu saja: Apakah investasi BUKA akan memberikan keuntungan yang memuaskan? Waktu yang akan menjawabnya.
3. Operating cash flow (+) dan working capital (-) Bisa jadi indikasi awal pemulihan
Pada beberapa kasus, kondisi seperti ini memang bisa menjadi tanda-tanda pulihnya bisnis.
Case - PTSP (LK FY 2024)
OCF: +83 miliar
WC: -22 miliar
Pandemi yang terjadi pada tahun 2020 memang merontokkan kinerja PTSP. Operating cash flow terus menukik ke bawah dan menyeret working capital yang sebelumnya positif (meskipun tipis) ke zona negatif.
Namun kondisi ini tidak berlangsung lama. Pada kuartal ketiga tahun 2020, operating cash flow PTSP mulai meningkat kembali sehingga working capital-nya juga mulai meningkat. Apakah working capital akan bisa bernilai positif di masa mendatang?
Yang harus diwaspadai, mengingat persaingan bisnis fried chicken semakin ketat dengan hadirnya para pemain baru di berbagai segmen, tren ini bisa berubah dengan cepat jika PTSP tidak bisa melakukan diferensiasi produk dan layanannya.
Catatan: Analisis akan bisa sangat berbeda jika suatu perusahaan memiliki model bisnis tertentu dengan kas masuk yang cepat dan kontinyu. Kondisi ini menyebabkan perusahaan bisa mempertahankan working capital negatif. Sebagai contoh, kita bisa melihat fenomena ini pada beberapa perusahaan telco.
4. Operating cash flow (-) dan working capital (-) Kondisi berbahaya yang tidak boleh berlangsung terus menerus
Case - $GMFI (LK FY 2020)
Operating cash flow: -USD 116 juta
Working capital: -USD 171 juta
Bisnis GMFI di industri penerbangan juga sangat terpukul oleh Pandemi. Frekuensi penerbangan yang merosot tajam akibat PSBB menyeret turun kinerja GMFI. Operating cash flow dan working capital yang positif pada tahun 2019 langsung berubah 180 derajat pada tahun 2020. Walaupun sudah menambah pendanaan melalui pinjaman serta menekan akitivitas investasi, operating cash flow yang negatif menyebabkan kas GMFI merosot drastis dari USD 28 juta pada tahun 2019 menjadi hanya USD 9 juta pada tahun 2020. Tak ayal hal ini menyebabkan working capital GMFI memasuki zona negatif.
Walaupun sejak tahun 2021 operating cash flow mulai membaik dan konsisten bernilai positif, GMFI masih belum bisa mengembalikan working capital ke teritori positif hingga tahun 2024. Walaupun begitu, apakah dengan tren operating cash flow yang selalu bernilai positif akan mengubah kondisi ini?
Disclaimer: Tulisan ini adalah media edukasi dan bukan ajakan untuk membeli atau menjual suatu saham. Segala kerugian sebagai akibat dari penggunaan informasi pada tulisan ini bukan menjadi tanggung jawab penulis.