Ketika Syariah Dijadikan Etalase
Saya selalu curiga setiap kali perusahaan bilang mereka membangun “ekosistem”. Kata itu sering dipakai untuk menutupi hal sederhana: mereka ingin mengendalikan seluruh rantai, dari hulu sampai hilir. Dan itulah yang saya lihat di sini, kerja sama antara Hartadinata Abadi (HRTA), anak usahanya Gadai Cahaya Dana Abadi (GCDA), dan Bank Syariah Indonesia (BRIS) dalam proyek BSI Gold.
Sekilas ini terdengar seperti langkah besar: HRTA sebagai penjual emas batangan, BRIS sebagai pembeli dan distributor, lalu GCDA sebagai penyedia jasa penitipan. Rapi, simetris, dan terdengar sinergis. Tapi kalau dibuka lapis demi lapis, sebenarnya ini bukan sesuatu yang benar-benar baru. Ini hanya cara baru membingkai ulang bisnis emas yang itu-itu juga: jual beli, cicil, lalu gadai.
Hartadinata paham bahwa menjual emas fisik hari ini bukan lagi bisnis yang mewah. Margin makin tipis, kompetitor makin banyak, dan pemain-pemain besar seperti Aneka Tambang (ANTM) sudah lebih dulu dikenal luas dan dipercaya masyarakat. Jadi daripada bersaing di depan, mereka pilih membangun pagar dari belakang. Masuk lewat kepercayaan. Dan BRIS, bank syariah dengan jaringan dan legitimasi yang kuat, jadi kendaraan yang pas untuk itu.
Saya tidak bilang ini buruk. Justru dari sisi positioning, ini langkah cerdas. Siapa pun tahu, menjual emas dari rak sendiri tidak semenarik menjualnya dari etalase bank. Tapi tetap ada yang mengganjal. Branding “emas syariah” memang menarik untuk segmen tertentu, tapi apakah cukup kuat untuk bersaing dengan reksadana pasar uang yang lebih cair, atau saham-saham teknologi yang lebih menjanjikan imbal hasil? Saya ragu anak muda hari ini bangun pagi lalu mikir, “Aku mau beli logam mulia gram demi gram karena MUI bilang halal.”
Lalu ada GCDA, anak usaha HRTA yang dapat peran sebagai penitip emas. Ya, ini efisien. Tapi juga artinya semua jalur emas ini terkunci dalam satu rumah. Dan investor tahu betul, ketika semuanya terlalu dekat, kadang transparansi jadi kabur. Mana yang untung besar? Mana yang nanggung risiko? Tidak selalu mudah dipilah.
Dan satu detail yang sengaja dilewatkan: tidak ada nilai kerja sama yang diumumkan. Mungkin karena belum signifikan. Atau mungkin memang bukan itu yang penting, yang penting kesannya dulu, dampaknya nanti. Tapi sebagai investor, saya lebih suka tahu angka daripada narasi.
Dari sisi BRIS, kerja sama ini mungkin hanya satu bab kecil dari strategi besar mereka. Mereka ingin jadi supermarket produk keuangan syariah. Cicil emas, titip emas, gadai emas, semuanya jadi jalan untuk menarik dana murah dari masyarakat. Namun meski tumbuh 60 persen dalam setahun dari sisi transaksi, kontribusinya terhadap laba masih relatif kecil.
Akhirnya saya lihat proyek ini bukan tentang emas. Ini tentang persepsi. Tentang bagaimana menyusun potongan yang tampak religius, terintegrasi, dan modern dalam satu kemasan yang bisa dijual ke pasar. Kalau berhasil, ini bisa jadi contoh sinergi vertikal yang elegan. Tapi kalau hanya berhenti di seremoni dan stiker halal, maka ini cuma cara lain menjual emas yang sama dengan cerita yang dibungkus lebih rapi.
Dan saya kira, investor tidak lagi butuh cerita rapi. Kita butuh cerita yang jujur.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Portofolio pilihan, bukan euforia pasar: https://cutt.ly/QrWXKQVP
$HRTA $BRIS $ANTM