imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

CHEK: Diagnostik Lama, Harapan Baru, Tapi di Harga Berapa?

Jika LABS adalah adik flamboyan yang tampil mencolok di lantai bursa tahun lalu, maka CHEK adalah kakaknya yang lebih kalem namun berpengalaman. PT Diastika Biotekindo Tbk bukan pendatang baru dalam industri alat kesehatan. Berdiri sejak 1989, perusahaan ini sudah terbiasa bergumul dengan PCR dan mesin Next-Gen Sequencing bahkan sebelum banyak orang tahu bedanya COVID dengan influenza. Tapi pasar tak lagi membayar sekadar rekam jejak. Kini, ia dituntut menjual masa depan.

Dengan melepas 815 juta saham di harga IPO Rp128, valuasi CHEK secara kasar mencerminkan PER sekitar 34 kali dari laba 2024. Sebuah harga yang cukup tinggi untuk perusahaan yang mengandalkan pertumbuhan 10 hingga 20 persen dan margin tipis dari bisnis distribusi. Tidak ada R&D eksklusif, tidak ada produk paten, tidak ada pendapatan berulang seperti layanan laboratorium. Yang ada hanya hubungan erat dengan merek global, akses ke tender pemerintah, dan portofolio produk dengan kandungan lokal tinggi.

Pertanyaannya: apakah itu cukup?

Katalis jangka pendek memang tersedia. CHEK tengah menanti hasil tender Kemenkes senilai lebih dari Rp100 miliar, mulai dari SIHREN hingga InPLUS. Jika dimenangkan, lonjakan pendapatan bisa menyulap kinerja 2025. Tapi kita tahu, proyek pemerintah bukan tambang emas tanpa risiko. Margin ditekan, pembayaran kerap tertunda, dan tidak semua distributor mendapat kontrak berulang. Jika gagal, pembakaran kas bisa dimulai sejak paruh kedua tahun ini.

Hubungan afiliasi dengan LABS (UBC Medical) pun seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, membuka peluang sinergi dalam ekosistem alat dan layanan kesehatan. Di sisi lain, memunculkan kekhawatiran akan potensi konflik kepentingan, terutama jika terjadi transaksi antarperusahaan yang sulit diaudit secara objektif.

Sisi positifnya, neraca CHEK cukup sehat. Ekuitas dominan, utang relatif ringan. Dana hasil IPO sepenuhnya akan digunakan sebagai modal kerja, tanpa beban belanja modal besar atau pelunasan utang jangka panjang. Tapi perlu diingat, modal kerja dalam bisnis distribusi ibarat bahan bakar bagi truk logistik: penting agar bisa bergerak, tetapi tidak menjamin sampai ke tujuan.

Lalu bagaimana nasib pemegang saham publik?

CHEK memang bukan saham gorengan. Tapi itu tidak menjamin ia bebas dari panasnya spekulasi pasar. Dengan porsi kepemilikan publik 20 persen dan eksposur terhadap proyek pemerintah, saham ini berpotensi menjadi bahan permainan dalam bulan pertama. Namun di balik euforia pencatatan perdana, investor harus bertanya: “Jika semua katalis sudah dihargai di IPO, apa yang tersisa sebagai potensi kenaikan?”

Karena pada akhirnya, membeli CHEK di harga premium sama artinya dengan menaruh kepercayaan penuh pada eksekusi manajemen. Sayangnya, ini adalah penawaran umum perdana, bukan ujian tengah semester. Rekam jejak masa lalu saja tidak cukup. Pasar ingin konsistensi, bukan sekadar potensi.

Pasar sering terbuai oleh kata “bioteknologi”, padahal CHEK sejatinya adalah pedagang alat diagnostik dengan lisensi dan jaringan distribusi. Bukan pencipta teknologi, bukan pemilik paten. Di sinilah jebakan euforia mengintai: investor terpukau oleh label saintifik, lalu membayar harga startup untuk perusahaan distribusi.

Pertanyaan yang seharusnya diajukan bukan: “Apakah CHEK bisa tumbuh 20 persen?”
Melainkan: “Berapa banyak dari itu yang sudah kamu bayar di harga IPO?”

Dan jika jawabannya adalah: “Semuanya,” maka yang tersisa hanyalah risiko.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Portofolio pilihan, bukan euforia pasar: https://cutt.ly/QrWXKQVP

$CHEK $LABS $PRDA

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy