imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$PGEO: Dari Perut Bumi Menuju Masa Depan Energi Indonesia

Listrik tidak lahir dari angin surga. Ia berasal dari tempat-tempat paling gelap dan dalam, perut bumi, misalnya. Dan di sanalah Pertamina Geothermal Energy (PGEO) menancapkan kukunya, diam-diam tapi pasti, menjadi pionir energi panas bumi di Indonesia. Portofolio pilihan, bukan euforia pasar: https://cutt.ly/QrWXKQVP

Baru-baru ini, PGEO resmi mengoperasikan PLTP Lumut Balai Unit 2 berkapasitas 55 MW di Sumatera Selatan. Sekilas tampak kecil, padahal ini menggandakan kapasitas Lumut Balai menjadi 110 MW dan mendorong total kapasitas operasional PGEO menjadi 727,5 MW. Bila dihitung bersama proyek-proyek kerja sama, kontribusi PGEO terhadap panas bumi nasional kini mencapai 1.887 MW. Ini bukan sekadar ekspansi, melainkan pernyataan posisi bahwa mereka serius ingin menjadi penguasa energi dari perut bumi.

Tambahan 55 MW ini bukan sekadar angka. Dengan faktor kapasitas tinggi dan kestabilan pembangkit, Unit 2 mampu menghasilkan sekitar 481 GWh listrik per tahun, cukup untuk menerangi sekitar 400 ribu rumah. Lebih dari itu, operasinya menyelamatkan atmosfer dari 280 ribu ton emisi CO₂ tiap tahun. Di dunia yang makin menjadikan ESG sebagai tolok ukur utama investasi, PGEO punya modal alami berupa energi bersih, konsisten, dan bisa diandalkan.

Namun tentu bukan berarti semuanya mulus. Laporan keuangan 2024 mencatat pendapatan sebesar USD 407 juta, tapi laba bersih dan EBITDA sedikit tertekan. Bukan karena pelemahan bisnis, melainkan keputusan strategis untuk mengebut ekspansi. Proyek seperti Hululais Unit 1 dan 2 serta eksplorasi di area baru menunjukkan bahwa PGEO rela mengorbankan margin jangka pendek demi lonjakan jangka panjang. Targetnya pun ambisius, yaitu kapasitas mandiri 1 GW dalam dua hingga tiga tahun, dan 1,7 GW pada 2033. Dengan dukungan regulasi dan komitmen energi hijau dari pemerintah, ini adalah rencana yang bukan hanya realistis, tapi juga relevan.

Indonesia sendiri menyimpan sekitar 40 persen potensi panas bumi dunia, namun baru 10 persen yang dimanfaatkan. Ibarat punya ATM berisi emas, tapi baru satu dari sepuluh lacinya yang dibuka. Pemerintah menargetkan 5,2 GW kapasitas geothermal pada 2034, artinya pasar ini masih sangat terbuka. Di tengah pemain seperti Star Energy, PLN, Geo Dipa, dan Supreme Energy, PGEO sudah melangkah lebih awal. Mereka punya rekam jejak eksekusi, portofolio proyek, dan sokongan penuh dari holding BUMN.

Menariknya, beberapa emiten lain juga mulai masuk ke sektor ini. PT Barito Renewables Energy ($BREN), misalnya, melalui anak usahanya Star Energy, terus membangun posisi sebagai pemain geothermal swasta terbesar. Kalau PGEO tampil sebagai representasi kekuatan negara yang terstruktur, maka BREN mencerminkan agresivitas swasta yang gesit. Keduanya seperti dua kutub berbeda yang sama-sama menyasar puncak industri energi hijau.

Sementara itu, PT Bukit Asam ($PTBA) juga mulai bergerak. Meski basis bisnisnya tetap batubara, arah barunya mulai terlihat, yaitu investasi di pembangkit surya dan proyek panas bumi. Transisinya belum secepat PGEO atau BREN, tapi arahnya sudah jelas. Tidak tertutup kemungkinan kolaborasi dengan PGEO di masa depan, mengingat keduanya berada dalam ekosistem energi nasional dan menyadari bahwa dominasi batubara ada batasnya.

Model bisnis PGEO pun tidak berhenti di pembangkit. Di balik itu ada potensi monetisasi kredit karbon, peringkat ESG global yang impresif, dan posisi strategis dalam peta transisi energi Indonesia. Ke depan, nilai perusahaan energi tidak lagi hanya ditentukan oleh berapa besar listrik yang mereka hasilkan, tapi juga seberapa bersih dan berkelanjutan cara mereka melakukannya.

Tentu geothermal bukan tanpa tantangan. Lokasinya harus tepat, biaya awal tinggi, dan ada risiko geologi tertentu. Tapi di negeri dengan 127 gunung api aktif, tantangan seperti itu justru menjadi peluang, asal digarap dengan teknologi dan pendekatan yang benar.

Bagi investor jangka panjang, PGEO adalah saham yang tumbuh dari kedalaman bumi dan menjanjikan masa depan cerah di tengah gelombang transisi energi global. Jika perjalanan menuju energi hijau adalah maraton, maka PGEO sudah berlari jauh di depan, sementara banyak pemain lain baru bersiap di garis start.

Pertanyaannya bukan lagi apakah PGEO bisa besar.

Yang perlu dipikirkan adalah siapa yang akan tertinggal saat mereka lebih dulu menggali panas bumi menjadi emas.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy