โจ Satu Cerita Tentang Diremehin
๐๐ผ Stockbitors, pernah nggak sih, kamu tumpahin seluruh isi kepala, semua semangat dan ide terbaikmu, tapi yang kamu dapat cuma tatapan sebelah mata dan kalimat, "Halah, gitu doang?" ๐ฉ
Rasanya lebih sakit dari ditolak, karena yang diserang bukan cuma idemu, tapi juga VALUE-mu. ๐
Mungkin ini cerita kita semua. ๐
Sebut saja namanya Anya. Seorang junior di sebuah agensi, matanya selalu berbinar setiap kali bicara soal ide-ide baru. โจ Di seberangnya, ada Pak Budi (bukan nama sebenarnya), seorang senior yang jam terbangnya tinggi, dan sayangnya, egonya juga setinggi itu. ๐
Suatu hari, ada proyek besar. Anya, setelah begadang semalaman, presentasi dengan semangat 45. Idenya segar, berani, dan sedikit di luar kebiasaan.
Selesai presentasi, Pak $BUDI tersenyum tipis. "Idenya bagus buat anak magang. Tapi klien kita butuh yang pasti-pasti aja. Udah, pakai konsep saya dari tahun lalu, tinggal diubah dikit."
JLEB. ๐ก
Ruangan mendadak senyap. Semangat Anya yang tadinya setinggi langit, langsung jatuh bebas ke inti $BUMI. Dia cuma bisa senyum kaku. ๐
Malam itu, Anya nggak bisa tidur. ๐ตโ๐ซ Kalimat "bagus buat anak magang" terus terngiang. Ada dua pilihan di kepalanya:
1๏ธโฃ Resign, cari tempat yang lebih menghargai.
2๏ธโฃ Bertahan, tapi dengan cara yang berbeda.
Anya memilih yang kedua. ๐ช
Dia nggak mendatangi Pak Budi untuk debat. ๐
โโ๏ธ Dia nggak ngomel-ngomel di media sosial. Dia melakukan sesuatu yang jauh lebih powerful: dia kembali ke 'laboratoriumnya'. ๐ฉโ๐ป
Rasa sakit hatinya bukan jadi dendam, tapi jadi bensin. Setiap kali dia lelah, dia ingat senyum meremehkan itu, dan tenaganya seakan terisi kembali. "Aku harus tunjukkin, bukan ke dia, tapi ke diriku sendiri, kalau ini BISA." ๐ช
Di tengah jalan, dia sempat ragu. "Apa aku buang-buang waktu, ya?" ๐ค
Saat itulah dia telepon sahabatnya, seorang desainer grafis. ๐ฑ Dia tumpahkan semua ceritanya. Sahabatnya cuma bilang, "Nya, idemu itu keren. Kalaupun sekarang belum dipakai, itu akan jadi portfolio terbaikmu. Terusin." ๐
Lingkari Dirimu dengan 'Support System'.
Kamu nggak bisa mengontrol apa yang orang lain katakan, tapi kamu bisa memilih siapa yang ada di sekitarmu.
Habiskan lebih banyak waktu dengan orang-orang yang percaya sama kamu, yang mendukung pertumbuhanmu, dan yang bisa kasih kritik membangun, bukan menjatuhkan.
Lingkungan yang positif adalah kunci untuk menjaga kewarasan dan semangat.
Satu kalimat validasi dari orang yang tepat, cukup untuk membuatnya berjalan lagi.
Singkat cerita, dua minggu kemudian. Presentasi final ke klien dengan konsep 'aman' dari Pak Budi. Hasilnya? Klien merasa konsepnya "terlalu biasa" dan "nggak ada yang baru." ๐ฅฑ
Suasana jadi tegang. Deadline di depan mata.
Di saat itulah, atasan mereka, yang tahu Anya punya 'rencana B', bertanya dengan lirih, "Anya, ada ide lain?" ๐
Dengan tangan sedikit gemetar tapi kepala tegak, Anya maju. Dia bukan lagi presentasi dengan semangat 'anak baru', tapi dengan keyakinan seorang profesional yang sudah menyiapkan segalanya dengan matang. โจ
Dia tunjukkan data. Dia tunjukkan mock-up. Dia jelaskan visinya.
Hening.
Lalu CEO dari pihak klien berdiri, tersenyum lebar, dan berkata, "Ini yang kami cari." ๐ค
โ๐ป Pelajaran dari cerita Anya ini apa?
Kemenangan terbaik itu bukan saat kita bisa teriak "KAN, APA AKU BILANG?" di depan muka orang yang meremehkan kita. ๐คซ
Kemenangan terbaik adalah momen hening saat hasil kerjamu yang akhirnya berbicara paling lantang. ๐
Saat kamu sadar, validasi terpenting itu bukan tepuk tangan dari mereka, tapi bisikan di dalam hatimu sendiri yang berkata, "Kamu berhasil melewati keraguanmu. Kamu hebat." โค๏ธ
Jadi, saat ada 'Pak Budi' lain di hidupmu, jangan habiskan energimu untuk marah. โก๏ธ Simpan energi itu. Masuk ke 'laboratorium'-mu. ๐ฉโ๐ป Masak idemu sampai matang. ๐ฅ
Biarkan mereka sibuk dengan kata-kata, sementara kamu sibuk menciptakan karya. ๐จ
Punya cerita 'Anya' versi kamu sendiri? Boleh banget kalau mau berbagi di sini. ๐