IHSG - Kritik Terbuka Terhadap ROE dan WACC: Perspektif Pemilik Sejati yang Mengutamakan Aset, Bukan Sekadar Rasio!

Pendahuluan: Membongkar Mitos Rasio Keuangan Konvensional

Kita semua sepakat, para ahli finansial pun mengakui: tujuan utama perusahaan didirikan adalah untuk mensejahterakan pemiliknya. Ini bukan sekadar teori, ini adalah esensi dari investasi dan entrepreneurship. Namun, di tengah gemuruh teori keuangan yang rumit, metrik seperti Return on Equity (ROE) dan Weighted Average Cost of Capital (WACC) sering dipuja sebagai tolok ukur utama.

Bagi saya, meskipun hanya "investor receh" yang bertindak layaknya pemilik perusahaan, metrik-metrik ini justru mengaburkan realitas dan tidak selaras dengan filosofi inti seorang pemilik. Ironisnya, alih-alih mensejahterakan, banyak perusahaan justru terlihat "menyusu" kepada pemilik melalui right issue yang berseri-seri, atau pindah haluan mencari pendanaan umum lewat IPO, anak usaha, cucu usaha, dan cicit usaha yang tak ada habisnya. Perlu diingat, praktik ini hanya akan mendilusi kesejahteraan para pemilik jika mereka tidak ikut serta menyuntikkan dana baru. Modal semakin terecehkan, keuntungan per saham mengecil. Ini jelas bukan cara menyejahterakan pemilik, melainkan menguras modal pemilik tanpa henti.

Lebih menyakitkan lagi, setoran penambahan modal tersebut seringkali digunakan hanya untuk membayar utang. Seolah-olah utang yang banyak adalah momok bagi suatu perusahaan yang harus dibayar lunas dengan mengorbankan pemilik.

Filosofi Pemilik Sejati: Risiko Minimal, Hasil Maksimal
Seorang pemilik, pada dasarnya, memiliki naluri yang sangat jelas dan rasional:
• Risiko Sekecil-kecilnya: Saya ingin modal pribadi yang ditanamkan di perusahaan adalah sekecil-kecilnya. Mengapa harus menanggung risiko besar dengan uang saya sendiri jika ada opsi lain?
• Hasil Sebesar-besarnya: Dari modal minimal yang ditanam, saya tentu ingin mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Inilah tujuan dari setiap investasi.

Lalu, bagaimana cara mencapai ini?
------------------------------------------------------------------------------

Utang: "Sewa Uang" yang Cerdas, Bukan Biaya Modal

Untuk menjalankan perusahaan dengan risiko minimal bagi modal pribadi saya, jawabannya adalah: gunakan uang modal sekecil mungkin. Jika ada kekurangan dana untuk membiayai aset dan operasi, maka perusahaan harus mencari dan "menyewa uang orang lain" (utang). Ini adalah pinjaman yang nantinya akan dikembalikan beserta "biaya sewanya" (bunga).

Cost of Debt adalah Biaya Sewa, Bukan Biaya Modal: Bunga utang adalah biaya yang kita bayar untuk menggunakan aset (uang tunai) milik orang lain untuk sementara waktu. Ini mirip sekali dengan membayar sewa gedung. Selama kita belum mampu membeli gedung untuk dipakai sendiri, kita akan terus menyewa. Setelah kita mampu, kita beli gedung baru dan mengembalikan gedung sewaan. Utang pun demikian. Ini fundamental, berbeda dengan modal ekuitas yang bersifat permanen dan masih harus menanggung risiko klaim residual.

WACC Mengaburkan Fakta: Dengan mencampurkan Cost of Debt (biaya sewa uang) yang lebih rendah dengan Cost of Equity (CoE) yang lebih tinggi, WACC menciptakan ilusi "biaya modal" yang lebih rendah. Ini menyesatkan karena tidak mencerminkan biaya modal riil yang lebih tinggi yang saya tanggung sebagai pemilik. Ini ibarat Anda menyewa mobil selama setahun (utang) dan membeli mobil kedua (ekuitas). Lalu Anda menghitung "biaya rata-rata kepemilikan mobil" dengan menggabungkan biaya sewa dan harga beli. Apa masuk akal? Tapi inilah yang dilakukan WACC, mencampur biaya utang (sewa sementara) dengan biaya ekuitas (kepemilikan permanen).

ICBP adalah contoh sempurna. Dengan utang murah, WACC-nya hanya 10,1%. Tapi ROA-nya cuma 5.65%. Artinya, perusahaan ini merusak nilai pemilik meski "biaya modal"-nya terlihat rendah. Ini terjadi karena WACC mengaburkan fakta bahwa utang bukanlah modal, melainkan kewajiban yang harus dibayar.
------------------------------------------------------------------------------

Mengapa ROE Adalah "Lubang Kubur" bagi Pemilik dan Harus Dilupakan!

Ini adalah poin krusial. ROE memiliki cacat fundamental dan berbahaya bagi filosofi pemilik:
• Pemilik Mau Ekuitasnya Kecil: Sifat dasar pemilik adalah ingin menekan ekuitasnya sekecil mungkin untuk meminimalkan risiko pribadi. Sebagai akibatnya, manajemen dituntut mencari sumber pendanaan lain (utang) untuk membiayai operasional dan aset.

• ROE Bertentangan dengan Prinsip Ini: Ketika Anda mengukur ROE, Anda secara tidak langsung "merayakan" bagaimana keuntungan dibagi dengan basis ekuitas yang memang ditekan oleh pemilik. Anda lalu melihatnya sebagai suatu keberhasilan karena ROE melampaui Cost of Equity.

Oleh karena itu, penggunaan ROE secara fundamental sesat. Pengukuran ini sejatinya adalah mengukur kinerja pemilik, bagaimana pemilik sukses menggunakan ekuitas yang minimal. Semakin minimal modal yang ditanamkan, semakin besar ROE-nya. Padahal, seperti yang telah disepakati di awal, perusahaan berdiri untuk mensejahterakan para pemilik. Maka yang harusnya diukur adalah kinerja orang yang mensejahterakan, yaitu manajemen, yang menggunakan aset perusahaan untuk menghasilkan return, bukan malah sebaliknya mengukur kinerja orang yang menerima hasilnya (pemilik).

Dan secara fundamental, ROE ini juga menyesatkan jika dipakai oleh pemilik, seperti menggali "Lubang Kubur Utang Sendiri". Mengapa? Karena ROE bisa tinggi justru saat utang menumpuk, memberikan ilusi kinerja yang hebat. Padahal, utang yang menumpuk itulah yang menjadi risiko terbesar bagi kelangsungan perusahaan dan pada akhirnya akan menghantam pemilik sendiri.
------------------------------------------------------------------------------

Cost of Equity (CoE): Benchmark Sejati bagi Pemilik

Jadi, lupakan saja ROE, karena ROE adalah metrik yang tidak selaras dengan naluri dasar pemilik yang ingin mengamankan modalnya dan mengurangi risiko pribadi.

Dan lupakan juga WACC: Gunakan satu benchmark yaitu Cost of Equity (CoE). CoE adalah tingkat pengembalian minimum yang diharapkan pemilik atas modal yang mereka tanamkan. Sederhananya, ini adalah "harga" atas risiko yang Anda tanggung sebagai pemodal yang paling terakhir dikompensasi jika terjadi kebangkrutan.

Sebagai pemilik, modal Anda bersifat permanen dan menanggung risiko tertinggi (klaim residual setelah semua utang dibayar). Maka, CoE adalah cerminan langsung dari harapan pengembalian Anda sebagai risk-taker utama. Jika perusahaan tidak bisa menghasilkan pengembalian setidaknya sebesar CoE, berarti investasi ini tidak layak dibandingkan alternatif lain dengan risiko serupa.

Dengan menjadikan CoE sebagai satu-satunya benchmark, kita fokus pada pengembalian yang benar-benar relevan bagi pemilik, tanpa terdistorsi oleh "biaya sewa uang" (utang) yang memiliki sifat dan risiko yang berbeda. Ini adalah esensi dari filosofi "risiko sekecil-kecilnya, hasil sebesar-besarnya" yang saya pegang.
------------------------------------------------------------------------------

Aset: Sang Pencetak Uang Sejati dan Tolok Ukur ROA yang Jujur

Lantas, bagaimana pemilik mengukur "hasil sebesar-besarnya"? Tentu saja bukan dari ROE yang menyesatkan, melainkan dari efisiensi aset.

• Aset Adalah Mesin Laba: Laba perusahaan, pada dasarnya, dihasilkan oleh aset-aset perusahaan (mesin, pabrik, lahan, persediaan). Tugas manajemen adalah membuat aset ini bekerja seefisien mungkin untuk menghasilkan laba.

• ROA: Cermin Kejujuran Kinerja Aset: Return on Assets (ROA) adalah metrik yang paling jujur dan langsung. ROA menunjukkan seberapa efektif seluruh aset perusahaan, termasuk yang sebagian besar didanai dari "uang sewaan", menghasilkan laba bersih.

• Aset dan Manipulasi: Aset juga kerap dijadikan subjek windows dressing misalnya ketika perusahaan mengakuisisi yang nilai akusisinya lebih besar daripada nilai aset bersih dari aset bersih Perusahaan yang dibeli, akan menciptakan nilai goodwill. Jika manajemen membuat nilai aset seolah-olah besar, maka yang terkena dampaknya adalah kinerja manajemen itu sendiri (back fire). Semakin besar nilai aset, semakin banyak laba bersih yang dituntut oleh pemilik.
------------------------------------------------------------------------------

Kesejahteraan Terjamin Melalui ROA

Sebagai pemilik, saya akan sejahtera jika ROA perusahaan lebih besar daripada Cost of Equity. Artinya, aset perusahaan menghasilkan laba yang cukup untuk mengkompensasi risiko atas modal minimal yang saya tanam, mampu membayar angsuran pokok utang Bank, dan mungkin cukup untuk memberikan insentif atau bonus kepada manajemen. Contohnya kita lihat pada emiten seperti $STAA dengan ROA 16,17% dan CoE 9,48%, di mana ROA > CoE. Begitu pula $SIDO dengan ROA 24.73% dan CoE 7.65%, menunjukkan aset mereka sangat produktif melebihi biaya modal pemilik.
------------------------------------------------------------------------------

Bagaimana Dengan Risiko Utang Berlebihan yang Membahayakan Perusahaan?

Jawabannya adalah akuntabilitas manajemen. Manajemen harus mampu membuat aset bekerja seefisien mungkin, dan mereka harus cakap dalam memproyeksikan arus kas dan estimasi masa depan. Konsekuensinya jika mereka gagal, tinggal digantikan saja. Lagipula, Bank juga tidak sembarangan memberikan pinjaman. Selain aset jaminan utang yang dipersyaratkan, jika bank menilai perusahaan tidak layak maka Bank tentu saja tidak gegabah memberikan pinjaman.

Intinya, risiko pinjaman kepada Bank yang ditakutkan tidak terkontrol, malah akan terkontrol dengan sendirinya oleh pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk oleh pemilik yang mengontrol dan mengarahkan manajemen agar bekerja efisien dan dipacu untuk mencapai target yang ditetapkan.

Jadi, saya tidak perlu takut dengan perusahaan yang berutang, misalnya ICBP yang memiliki DER 1,27x. Seandainya saya masih menggunakan patokan ROE ICBP sebesar 15,45% yang jauh lebih tinggi daripada CoE-nya (12,45%), mungkin saya akan tertarik dan membeli saham ICBP. Tapi, karena CoE (12,45%) lebih besar dibandingkan dengan ROA-nya (5,65%), alias cost > return, maka otomatis ICBP sementara ini belum masuk dalam radar saya.
---------------------------------------------------------------------------

Penutup: Realisme Seorang "Investor Receh" di Tengah Bahaya Laporan Keuangan

Malangnya, sebagai "investor receh" yang berusaha berpikir layaknya seorang Pemegang Saham Pengendali (PSP), saya harus kembali realistis dan berpijak ke bumi. Pemikiran idealis di atas memang benar secara filosofi, tapi realitas di "republik ini" seringkali berbeda. Seringkali, PSP juga merangkap sebagai manajemen, yang berarti tidak ada kontrol riil terhadap bagaimana manajemen mengelola utang dan laporan keuangan. Bahaya terbesarnya adalah: laporan keuangan sangat gampang dimanipulasi di republik ini. Kita bisa melihat ROA yang bagus di atas kertas, tapi tiba-tiba perusahaan bangkrut atau gagal bayar utang, dan saham kita "sangkut" di harga dasar. Kita pun akhirnya rugi besar.

Oleh karena itu, meskipun filosofi saya mengatakan utang adalah sewa yang cerdas, saya harus melindungi diri. Saya harus kembali kepada batas aman yang realistis: Saya membatasi pembelian saham pada perusahaan yang Debt-to-Equity Ratio (DER)-nya maksimal 1,5, dan saya mengharamkan saham yang DER-nya lebih besar dari 2.

Ini bukan berarti saya meninggalkan filosofi bahwa aset adalah raja. Ini adalah strategi pertahanan diri seorang investor receh, yang juga sadar bagaimana risiko utang dapat memakan segalanya di lingkungan yang kurang transparan.

Semoga pandangan ini dapat membuka mata dan mencerahkan, mendorong kita semua untuk kembali pada prinsip dasar yang jujur dalam menilai kinerja perusahaan: aset adalah raja, utang adalah sewa, dan pemiliklah yang harus disejahterakan dengan cerdas dan realistis.
------------------------------------------------------------------------------

Untuk analisa akusisi saham $NOBU silahkan mampir di https://cutt.ly/frTAMWjQ
(like and follow untuk cerita seru selanjutnya)

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy