imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

$FILM Rights Issue: Utang, Drama, dan Bintang Tamu dari Korea

Ada satu hal yang tak pernah gagal dalam dunia hiburan: drama. Dan PT MD Entertainment Tbk (FILM) kini sedang memainkan drama terpenting dalam hidupnya. Bukan di layar kaca, tapi di laporan keuangan.

Setelah aksi akuisisi MDTV Media Technologies ($NETV) yang penuh ambisi tapi minim amunisi, FILM kini tenggelam dalam liabilitas berbunga yang membengkak seperti rating sinetron jelang Lebaran. Laba bersih anjlok 78,4% di 2024, walau pendapatan naik 23%. Apa yang salah? Jawabannya sederhana: biaya. Konsolidasi yang mahal, bunga utang yang menyedot napas, dan manuver yang terlalu cepat dengan dana yang bukan milik sendiri.

Masuklah rights issue, naskah penyelamatan bernilai Rp 791,8 miliar lewat penerbitan 989,8 juta saham baru di harga Rp 800. Rasio 10:1. Dilusi 9,09% bagi yang malas ikut. Skenarionya jelas. Sebagian besar dana dipakai untuk melunasi utang ke Bank Mandiri ($BMRI) yang dulu digunakan untuk membeli stasiun TV. Sisanya untuk “modal kerja”, istilah halus untuk napas tambahan.

Tapi seperti sinetron yang butuh plot twist, FILM menggandeng SBS Co. Ltd., raksasa media Korea Selatan, yang masuk dengan Rp 331 miliar dan mengambil 3,8% saham. Apakah ini kolaborasi konten, aliansi strategis, atau SBS sekadar mencari pintu masuk murah ke pasar Asia Tenggara lewat perusahaan yang sedang butuh dana? Entahlah. Tapi satu hal yang pasti: SBS datang saat valuasi sedang diskon, bukan saat pesta.

Komposisi kepemilikan berubah. MD Corp Enterprises terdilusi dari 48,53% menjadi 44,12%. Manoj Punjabi justru naik menjadi 12,53%. Investor lama dihadapkan pada pilihan klasik. Setor modal atau pasrah terdilusi. Hak mereka bisa dipakai, atau dijual. Tapi satu hal yang tidak bisa dilakukan: diam saja dan berharap tidak terkena efek apa-apa.

Samuel Sekuritas dan Samuel International ditunjuk sebagai pembeli siaga. Artinya, skenario terburuk pun tetap dapat modal. Tapi apakah investor ritel tertarik? Itu tergantung apakah mereka percaya ini awal baru atau sekadar tambal sulam.

Masalahnya bukan cuma di struktur, tapi juga persepsi. Harga saham FILM yang sebelumnya sempat euforia kini mulai sadar realita. Rights issue ini bisa menjadi katalis, bisa juga menjadi koreksi. Tapi bagi investor jangka panjang, dilusi hanya mimpi buruk jika arah bisnis tetap buram.

Rights issue ini adalah cermin. Menunjukkan bahwa ekspansi dengan utang tinggi hanya glamor di presentasi. Bahwa ambisi tanpa kas adalah skenario gagal sejak naskah ditulis. Bahwa kolaborasi internasional hanya berguna kalau kontennya diterjemahkan menjadi laba.

FILM sedang mencoba menulis ulang takdirnya. Membuang utang, menggandeng partner, memperbaiki neraca, dan membuka peluang baru. Tapi dalam industri yang cepat berubah, kadang yang dibutuhkan bukan sekadar modal. Tapi kepekaan melihat arah cerita.

Dan bagi para pemegang saham, ini bukan lagi perkara harga naik atau turun. Tapi soal memilih. Tetap berada di panggung sebagai bagian dari cerita, atau hanya menonton dari luar saat panggung berubah arah. Dengan atau tanpa peran yang tersisa.

Portofolio pilihan, bukan euforia pasar: https://cutt.ly/QrWXKQVP
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy