Sebagai manusia, saya punya bias personal yg cukup kuat :
Saya suka orang yg mengedepankan ilmu pengetahuan. If you love to learn, you'd sooner be my favorite person.
Selayaknya budak corporate, saya ada akun LinkedIn. Kelakuan orang-orang di LinkedIn tuh macem-macem ya :
Ada yg narsis. Ada yg berbagi ilmu. Ada yg sibuk pansos. Ada yg ngemis job. Ada yg humble bragging. Ada yg stalking top manajemen perusahaan sebelum beli sahamnya 馃馃
... Yeah I admit, I stalk people on LinkedIn.
Stalking lewat LinkedIn itu bagian dari due diligence. Selayaknya beli barang, kita harus tau dulu apa yg kita beli.
Buat saya, lapkeu tuh cukup dibaca aja. Saya kurang suka baca angka. Angka itu medium yg mudah untuk dipakai berbohong, a good tool for intellectually dishonest people. Saya lebih suka menilai pakai perasaan. Selama lapkeunya tidak mencurigakan, ya sudah. Setelah penilaian kuantitatif, lanjut ke kualitatif.
Waktu saya beli saham pertama saya, saya bandingin saham A dan B. Secara angka, performa 11:12. Plek ketiplek. Dilemma dong saya. Pilih yg mana nih. Duit terbatas, cuma bisa pilih salah satu.
Cusss saya ke LinkedIn. Kepoin para top manajemen A dan B.
Saya pilih saham A karena CEOnya kerjanya cuma baca-baca aja. Jarang komen. Tidak pansos. Sesekali nge-like postingan (edukatif!) yang dia suka.
Saya mikir. Ini bapak-bapak usia pensiun. Perusahaan relatively sudah mature. Karir dah mentok (di atas langit hanya ada atmosfer 馃槀馃槀). Tapi dia aktif di LinkedIn, murni buat belajar. This person loves to learn!
Saya langsung close LinkedIn, open stockbit, ambil keputusan.
Kalau saya punya perusahaan, I want the person leading the company to be like bapak Mosfly Ang of $STAA.
Saya percaya, penghargaan terhadap ilmu adalah investasi terbesar seorang manusia. ROI tinggi, modal minimal.
Disclaimer: bukan ajakan membeli, melainkan ajakan untuk semangat belajar. Studying for studying's sake!
$IHSG