imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Apa Kabur Aja Dari IHSG Ya?

Diskusi hari ini di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Jadi sudah ada banyak investor yang kapok investasi di IHSG karena beli saham Bluechip malah rungkad. Beli saham fundamental hancur malah terbang. Mereka kapok, ada yang pindah ke bursa Amerika, ada yang pindah ke kripto. Sampai ada juga influencer saham juga kapok sama saham, pindah ke kripto all in. Apakah itu salah? Ndak salah sih. Wong itu duit masing-masing, ya suka - suka masing-masing mau diapakan duitnya. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Selama 10 tahun terakhir, banyak investor lokal yang berpikir kalau cukup beli indeks IHSG atau saham-saham LQ45, duduk manis, dan tunggu kekayaan bertumbuh. Tapi kenyataan di lapangan ternyata nggak seindah teori. Dari akhir 2014 ke akhir 2024, IHSG hanya naik dari 5.226,95 ke 7.079,90. Secara angka mentah, memang ada kenaikan sekitar 35%, tapi dalam bahasa investasi, yang kita butuh adalah Compound Annual Growth Rate (CAGR).

Dan dari angka itu, CAGR IHSG selama 2014 sampai 2024 cuma 3,08% per tahun. Artinya, kalau kita tanam Rp100 juta ke IHSG pada 2014, maka 10 tahun kemudian uang kita cuma jadi Rp135 juta. Ini bahkan belum dihitung inflasi, pajak, dan opportunity cost. Bahkan setelah ditambahkan dividen yield rata-rata 2%–3% per tahun, total return tahunan maksimal cuma sekitar 5%–6%, angka yang cukup rendah untuk indeks dari negara berkembang yang katanya punya potensi besar. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Sekarang bandingkan dengan emas. Di akhir 2014, harga emas sekitar USD 1.200 per troy ounce, dan pada akhir 2024 naik ke sekitar USD 2.050. Dalam dolar saja emas tumbuh sekitar 5,6% per tahun. Tapi yang lebih menarik, dalam rupiah, emas naik dari sekitar Rp500.000 per gram jadi Rp1.050.000 per gram, naik lebih dari dua kali lipat. CAGR-nya sekitar 7,7% per tahun, jauh mengungguli IHSG. Kombinasi kenaikan harga emas global dan pelemahan rupiah membuat emas menjadi aset yang tidak hanya bertahan, tapi juga mengalahkan pasar saham lokal. Dalam 10 tahun terakhir, emas terbukti jadi store of value yang bukan cuma tahan banting, tapi juga nyatanya lebih cuan daripada IHSG.

Sekarang mari kita angkat kepala dan lihat global. Di luar sana, ada S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average (DJI) dari Amerika Serikat, serta Hang Seng Index (HSI) dari Hong Kong. Ketiganya adalah benchmark pasar ekuitas yang jauh lebih besar dan likuid daripada IHSG. S&P 500 dan DJI secara historis mencetak CAGR sekitar 8,9% per tahun sejak 1980-an. Bahkan saat pandemi COVID-19 mengguncang dunia, S&P 500 berhasil rebound sangat cepat, berkat dominasi perusahaan teknologi besar seperti Apple, Microsoft, Amazon, dan NVIDIA. DJI memang lebih konservatif karena berisi perusahaan blue-chip seperti Coca-Cola dan Johnson & Johnson, tapi secara jangka panjang tetap mampu bersaing dalam hal pertumbuhan sambil memberi stabilitas dan dividen. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Hang Seng beda cerita. Secara historis, CAGR-nya sekitar 5%–7%, tapi jauh lebih volatile karena sensitif terhadap kebijakan pemerintah China. Dari 2019 sampai 2023, indeks ini sempat turun hampir 50% akibat demo besar-besaran di Hong Kong, intervensi Beijing terhadap sektor teknologi, dan kebijakan Zero-COVID. Tapi justru karena kejatuhan ini, HSI sekarang dipandang sebagai indeks yang undervalued dan bisa jadi peluang buat investor yang siap menanggung risiko tinggi demi potensi rebound tajam.

Pertanyaan besar muncul. Apakah investor Indonesia sebaiknya hanya invest di IHSG? Kalau objektif, jawabannya tentu tidak. IHSG memang cocok untuk investor yang ingin eksposur ke ekonomi domestik, apalagi kalau fokusnya di saham dividen seperti BBRI, TLKM, atau UNTR. Tapi kalau tujuannya adalah wealth creation alias membangun kekayaan dengan return yang maksimal dan konsisten dalam jangka panjang, maka investor Indonesia wajib membuka diri ke pasar global. Kenapa? Karena selama 10 tahun terakhir, IHSG gagal memenuhi ekspektasi sebagai indeks negara berkembang. Ketika negara maju seperti Amerika justru berhasil mencetak cuan dua hingga tiga kali lipat lebih tinggi, itu sinyal bahwa kita perlu strategi yang lebih cerdas dan terbuka. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

IHSG selama 2014 sampai 2024 juga bukan tanpa beban. Ada empat tahun krusial yang menghantam kinerjanya, yaitu 2015, 2018, 2020, dan 2024. Semua disebabkan oleh faktor eksternal seperti perlambatan China, perang dagang, pandemi, dan kenaikan suku bunga global. Artinya, meskipun kita investasi di saham lokal, tetap saja kita terdampak sentimen global. Jadi kenapa nggak sekalian ikut main di panggung global yang potensi return-nya lebih menarik?

Kalau portofolio kita 100% di IHSG, kita sebenarnya melewatkan banyak peluang besar. Bahkan Hang Seng, yang sering disebut penuh risiko geopolitik, masih mencetak return lebih baik dari IHSG. Kalau kita punya eksposur ke S&P 500, kita bisa ikut naik saat AI, chip semikonduktor, dan cloud computing meledak. Kalau kita punya posisi di DJI, kita dapat dividen yang stabil dari perusahaan dunia. Dan kalau kita punya sebagian di Hang Seng, kita siap menyambut rebound pasar China. Sementara IHSG sendiri selama ini cenderung sideways dengan sektor yang itu-itu saja dominannya, yaitu perbankan dan komoditas. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Buat yang mau praktis, strategi 25% S&P 500 dan 25% emas, 25% obligasi, 15% IHSG, 10% kripto bisa jadi solusi seimbang. Kita dapat pertumbuhan stabil dari AS dan punya peluang bonus cuan dari potensi pemulihan emas, obligasi, dan kripto. Ditambah sebagian kecil di emas sebagai proteksi inflasi dan pelemahan rupiah, itu sudah cukup membentuk portofolio global yang kokoh. Lalu tetap sisakan porsi kecil di saham lokal, terutama yang beri dividen tinggi, supaya tetap ada unsur rasa Indonesia-nya.

Apakah cukup berinvestasi di IHSG saja kalau mau cuan lebar? Jawaban jujurnya tidak. IHSG memang penting, tapi tidak cukup. Diversifikasi lintas negara dan aset adalah keniscayaan di era pasar global. Kalau kita ingin portofolio tumbuh sehat dalam jangka panjang, saatnya mulai berpikir global. Jangan cuma bangga jadi investor lokal, tapi jadilah investor global yang tetap bangun dari Indonesia.

Kalau di Indonesia itu paling penting kenal bandar. Kalau bandar lagi ada proyek goreng, dapat informasi, langsung cuss all in. Kaya mendadak. Bisa lihat di $ARTO $PANI $PACK itu gorengan bandarnya mantap. Kalau dapat info orang dalam mau digoreng, bisa langsung kaya mendadak.

Mau hitung pakai fundamental seperti apapun, ndak masuk akal saham LK rugi bisa terbang. Tapi kalau bandarnya sudah bersabda, terbang, maka terbang.

Jangan putus asa sama IHSG. Diversifikasi. Selot selot.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy