imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

berhubung belum tidur karena ngulik.. jadi ane isi dengan penutupan nulis biar otaknya capek dan ngantuk....karena bingung jadi kayaknya bahas roic ajadah.

________________

Tulisan ini saya buat biar nggak salah paham soal ROIC. Sama seperti waktu bahas operating leverage di $DCII, ini bukan soal menilai saham murah atau mahal, tapi soal logika dasar: kapan suatu angka efisiensi benar-benar mencerminkan kekuatan bisnis, dan kapan justru bisa menyesatkan kalau dibaca tanpa konteks.

ROIC, atau Return on Invested Capital, pada dasarnya nanya: dari semua modal yang sudah dipakai buat bangun bisnis, baik dari pemilik maupun dari utang, seberapa besar hasil bersih yang bisa dihasilkan dari operasionalnya. Rumusnya: laba operasional setelah pajak dibagi total modal aktif, yaitu ekuitas ditambah utang berbunga, dikurangi kas yang belum dipakai. Kas dikurangkan karena belum ikut bekerja menghasilkan keuntungan.

Secara angka, ROIC kelihatan rapi dan mudah dibandingkan antar perusahaan. Tapi seperti metrik keuangan lainnya, ini cuma alat bantu. Gunanya buat screening awal atau bantu menjelaskan prinsip dasar efisiensi modal. Karena di lapangan, bisnis itu nggak bisa disederhanakan jadi rumus. Investasi hari ini belum tentu menghasilkan besok. Bahkan bisa saja hasilnya jauh lebih besar, atau malah gagal total. Tidak ada jaminan bahwa 1 modal ditambah 1 investasi otomatis menghasilkan 2 keuntungan. Bisa jadi hasilnya minus, bisa juga tiga kali lipat. Tergantung seberapa kita paham bisnisnya, dan apakah aset yang dibeli benar-benar bisa bekerja. yang tak kalah penting berani mengambil posisi.

Contohnya bisnis jalan tol $CMNP $JSMR. Di awal pembangunan, ROIC-nya pasti rendah karena sudah keluar biaya besar tapi belum ada pendapatan. Tapi begitu operasional jalan dan trafik mulai stabil, pendapatannya rutin dan biaya operasionalnya minim. ROIC pelan-pelan naik dan bisa jadi sangat efisien dalam jangka panjang. Ini contoh ROIC rendah di awal tapi punya prospek kuat ke depan.

Kebalikannya, bisnis seperti department store bisa punya ROIC tinggi di masa lalu. Modelnya ringan, cukup sewa tempat dan jualan. Tapi seiring konsumen pindah ke e-commerce, bisnis ini mulai kehilangan daya saing. ROIC secara angka mungkin masih kelihatan tinggi, tapi fondasinya mulai runtuh. Di sini, efisiensi yang tampak hanya sisa dari momentum lama, bukan kekuatan masa depan.

Itu sebabnya saya pribadi lebih nyaman pakai pendekatan yang praktis. ROE saya jadikan acuan awal kalau perusahaan utangnya kecil, dan ROA kalau utangnya besar. Tapi itu cuma titik mulai. Karena saya sudah cukup terbiasa baca laporan, saya bisa lihat cepat apakah ROE tinggi karena memang efisien, atau cuma karena utangnya besar. Begitu juga ROA, kadang terlihat bagus tapi ternyata asetnya nggak produktif.

Setelah itu, yang paling penting tetap arus kas. Saya lihat dulu uang investasi keluarnya berapa, lalu cek di neraca, uang itu jadi apa. Apakah jadi aset yang jelas menghasilkan, atau cuma pindah ke pos yang nggak produktif. Karena bagi saya, arah penggunaan dana lebih penting dari angka rasio. Kalau saya tidak yakin bahwa aset yang dibeli bisa membawa nilai ke depan, saya nggak akan masuk, meskipun ROIC-nya kelihatan bagus di atas kertas.

Jadi, ROIC bisa jadi alat yang berguna, tapi jangan dijadikan patokan tunggal. Angka tinggi belum tentu sehat, angka rendah belum tentu jelek. Yang lebih penting adalah memahami konteks bisnis, arah strategi, dan ke mana uang itu sebenarnya bergerak. Karena pada akhirnya, keputusan investasi bukan ditentukan dari angka paling kinclong, tapi dari logika yang paling masuk akal. serta keberanian mengambil resiko.. tentunya jika margin of safety sudah memadai

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy