NARRATIVE STORY #12
MIMPI ITU BOLEH, TAPI JANGAN HALUSINASI
Dulu saya berpikir, saham bisa jadi tiket keluar dari hidup yang membosankan. Gambar-gambar indah langsung memenuhi kepala: rumah tanpa cicilan, saldo ratusan juta, liburan ke mana saja tanpa mikir biaya. Saya tidak sendiri. Banyak pemula datang ke dunia saham dengan mimpi besar, tapi bekal kecil. Bahkan kadang hanya modal nekat dan satu dua kutipan motivasi yang diputar ulang tiap malam. Tapi belakangan saya sadar: mimpi tanpa peta dan realita itu bukan visi. Itu halusinasi.
Saya pernah percaya bahwa rajin nabung saham tiap bulan pasti berbuah manis. Saya sempat yakin, kalau saya pegang satu saham bagus, tinggal tunggu waktu saja untuk jadi kaya. Tapi nyatanya? Harga bisa turun walau fundamentalnya kuat. Emiten bisa diam bertahun-tahun meski rajin bagi dividen. Market bisa berbalik arah tanpa peringatan. Waktu itu saya sadar: saya terlalu cepat lari padahal belum tahu jalurnya benar atau tidak. Saya peluk mimpi, tapi lupa arah.
Banyak yang bilang, “Kalau niat kuat, pasti bisa.” Tapi di bursa, niat saja nggak cukup. Kita perlu disiplin, strategi, evaluasi. Dan yang paling penting: siap kecewa. Karena tidak semua saham memberi senyum. Ada yang justru memberi pelajaran. Ada yang memaksa kita belajar ulang soal sabar, logika dan kendali diri. Bursa bukan tempat bagi mereka yang hanya ingin cepat. Tapi untuk mereka yang siap tumbuh—meski lambat, meski sakit.
Saya bukan anti-mimpi. Saya tetap punya cita-cita jangka panjang. Tetap membayangkan pensiun tenang, hidup dari dividen. Tapi sekarang saya tahu: semua itu butuh pondasi yang nyata. Bukan cuma semangat, tapi kendali. Bukan cuma keyakinan, tapi juga kesediaan untuk mengakui bahwa saya bisa salah. Kadang, yang saya butuhkan bukan menambah posisi—tapi mengurangi ilusi. Karena mimpi yang terlalu tinggi di atas tanah rapuh, hanya menunggu waktu untuk runtuh.
Sekarang, saya tak lagi menjadikan grafik sebagai mimpi, tapi sebagai cermin. Saya tak lagi sibuk mengejar angka yang bombastis, tapi fokus pada konsistensi kecil yang bisa saya jaga. Saya berhenti bertanya, “Kapan saya jadi kaya dari saham?” dan mulai bertanya, “Bagaimana saya bisa tetap waras dan bertahan di tengah volatilitas ini?” Karena di balik semua impian itu, ada satu hal yang jauh lebih penting: akarnya harus kuat. Dan akar itu bernama realitas.
🌱 Tabur. Tanam. Tuai.
Mimpi itu peta arah. Tapi langkah kaki tetap harus menapak tanah.
$DEWA $BRMS $AMMN