$GIAA $GMFI $IHSG
"Danantara Injek Uang Rp 6,7 T ke Garuda"
Sore hari, saya santai bersama Lilian, David dan Ricky di Burgundy.
“Saya engga ngerti, kenapa semakin lama semakin serba tidak pasti ekonomi global ? Sepertinya kemajuan yang selama sekian Decade yang dipacu dengan kerja keras akhirnya berujung kepada pertumbuhan rendah. Kemana saja uang yang ada selama ini ? Kemana Pasar yang selama ini bergairah ?" tanya Lilian. Dia punya bisnis maklon Pharmacy.
“Sebenarnya engga sulit dipahami. Seperti ungkapan "tempalah besi selagi panas". Inovasi tekhnologi juga melahirkan inovasi Pemasaran. Tentu menciptakan peluang investasi dari hulu ke hilir. Ingat kasus Overload-nya jaringan fiber Optic tahun 90-an ? Mewabahnya bisnis dotcom ? Berkembang pesatnya industry Migas dan petrokimia ? Terakhir, Miliaran USD "mengalir" ke bisnis IT, AI, Biotech, Renewal Energy ? Namun, tak ubahnya dengan membangun istana pasir di tepi pantai," kata saya.
“Mengapa ?" tanya Lilian.
“Ya, karena semua itu dibiayai dari utang. Setiap utang yang digali, maka dalam System Monetarism itu sama saja menambah uang beredar. Dari Pemerintah "tercipta" Government Bond untuk membiayai defisit APBN. Dari Bank Central "tercipta" uang lewat pelonggaran moneter berupa penurunan Suku Bunga, relaksasi Perbankan dan kebijakan Macroprudential. Dari Pasar Modal "tercipta" uang lewat Short Selling, Repo, Corporate Bond dsb.
Tentu semua itu ada "batasnya". Kalau pertumbuhan kapasitas ekonomi melebih kecepatan pertumbuhan penduduk planet Bumi, itu pasti akan terkoreksi dengan sendirinya. Ya, seperti sekarang ini yang kita rasakan. Biasa aja. Sebagai konsekuensi rakus itu bagus,” kata saya tersenyum seraya seruput Capucino.
Lilian tersenyum menatap sejurus ke David.“Tahu kan alasannya ?” seru Lilian.
”Kenapa tadi saya mau ikutan kongko ? Karena saya mau ketemu dengan Ale. Enak ngobrol dengan dia. Apalagi udah lama engga ketemu,“ kata Lilian kepada David.
“Ah, bilang aja kamu kangen Ale,“ David nyeletuk.
Saya senyum aja.
“Baca engga berita ? Danantara jadi juga suntik uang sebesar USD 405 Juta. Suntikan ini adalah bagian dari paket pendanaan yang lebih besar. Total yang direncanakan mencapai US $ 1 Miliar atau sekitar Rp 16,3 Triliun, yang akan disalurkan secara bertahap,“ kata Ricky.
Dia teman saya. Bisnisnya kontraktor proyek APBN.
“Ya. Benar. Tapi aneh…,“ jawab David.
“Kan tahun 2022 Garuda Indonesia sudah menyelesaikan restrukturisasi utang sekitar US$ 6,2 Miliar melalui PKPU. Waktu buat proposal restruktur utang. Pasti dong ada Business Plan yang Exciting. Kalau engga, mana mungkin Kreditur mau ikut program restrukturisasi utang. Lah, sekarang lapor rugi dan Negative Equity. Aneh,“ lanjut David.
“Engga aneh. Itu wajar,“ kata Ricky kibaskan tangan.
“Tujuannya untuk mengubah posisi negatif menjadi positif agar Perusahaan terhindar dari Delisting dan bisa kembali mendapatkan akses pembiayaan korporasi,” lanjut Ricky seperti Influencer Pemerintah.
“Dulu juga, tahun 2022 alasannya sama. Kenapa berulang lagi kisah lama ? Apa memang begini "cara mainnya" ? Itu sama saja "begal" uang Negara,” LIlian nyeletuk.
“Suntikan uang Danantara itu bukan PMN,” jawab Ricky cepat berusaha "menegakkan benang basah".
“Emangnya duit Danantara berasal dari kantongnya Wowok ? Kan engga,“ Lilian keliatan sewot. “Kan duit Danantara berasal dari PNBP yang harusnya dialokasikan ke APBN untuk mensejahterakan rakyat. Tapi ini dialokasikannya ke Danantara. Sekarang enak aja bilang duitnya bukan PMN, bukan dari APBN. Rakyat awam bisa aja dibegoin. Saya sih ogah,“ tangkis Lilian.
“Yang saya tahu,“ kata Ricky, “Program suntikan dana itu karena alasan nasionalisme. Maklum Garuda itu sebagai maskapai Flag Carrier. Simbol nasional dan infrastruktur penting diplomasi Indonesia,“ lanjut Ricky.
“Emang ada BUMN yang tidak ada kepentingan nasional ?" tangkis Lilian, “Kan keberadaan BUMN itu tugasnya menjaga kepentingan nasional. Nah, kalau karena alasan nasionalisme, Danantata suntik uang lagi. Saya khawatir nanti akan menimbulkan Moral Hazard. Akan banyak BUMN rame-rame nyatakan rugi dan minta Bailout,“ lanjut Lilian.
“Memang enggak masuk akal ada alasan nasionalisme, sementara bisnis-nya Profit Oriented ke rakyat sendiri. Tuh lihat Ticket Garuda, paling mahal kok,” David geleng-geleng kepala.
“Menurut saya, di mana-mana kalau Perusahaan mengalami Negatif Ekuitas, itu karena adanya rugi terus-menerus, yang berdampak kepada penurunan Nilai Asset. Penyebab-nya hanya satu yaitu salah kelola. Yang selalu menyelesaikan masalah lewat utang dan utang. Mangkanya utang terus membesar. Jadi udah Moral Hazard,” kata saya.
”Akhirnya, Direksi "todong" Pemegang Saham minta suntikan Fresh Money. Begitu aja terus,“ kata David dengan senyum masam.
”Kalau Direksi saya begitu, saya pecat semua,” Lilian menimpali. “Jual semua asset Perusahaan untuk bayar utang. Ngapain dipertahankan ? Kalau tiap tahun dapat laporan rugi terus. Tiap tahun dapat janji doang akan untung nantinya. Itu bukan bisnis.Tapi on*ni,” Sambung Lilian.
Saya senyum aja.
“Solusinya, gimana ?" tanya Ricky mulai bisa mencerna dan berusaha rasional
“Solusinya bukan uang atau Bailout utang tetapi perubahan bisnis model dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada,” Jawab saya dengan sederhana.
“Maksud Business Model itu apa ?" tanya Ricky
“Garuda Indonesia itu, kan Premium Flight dan LCC. Nah itu Business Model-nya. Kan udah terbukti, selama ini enggak Feasible mencetak laba. Kenapa harus dipertahankan ? Ya ubah lah Business Model-nya. tetapi tetap bisnis irline,“ kata saya menjelaskan.
Ricky dan David masih kelihatan bingung.
“Contoh Korean Air tadinya merugi. Tetapi setelah ganti Business Model dari Focus dari Passenger berubah ke Cargo. Terbukti mencetak laba. Bahkan 80% laba berasal dari Cargo. Secara tidak langsung bisnis Cargo men-subsidi bisnis angkutan penumpang, Qatar Airways juga. Engga pernah rugi karena Business Model-nya dari awal memang Cargo. Penumpang hanya Complimentary saja. Bahkan mereka berinvestasi dalam digitalisasi Logistik dan Traceability barang. Dalam skala Global memastikan mereka Pemain utama dalam bidang Cargo udara,“ kata saya lebih konkrit menjelaskan.
“Terus, gimana modal pengadaan pesawat ?" tanya Ricky, “Apa injek modal lagi ? Kan belum tentu sukses bisnis model baru itu,“ lanjut Ricky
“Ah, enggak perlu tambahan modal lagi,“ jawab saya cepat. “Kan Garuda itu sudah punya ekosistem dan sumber daya sebagai Airline. Itu aja di Generate. Tetapi lewat pembaharuan bisnis model,“ kata saya seraya seruput kopi.
“Ya, gimana dapatkan pesawat kalau tidak ada tambahan modal ?" kejar Ricky.
“Dalam Financial Engineering itu bisa disiasati lewat skema ACMI Dry Lease atau PBH atau Power-by-the-hour Agreement. Jadi, enggak perlu beli pesawat atau Leasing. Dengan skema itu Cash Flow jadi Secure, karena bayarnya sesuai pemakaian. Kalau engga pakai, ya engga bayar,” sambung saya.
“Wah, baru tahu saya nih,“ Ricky tertegun. “Mana lebih untung beli atau PBH ?" tanya Ricky.
“Dalam jangka pendek jelas lebih untung PBH tetapi dalam jangka panjang punya pesawat sendiri lebih menguntungkan. Namun kalau terbukti 3 tahun untung, artinya kan Feasible. Tentu enggak sulit beli pesawat lewat skema Revenue Bond,“ kata saya.
“Apa udah ada contoh Airline gunakan skema PBH ?” tanya Ricky.
“Tuh, Lion Air sebagian besar pesawat awalnya gunakan PBH. Setelah terbukti trayek-nya nguntungi, barulah dia beli pesawat lewat skema Revenue Bond. Ya, Business as Usual,“ kata saya dengan tersenyum.
“Wah Business model Cargo udara itu cara efektif sebagai total solusi. Nasionalisme dapat, bisnis juga dapat. Apalagi era eCommerce kan permintaan Cargo udara sangat besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun,” kata Ricky seraya mengangguk-angguk.
Mungkin dia paham dan tidak bertanya lagi.
“Jadi, sebenarnya tidak ada bisnis yang salah..,” kata Lilian. “Yang salah ya Management. Dan kesalahan itu berhubungan dengan kompetensi yang ala kadarnya. Tidak ada spirit niat baik. Etos kerja yang rendah dan kepemimpinan yang tidak Visioner. Itulah yang terjadi pada BUMN kita,“ sambung Lilian.
“Dan itu "cerminan" dari Pemerintahnya,“ David nyeletuk.
“Ya, engga bisa disalahkan Pemerintah doang. Yang lebih salah lagi rakyat yang milih. Pada bego semua,“ timpal Lilian.
Ricky senyum masam.
“Dan sekarang Pemerintah dengan enteng mengatakan kepada rakyat. APBN tidak punya Leverage untuk menyediakan lapangan kerja. Sebaiknya pengangguran kerja di Luar Negeri. Semakin lama semakin vulgar menunjukan bahwa kita dijajah oleh System kekuasan kleptokrasi. Kemerdekaan yang diproklamirkan tahun 1945, dengan janji keadilan sosial, kini jadi omong kosong,“ kata David.
Saya senyum aja.
Jam 6 sore, saya undur diri karena mau Sholat Maghbrib.
Sumber Link :
https://cutt.ly/7rRzL8f5