Apakah Emas Bisa Meroket dan Bank Anjlok?
Pertanyaan salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Di tengah riuh rendah konflik Timur Tengah antara Israel dan Iran, banyak yang bertanya-tanya soal arah harga emas dan nasib saham-saham perbankan, terutama di emerging markets seperti Indonesia. Tapi jujur aja, jawabannya belum bisa dipastikan sekarang. Karena arah konfliknya sendiri masih serba ngambang. Sekarang gencatan, besok dilanggar. Hari ini rudal nyasar ke Beersheba, besok radar Iran dihajar Israel. Sementara itu, Donald Trump nongol di TV bilang damai, tapi di lapangan masih terjadi adu tembak dan serangan udara.
Jadi perang Israel Iran ini belum bisa dibilang perang besar, tapi juga belum bisa dibilang damai. Ini semacam perang urat saraf versi modern, bikin bising, tapi belum sampai titik kulminasi yang bisa mengguncang pasar secara struktural. Ingat waktu kecil, berkelahi sama kawan cuma modal apa loe, apa loe tapi ndak sampai beneran gulat. Kalau zaman now mungkin mode keyboard warrior sambil lempar-lemparan batu sesekali. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Kunci utama yang bikin pasar waspada itu sebenarnya cuma satu, yaitu Selat Hormuz. Kalau sampai Iran bener-bener nutup jalur vital ini, baru deh pasar global benar-benar gonjang-ganjing. Karena 30% minyak dunia ngalir lewat selat ini, yaitu sekitar 20,5 juta barel per hari. Dampaknya bisa langsung ke harga minyak yang melonjak lebih dari $100 per barel, inflasi global, tekanan mata uang negara importir, dan krisis pasokan energi. Tapi sampai hari ini, Iran baru sebatas ancam-ancam aja. Ndak berani benar - benar ditutup. Mereka tahu nutup Hormuz itu seperti nembak kaki sendiri. Karena 80% ekspor minyak dan sebagian besar pasokan pangan mereka juga lewat situ. Kalau ditutup, ekonomi mereka yang lebih dulu ambruk.
Dulu Iran pernah coba-coba tutup Hormuz, hasilnya malah digempur habis-habisan sama AS dan ditinggal negara Arab tetangga. Jadi Iran pun nggak semudah itu main tutup Hormuz, karena dampaknya bukan cuma ke dunia, tapi ke perut mereka sendiri. Bisa baca kisahnya di Operasi Praying Mantis dan Operasi Earnest Will. Googling aja. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Sementara itu, harga emas malah menunjukkan pola yang agak aneh. Biasanya kalau ada konflik geopolitik besar, emas terbang tinggi. Tapi di kasus Israel-Iran ini, justru turun. Selama 13–24 Juni, harga emas malah turun 1,7%, padahal biasanya kalau ada konflik besar seperti perang Rusia-Ukraina atau Israel-Hamas, emas bisa naik 4%–8% dalam dua minggu pertama. Artinya, ada faktor lain yang lebih dominan menggerakkan harga emas ketimbang sekadar geopolitik. Salah satunya adalah kekuatan ekonomi AS. Data inflasi mereka stabil, dolar AS menguat, DXY naik sampai 0,6% dalam minggu gencatan. The Fed juga belum longgarin suku bunga, jadi investor global belum terlalu panik pindah ke aset safe haven.
Rupiah juga sempat ikut terguncang, terutama tanggal 23–24 Juni 2025. Di tanggal 24 siang, sempat menyentuh Rp16.775 per USD dalam perdagangan intraday. Tapi pemulihan langsung terjadi dalam waktu dua hari. Pada 26 Juni, kurs JISDOR BI udah kembali di kisaran Rp16.310 dan data Wise menunjukkan stabilisasi di Rp16.290. Jadi tekanan mata uang itu cuma sesaat, bukan karena struktur ekonomi yang rapuh, tapi karena faktor psikologis pasar dan sentimen global sementara. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Sekarang kalau bicara saham bank, banyak orang terlalu cepat takut. Padahal sejarah sudah membuktikan saham bank itu cukup tahan banting terhadap konflik luar negeri. Waktu Perang Teluk pecah tahun 1990-an, bank tetap jalan. Waktu AS invasi Irak, saham bank nggak runtuh. Waktu Rusia hajar Ukraina, IDXFinance cuma turun bentar, terus naik lagi. Kenapa? Karena fundamental bank itu bergantung pada kondisi domestik, mulai dari tingkat konsumsi, kredit, suku bunga dalam negeri, dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan.
Bank-bank seperti $BBCA, $BBRI, dan BMRI sudah berkali-kali melewati masa-masa sulit dan tetap bisa cetak laba. Bahkan di masa emas naik tinggi pun, bank tetap bisa tumbuh. Mereka punya bisnis model yang kuat, basis nasabah besar, dan diversifikasi portofolio.
Masalah terbesar justru bukan perang di luar negeri. Tapi masalah dalam negeri seperti korupsi, governance bobrok, dan masyarakat yang konsumtif tapi produktivitas stagnan. Itu bom waktu yang lebih berbahaya buat sektor perbankan. Karena kalau dana disalurkan ke proyek fiktif atau diselewengkan, risiko gagal bayar meningkat dan itu bisa bikin sistem keuangan terguncang.
Jadi kalau mau khawatir, jangan cuma fokus ke Timur Tengah, tapi perhatikan juga skandal-skandal dalam negeri yang bisa merusak sendi ekonomi dari dalam. Bayangkan nanti koperasi merah putih fully loaded. Kalau ndak ada yang gagal bayar sih bagus. Imagine kalau pengurus Koperasi Merah Putih itu 50% aja yang korupsi, itu gagal bayar bisa berapa? Ndak perlu tunggu Iran dan Israel menyerang, bisa hancur sendiri itu bank di Indonesia. Jadi banyak - banyak doa semua pengurus dan pemakai jasa koperasi merah putih itu jujur dan takut sama Tuhan. Kalau tidak jujur dan tidak takut sama Tuhan, ya wassalam. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Balik lagi ke emas, memang dari dulu dikenal sebagai aset pelarian waktu dunia ribut. Tapi pergerakan emas bukan cuma karena perang. Ada banyak layer. Kadang karena bank sentral beli cadangan seperti China yang beli 244 ton di Q1 2025, kadang karena sinyal dovish dari The Fed, kadang karena inflasi, kadang cuma karena FOMO retail. Bahkan bandar pun bisa memainkan sentimen agar retail panik beli emas. Dan seringkali kenaikannya justru didorong bukan oleh data, tapi oleh narasi. Maka dari itu, walau harga emas diproyeksikan JP Morgan bisa ke $4.000 per ons pada 2026, bukan berarti langsung hari ini kita harus panik borong emas. Karena semua tergantung momen, arah geopolitik, dan reaksi bank sentral.
Jadi situasi sekarang itu belum tentu berujung krisis. Selama Selat Hormuz belum bener-bener ditutup, pasar masih dalam mode wait and see. Emas bisa naik turun tergantung narasi, bukan realita. Saham bank tetap akan bergerak mengikuti kondisi fundamental dalam negeri, bukan karena rudal yang mendarat ribuan kilometer jauhnya. Dan yang penting, jangan gampang ikut arus sentimen. Karena naik turunnya pasar bukan cuma urusan geopolitik, tapi juga soal persepsi, psikologi, dan siapa yang pegang kendali uang.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$ARCI
1/10