imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Di Balik Narasi “Gold Standard”, $CHEK Sebenarnya Lemah Struktur

Kilas pertama terhadap IPO PT Diastika Biotekindo (CHEK) mungkin menggoda: margin dua digit, pertumbuhan pendapatan solid, keterlibatan dalam tender pemerintah, dan distribusi alat diagnostik canggih. Tapi semua itu bisa jadi sekadar topeng yang menyembunyikan masalah struktural klasik, yaitu ketergantungan ekstrem, tekanan margin, dan ketidakpastian eksekusi.

Masalah terbesar dan paling mencolok adalah ketergantungan kronis pada satu prinsipal yang menyumbang 66,87% dari total penjualan 2024. Angka sebesar ini bukan cuma sinyal bahaya. Ini sudah sirene merah. Hubungan eksklusif memang terdengar keren, tapi dalam dunia bisnis, ketika terlalu banyak hal bergantung pada satu pihak luar, kendali strategis Anda lemah. Apalagi kalau pemasok tersebut adalah perusahaan global seperti Bio-Rad atau Siemens, yang bisa saja kapan saja mengalihkan distribusi atau menyesuaikan terms dengan alasan strategis global. CHEK bisa kehilangan lebih dari separuh pendapatannya dalam semalam.

Narasi “pasokan terjamin” pun terasa hampa ketika angka ini dibaca dengan jernih. Dan meski mitigasi seperti pengembangan produk TKDN sudah dirancang, mereka baru ikut tender, belum menang. Jadi strategi mitigasi masih bersifat niat, bukan hasil.

Lalu ada fakta bahwa margin bersih CHEK menyusut: dari 11,1% (2022) ke 9,8% (2024). Pendapatan tumbuh hampir 20%, tapi laba bersih hanya naik 11%. Itu artinya, biaya juga ikut naik. Beban pokok penjualan naik signifikan, menunjukkan tekanan dari sisi harga jual atau peningkatan biaya pengadaan. Dalam industri distribusi alat kesehatan yang padat pemain dan bersifat price-sensitive, menekan harga demi volume adalah permainan berisiko. Apalagi jika tidak didukung efisiensi operasional luar biasa.

Laporan juga menunjukkan utang usaha melonjak dan persediaan membengkak. Manajemen menyebut ini strategi untuk menyambut proyek Kemenkes senilai Rp100 miliar. Tapi, tendernya masih tahap evaluasi teknis. Kalau gagal, perusahaan akan memegang stok mahal yang tidak likuid, dan supplier yang harus tetap dibayar. Ini bukan hanya spekulasi. Ini potensi risiko likuiditas riil. Saat ini current ratio masih sehat (3,47x), tapi interest coverage ratio anjlok drastis ke 105x dari 152.000x dua tahun sebelumnya. Indikasi adanya beban bunga yang meningkat tajam. Kalau ini dibiarkan, perusahaan bisa mulai kering saat harus mengejar target pengadaan dan gaji teknisi.

Dari sisi likuiditas saham, hanya 20,04% saham yang ditawarkan. Sementara pemegang saham mayoritas dikunci selama 8 hingga 12 bulan. Di pasar sekunder, ini bisa menciptakan ilusi kelangkaan. Saham bisa melonjak bukan karena kinerja, tapi karena minimnya supply. Tapi ketika lock-up habis? Pasokan bisa membanjiri pasar dan menyebabkan koreksi brutal. Likuiditas minim adalah pisau bermata dua. Bagus saat harga naik, brutal saat investor ingin exit serempak.

Dan jangan lupa, meski diklaim siap menyasar proyek pemerintah, pembayaran dari institusi negara biasanya penuh birokrasi dan seringkali delay. Bayangkan jika CHEK harus mengandalkan arus kas dari penjualan proyek Kemenkes, tapi dananya cair tiga bulan telat. Sementara supplier sudah menagih jatuh tempo. Masalah modal kerja bisa berubah dari potensi jadi kenyataan.

Di balik narasi “potensi pertumbuhan”, sebenarnya perusahaan ini sedang berdiri di atas kaki yang belum sepenuhnya kokoh. Ketergantungan pada prinsipal tunggal, tekanan margin, beban utang jangka pendek, dan ketidakpastian tender pemerintah adalah bom waktu. Dan IPO ini lebih mirip suntikan vitamin darurat agar mereka bisa bertahan sampai proyek benar-benar cair.

Kalau Anda beli saham ini, pertanyaannya bukan “berapa besar upside-nya?”, tapi “berapa besar toleransi Anda terhadap asimetri risiko?”

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

$IRRA $PEHA

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy