$PRAY LK Q1 2025: Kuat di Sulawesi
Masih lanjutan dari request member External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Famon Awal Bros Sedaya Tbk adalah salah satu pemain baru yang cukup ambisius di industri rumah sakit swasta Indonesia. Didirikan sebagai hasil transformasi internal grup keluarga besar yang bergerak di bidang layanan kesehatan sejak awal 2000-an, PRAY membawa warisan manajemen dari jaringan RS Awal Bros yang semula berbasis di Pekanbaru dan kini mencoba bertransformasi menjadi konglomerasi layanan kesehatan skala nasional. PRAY resmi melantai di bursa lewat IPO beberapa tahun lalu dengan struktur kepemilikan yang relatif tersebar, meskipun entitas pendiri PT Famon Awal Bros Sakti masih menjadi pemegang saham utama. Tidak ada pengendali tunggal absolut, namun arah strategi masih sangat dipengaruhi oleh manajemen keluarga. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Secara neraca, PRAY memang tampak sehat secara angka. Total aset per Maret 2025 mencapai Rp4.968 miliar, liabilitas Rp2.096 miliar, dan ekuitas Rp2.872 miliar. Rasio current 2,8 dan quick ratio 2,3 memberi kesan likuid. Tapi begitu masuk ke detail, justru terlihat semua yang terlalu tenang ini menyimpan dinamika. Kas dan setara kas memang masih ada Rp757 miliar, tapi utang berbunga mencapai Rp1.512 miliar. Kas bahkan hanya cukup untuk menutup 50% dari total utang berbunga. Lebih parah lagi, arus kas operasi kuartal pertama 2025 cuma Rp6,4 miliar atau hanya 14% dari laba bersih yang tercatat sebesar Rp44 miliar. Artinya, laba itu tidak turun jadi uang nyata di rekening. Laba yang tak berubah jadi uang kas adalah sinyal merah buat investor manapun.
Revenue PRAY naik 5% yoy jadi Rp549 miliar, tapi ini bukan pencapaian yang bisa dibanggakan karena kenaikan beban pokok jauh lebih tinggi yaitu 11%. Gross margin susut ke 25% dari sebelumnya 28%. Beban operasi melonjak 19% karena kenaikan gaji, maintenance alat baru, serta pembukaan unit RS baru yang belum menghasilkan revenue yang sebanding. Alhasil, laba usaha cuma Rp39 miliar dan laba bersih turun 45% yoy jadi Rp44 miliar. Sementara itu, PRAY tetap agresif ekspansi. Capex kuartal ini sebesar Rp225 miliar, terdiri dari pembelian aset tetap dan uang muka pembangunan. Itu artinya free cashflow yaitu CFO dikurangi capex anjlok ke negatif Rp218 miliar. Jadi PRAY menghasilkan laba tapi mengeluarkan uang dalam jumlah besar, yang akhirnya ditutup dengan utang bank baru dan pinjaman syariah. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Model bisnis PRAY adalah tipe rumah sakit full-service, in-house semua. Mulai dari dokter, perawat, radiologi, hingga farmasi. Tidak seperti $SILO yang mengandalkan leasing gedung dari First REIT atau $MIKA yang selektif ekspansi, PRAY memiliki dan membangun sendiri RS-nya. Vendor obat dan alat kesehatan disuplai dari distributor besar, jadi tidak ada ketergantungan satu pihak. Tapi alat kesehatan besar tetap berasal dari impor, jadi ada risiko kurs di sisi capex dan sparepart. Dari sisi pelanggan, 65% pendapatan PRAY berasal dari pasien BPJS, sisanya asuransi swasta dan pasien tunai. Pembayaran BPJS lazimnya molor 60 sampai 90 hari, sedangkan pemasok menagih lebih cepat. Di sinilah terjadi mismatch kas. Revenue tercatat hari ini, tapi uang masuk 2 sampai 3 bulan kemudian.
Transaksi pihak berelasi masih aman. Penjualan ke relasi hanya Rp2,7 miliar, piutang Rp114 miliar. Tidak ada indikasi konflik kepentingan atau manipulasi, dividen minoritas juga tidak agresif. Tidak ada goodwill besar dalam neraca, jadi kalaupun terjadi impairment itu bukan dari akuisisi, tapi lebih kepada aset tetap RS baru yang belum menghasilkan apa-apa. Sayangnya, segmen yang paling banyak menyimpan aset justru performa operasinya terburuk. Segmen Jawa menyimpan aset Rp6.700 miliar tapi malah mencetak rugi operasi Rp31 miliar. Sebaliknya, Sulawesi yang hanya punya aset jauh lebih kecil menghasilkan laba usaha Rp70 miliar dan menyumbang 63% revenue. Sumatra masih kecil yaitu 2% dan juga mencetak rugi. Ketidakseimbangan ini sangat jelas. Artinya PRAY punya aset besar, tapi belum berhasil mengubahnya menjadi mesin laba. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Kalau dilihat dari struktur rasio dan sinkronisasi antar akun, masalah PRAY sangat nyata. Piutang naik Rp89 miliar tapi revenue hanya naik Rp27 miliar. Piutang dibanding revenue setara 1,07 kali. Artinya hampir semua revenue belum masuk kas. Kas operasi cuma Rp6,4 miliar. Padahal perusahaan tetap bayar bunga Rp14 miliar, sehingga rasio CFO terhadap bunga hanya 0,43 kali. Capex Rp225 miliar lebih dari 35 kali lipat CFO. Ini artinya PRAY membakar uang. Kalau tren ini berlanjut dua atau tiga kuartal lagi tanpa tambahan pendanaan atau perbaikan arus kas, perusahaan bisa kehabisan napas dan harus tarik utang baru, jual aset, atau skenario terburuk yaitu rights issue.
Di harga Rp620, kapitalisasi pasar PRAY sekitar Rp1.900 miliar. Dengan ekuitas Rp2.872 miliar maka PBV 0,66 kali. Laba tahunan disetahunkan sekitar Rp176 miliar menghasilkan PER 10,8 kali. Sekilas kelihatan murah. Tapi kalau kita pakai rasio EV terhadap EBITDA atau EV terhadap CFO, hasilnya sangat tidak menarik. EV terhadap EBITDA sekitar 12 kali dan EV terhadap CFO di atas 100 kali karena CFO-nya terlalu kecil. Jadi harga ini bukan karena undervaluasi, tapi karena pasar sudah menghukum perusahaan atas buruknya kualitas laba dan likuiditas. Ini bukan deep value tapi lebih ke value trap kalau tidak ada perubahan.
Harapan realistis bagi investor mencakup beberapa hal. Utilisasi rumah sakit di Jawa harus naik signifikan sehingga aset yang nganggur bisa mulai menghasilkan. Piutang BPJS dan asuransi perlu dipercepat menjadi maksimal 60 hari. Capex harus ditahan ke level maksimal Rp100 miliar per kuartal. CFO harus bisa menyentuh minimal Rp50 sampai Rp100 miliar per kuartal. Kalau semua ini tercapai, PRAY bisa berubah jadi hidden gem dan valuasi bisa naik ke PBV 1,5 kali dan PER 20 kali dengan target harga ideal Rp1.300 sampai Rp1.500. Tapi kalau tidak, maka saham ini bisa melorot ke bawah Rp500 apalagi kalau harus rights issue karena gagal bayar utang atau capex gagal dikendalikan. Dalam skenario terburuk, ekspansi RS gagal optimal, BI rate tetap tinggi, dan BPJS makin telat bayar, maka PRAY akan terjebak dalam spiral utang dan kas yang terus menipis.
Kalau dibandingkan dengan HEAL, MIKA, dan SILO, MIKA jelas yang paling solid. Margin bersih 26%, FCF selalu positif, tanpa utang berbunga, dan kas lebih dari Rp2.600 miliar. HEAL punya revenue besar Rp1.692 miliar tapi FCF juga negatif, utang besar, dan tergantung BPJS. SILO punya skala paling besar, revenue Rp3.037 miliar tapi FCF kecil dan liabilitas sewa besar. Di antara tiga ini, PRAY paling kecil dan paling lemah di cashflow. Bahkan HEAL yang masih struggle pun masih punya CFO Rp224 miliar di Q1 2025, jauh di atas PRAY yang cuma Rp6,4 miliar. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Intinya, PRAY adalah cerita ekspansi yang belum berhasil dikonversi jadi kas. Ia ibarat orang yang sedang membangun rumah lantai lima tapi tagihan kontraktor sudah jatuh tempo, sedangkan gajinya belum turun. Satu-satunya harapan yaitu proyek itu segera menghasilkan uang. Kalau tidak, dia harus gali lubang tutup lubang atau jual rumah separuh jadi. Hidden gem mungkin. Tapi untuk saat ini, PRAY lebih mendekati jebakan tersembunyi.
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10