Apakah US berani bersekutu dengan Israel.
Saat ini ketegangan geopolitik semakin memanas. Bisa terlihat dari bagaimana kondisi di sejumlah negara seperti Rusia bersama dengan Ukraina, Pakistan dan India yang sempat konflik, hingga yang paling terbaru saat ini adalah Israel bersama dengan Iran. Berdasarkan berita terupdate, Iran sendiri berkomitmen untuk memberikan serangan balasan secara "full power" kepada sejumlah pusat sekaligus kota strategis di Israel. Bahkan kalau mau lebih update lagi, US bersama dengan negara G7 lainnya bersepakat untuk mendukung Israel. Bagaimana dengan Iran? apabila perang terjadi secara berkepanjangan, Iran bisa saja berpotensi didukung oleh sejumlah negara diluar G7, seperti Rusia, negara negara timur tengah, bahkan hingga Korea Utara sekalipun (masih berpotensi). Oleh karena itu, muncul skenario bahwa perang dunia ke 3 berpotensi terjadi. Kenapa statement seperti itu muncul? karena polanya kurang lebih sama.
Pertanyaannya satu, apakah US akan serius bersekutu dengan Israel?
Jawaban saya belum tentu, bisa iya bisa tidak. Mengapa demikian?
Bisa iya, karena peristiwa yang terjadi saat ini memiliki pola yang cukup menarik dengan peristiwa perang dunia yang sudah terjadi sebelumnya. Dimana patternya kurang lebih seperti ini : kebijakan tarif impor diterapkan pada tahun 1930an yang bernama tarif Smooth Hawley, terhadap lebih dari 20,000 jenis barang dan bahan baku termasuk dari Eropa dan Asia, dimana hal tersebut memperburuk kondisi geopolitik global dan perdagangan internasional menjadi anjlok 60% sepanjang tahun 1929 - 1934. Kebijakan tarif ini membuat kondisi ekonomi di banyak negara semakin sulit, terutama Jerman yang sedang dalam kondisi krisis akibat kekalahan perang dunia 1 dan harus membayar utang sebesar 33 miliar sesuai dengan perjanjian Versailes. Kondisi ekonomi yang sulit memicu munculnya paham paham radikal ( seperti paham fasisme dan nazisme ) yang memiliki ambisi sangat besar dan cenderung berbahaya untuk kepentingan sekelompok. Maka munculah perang dunia ke 2 ketika Jerman secara resmi menginvasi Polandia pada tahun 1939.
Jika dilihat dari polanya memang sedikit mirip, meskipun tidak sepenuhnya.
Kemudian melihat dari sisi hubungan diplomatik antara US dan Israel, tercatat bahwa hubungan diplomatik antara US dan Israel terbilang cukup dalam, mulai dari kedekatan hubungan kedua negara tersebut sehingga Israel menjadi salah satu negara yang mampu mendekatkan US dengan cadangan kekayaan alam terbesar di dunia, yaitu minyak "emas hitam". Selain itu, US sendiri bersama dengan Israel telah menjalin kerjasama ekonomi dengan terus mengembangkan teknologi militer bersama, sehingga dari sisi pertahanan, AS cukup belajar banyak dari Israel (ini sebabnya mengapa meskipun ekspor impor Israel bersama US terbilang kecil, tapi tetap terbilang cukup penting) . Oleh karena itu, ketika Israel diserang tentu ini akan membuat salah satu rekan militer US menjadi terganggu. Sebagai seorang "teman sejati di bidang militer", US tentu berpotensi untuk membantu Israel. "Kalau skenarionya kalah, US bisa kesulitan untuk mengontrol cadangan minyak di negara Timur Tengah (meskipun kemungkinan kalah sangat sangat kecil)."
Bisa juga tidak, karena di sisi lain US memiliki tantangan ekonomi tersendiri dimana saat ini US dihadapkan akan tantangan ekonomi yang cukup serius. Utang negara yang semakin tinggi hampir menyentuh debt ceiling lagi, obligasi pemerintah semakin tidak menarik di mata investor sampai sampai yield harus naik di angka 4,5%, bahkan Moody's sendiri menurunkan credit rating AS dari AAA menjadi AA+. Pertumbuhan ekonomi AS bahkan saat ini terkontraksi 0,3%.
Lalu apa hubungannya? Ketika US campur tangan dalam perang Israel dan Iran, ini tentu akan mengusik perang dunia 3 yang melibatkan banyak negara. Bahkan dalam kasus ini, jumlah negara yang terlibat berpotensi lebih besar dibandingkan perang dunia sebelumnya. Ketika perang dunia ke 3, tentu aktivitas ekonomi dan perdagangan internasional menjadi terganggu, mengingat terdapat sejumlah lokasi perdagangan strategis yang berdekatan dengan daerah rawan lokasi peperangan. Ketika perang terjadi, maka perdagangan internasional akan terganggu dan hal tersebut akan membuat persediaan bahan baku akan menjadi semakin langka yang membuat harga bahan baku meningkat. Harga yang tinggi akan berpotensi memunculkan "inflasi".
Inflasi yang berpotensi meningkat akan membuat The Fed harus menaikan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai mata uang mereka. Dengan adanya ancaman "dedolarization" ditambah dengan ketidakpastian ekonomi yang meningkat akibat adanya potensi perang dunia ke 3 ini, seharusnya membuat Presiden Donald Trump berfikir 2 kali untuk terlibat dalam perang ini. Mengingat salah satu tujuan utama dia sebagai Presiden adalah untuk memberikan inflasi yang rendah untuk negaranya, ditambah dengan potensi perang yang merugikan bisnis beliau menjadi salah satu argumentasi yang masuk akal terkait alasan US harus berfikir 2 kali untuk ikut berperang. Risiko sangat besar bahkan berpotensi mengacaukan negara mereka sendiri.
Kalau misalnya kemungkinan tidak, mengapa US terus gembar - gembor untuk bersekutu dengan Israel. Mungkin saja ini merupakan strategi US dengan mencari sensasi sehingga dapat mendorong harga minyak yang tentunya akan berdampak ke aktivitas eksplorasi dan pendapatan US untuk meningkatkan revenue mereka sebagai negara, mengingat minyak merupakan komoditas yang sangat vital saat ini.
Ini merupakan argumentasi saya semata berdasarkan apa yang saya baca dan ketahui terkait kondisi makroekonomi saat ini, bisa saja salah atau ada yang kurang. Apabila ada kekurangan atau tambahan tentu saya sangat terbuka untuk diskusi dan input baru terkait analisis saya.
$SUNI $ELSA $ESSA