imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

CPO dan Perang Israel-Iran

Request salah satu user Stockbit di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345

Logika sederhana kalau harga oil naik, biasanya komoditas lain akan ikutan naik. Kenapa? Untuk buka hutan, untuk gali tanah, untuk bawa truk, untuk bawa pesawat, untuk bawa kapal, bahkan untuk bikin pupuk, itu semua butuh bahan bakar oil. Jadi ketika harga oil naik, otomatis cash cost semua aktivitas ekonomi akan naik yang pada gilirannya akan ikutan kerek average selling price atau harga jual rata - rata semua komoditas. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Semua orang pengen cuan. Kalau ongkos tanam sawit hingga antar sawit pakai kapal dan truk naik dari 1 juta per ton ke 2 juta per ton karena harga solar naik, apakah masuk akal kalau itu pengusaha sawit jual sawitnya di harga tetap 1 juta rupiah per ton? Mikir logis aja.

Dalam dunia nyata, tidak ada yang pengen rugi. Kecuali memang pengen promosi awal - awal dulu tapi setelah itu mau tak mau harus jual mahal kalau tidak mau bangkrut. Hanya di saham aja banyak yang rela beli mahal, jual murah.

Konflik bersenjata antara Iran dan Israel di 2025 telah mengguncang stabilitas geopolitik Timur Tengah dan memicu gelombang ketidakpastian di pasar global. Serangan rudal balasan, ancaman blokade Selat Hormuz, dan eskalasi militer di kawasan strategis minyak dunia itu langsung mengguncang harga energi internasional. Brent crude melonjak 7,5% hanya dalam beberapa hari, menyentuh level US$74,56 per barel. Kekhawatiran gangguan pasokan minyak mentah dunia tak hanya menggoyang pasar minyak, tapi juga menggerakkan komoditas turunan seperti Crude Palm Oil (CPO) yang menjadi salah satu substitusi utama dalam industri bioenergi global. Ketika minyak dunia terancam, perhatian dunia beralih ke sawit dan bagi Indonesia, yang memegang setengah pangsa pasar CPO global, ini adalah kesempatan sekaligus ujian. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Di tengah krisis geopolitik ini, harga CPO langsung menanggapi. Bursa Malaysia mencatat lonjakan harga kontrak CPO Juli 2025 sebesar 171 ringgit dalam sehari ke 4.096 ringgit per ton, dan dalam waktu singkat menembus 4.113 ringgit per ton per 18 Juni, naik 5,9% dalam sebulan. Ini bukan kejutan. Setiap konflik besar di Timur Tengah hampir selalu membuat harga minyak dan CPO naik serentak, dengan korelasi historis di atas 0,8. Saat negara-negara seperti India dan China meningkatkan pembelian CPO untuk substitusi bahan bakar, permintaan melonjak. Polanya sudah terlihat sejak Perang Teluk 1990, Perang Irak 2003, hingga serangan Iran ke Israel pada April 2024, dan kini terulang kembali.

Bagi Indonesia, lonjakan harga CPO memberi angin segar bagi emiten-emiten sawit yang sebelumnya tertekan. PT Jaya Agra Wattie (JAWA), misalnya, mencatatkan laba bersih Rp21,6 miliar pada kuartal I 2025, berbalik arah dari kerugian tahun sebelumnya. Emiten besar lain seperti PT Astra Agro Lestari (AALI), PT Sampoerna Agro (SGRO), PT London Sumatra Indonesia (LSIP), dan PT Triputra Agro Persada (TAPG) juga mencatatkan kenaikan ASP (average selling price) dan permintaan ekspor. Data Malaysia menunjukkan ekspor CPO melonjak 7,9%–9,9% pada saat tensi geopolitik meningkat, dan Indonesia sebagai produsen utama jelas ikut panen permintaan. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx

Namun, seperti layaknya Manchester United musim 2024/2025 yang bertabur bintang dan bergaji miliaran rupiah per minggu namun tetap terjerembab nyaris degradasi, harga tinggi tak otomatis menjamin kemenangan. Di balik kenaikan harga CPO, biaya logistik ikut naik karena kapal-kapal harus memutar dari Laut Merah ke Tanjung Harapan. Waktu pengiriman molor 10–15 hari dan biaya kontainer melonjak hingga 200%. Harga pupuk yang 64% bahan bakunya berasal dari Mesir dan Timur Tengah juga meningkat tajam. Di sisi lain, rupiah terdepresiasi ke Rp16.340 per USD, menaikkan beban utang valas bagi emiten sawit yang punya eksposur dolar.

Pasar saham mencerminkan kompleksitas ini. Meskipun fundamental emiten sawit menguat, indeks volatilitas global (VIX) ikut naik. RSI harian CPO tercatat di level 43, dan Stochastic RSI di angka 38, menandakan tekanan jual masih bisa muncul. Support harga berada di RM3.861, dengan resistance di RM4.310 per ton. Jika harga berhasil tembus resistance tersebut dan konflik makin berlarut, potensi kenaikan 15%–20% terbuka lebar. Namun jika muncul sinyal de-eskalasi atau kesepakatan damai, pasar bisa berbalik arah dengan cepat. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Faktor cuaca juga tidak bisa diabaikan. Tahun 2025 cenderung berada dalam fase ENSO netral, dengan potensi La Niña ringan di akhir tahun. Ini berarti produksi sawit kemungkinan stabil, bahkan bisa meningkat jika curah hujan mendukung. Namun, kenaikan produksi di tengah stagnasi permintaan bisa menekan harga CPO, terutama jika ekonomi global melemah akibat perang yang berkepanjangan.

Pemerintah Indonesia mulai mengantisipasi risiko. Kementerian Perindustrian mendorong percepatan hilirisasi sawit dan diversifikasi energi ke biofuel serta panas bumi. Bank Indonesia mengaktifkan skema Local Currency Settlement (LCS) untuk mengurangi tekanan terhadap dolar. BPDPKS juga bersiap menyesuaikan skema insentif biodiesel agar tetap kompetitif di tengah lonjakan subsidi energi akibat perang.

Bagi investor, peluang tetap terbuka, tetapi perlu strategi yang tajam dan disiplin. Saham seperti $LSIP $TAPG AALI DSNG SSMS bisa dibeli jika breakout, dengan target sesuka hati tapi jangan lupa pasang alat pengaman. $MEDC ENRG PGAS dan ELSA menarik sebagai proxy energi. Untuk lindung nilai terhadap inflasi dan pelemahan rupiah, ANTM dan MDKA yang terpapar emas bisa jadi alternatif aman, apalagi harga emas global sudah tembus US$3.432 per troy ounce. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf

Namun, semua keputusan harus dipertimbangkan dengan kehati-hatian. Jika konflik makin memburuk dan Selat Hormuz sampai ditutup, minyak dunia bisa melonjak ke atas US$100 per barel. Harga CPO bisa ikut naik, tetapi dunia bisa terjerumus ke jurang resesi. Permintaan terhadap produk turunan sawit seperti makanan dan kosmetik bisa anjlok. Defisit APBN Indonesia juga bisa membengkak hingga 2,8%–2,9% karena subsidi energi dan tekanan fiskal.

Pak Toto, yang tiap hari menyendokkan kuah bakso ke mangkok pelanggannya, tahu bahwa harga minyak goreng naik bukan sekadar masalah rumah tangga, tapi bagian dari gejolak ekonomi global. Anak Pak Toto, yang setia mengenakan jersey MU meski timnya terus kalah, paham bahwa bintang besar dan gaji tinggi bukan jaminan. Begitu juga dengan CPO. Harga yang tinggi, permintaan yang kuat, dan peluang ekspor bukan satu-satunya penentu sukses. Yang penting adalah strategi: apakah perusahaan bisa mengatur biaya logistik, mengelola utang, dan memperkuat hilirisasi? Apakah investor bisa membaca arah angin dan tak terlena oleh euforia sesaat?

Konflik Israel–Iran memang menjadikan CPO sebagai primadona jangka pendek, tapi risiko sistemik tetap membayangi. Siapa yang bertahan dan menang bukan yang paling besar atau paling cepat, tapi yang paling siap. Di pasar komoditas, seperti di lapangan bola, yang konsisten, disiplin, dan adaptif, dialah yang pulang bawa poin penuh. Hidup PSM Makassar.

Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.

Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345

Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm

Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx

Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW

Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU

Read more...

1/10

testestestestestestestestestes
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy