IHSG — Di Balik Galon Kosong, Siapa yang Minum Duluan

Kemarin ada yang posting menjelaskan $ADES, tulisannya lugas, komprehensif, menggugah iman finansial. Tapi insting saya berkata lain. Too good to be true…

Ketika sang penulis menjabarkan kenaikan penjualan, disusul lonjakan laba bersih hingga tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir, maka muncul pertanyaan saya apakah emiten yang fokus pada pasar niche mampu mempertahankan tren kinerja positif dalam waktu panjang dalam pasar niche yang terbatas, kecuali, tentu saja, jika ADES berhasil bertransformasi menjadi pemain nasional ke pasar mainstream. Dan itu pun harus dilakukan tanpa kehilangan efisiensi serta akal sehat manajerial.

Sebenarnya saya tidak sedang ingin berdebat kusir di jalan tol, terlalu cepat dan tak kemana-mana. Saya percaya setiap entitas profesional seperti ADES, pasti punya peta pertumbuhan yang berkelanjutan. Tapi naluri saya seperti biasa ingin mencari tau lebih dalam tentang emiten ini.

Saya pun membuka laporan keuangan. Tapi tenang, saya tak akan mengulang narasi tentang performa ADES, karena itu sudah dibahas panjang dalam tulisan yang dibuat oleh rekan investor lainnya di forum ini. Intinya, secara historis, ADES memang hebat. Dari bertahun-tahun mencatat retained earnings negatif, menjadi positif sejak 2023. Dari lubuk minus ke permukaan surplus. Layak diapresiasi. Jadi fokus saya tertuju pada Pemegang Saham Pengendali (PSP).

Seperti yang sering saya tulis, dividen itu kunci, bukan sekadar angka. Ia adalah cermin dari niat. Jika dividen tak dibayar, bisa jadi PSP sudah kenyang duluan. Dan kita, investor receh puasa berkepanjangan. Menunggu berkah yang tak kunjung tiba. Ya memang hipotesis ini receh, tapi menggiurkan. Seperti nasi uduk jam enam pagi. Sederhana, tapi bikin lapar.

Lalu muncul hal yang membagongkan.
Saya telusuri struktur pemegang saham hingga ke langit ketujuh. Dan saya menemukan kepemilikan PSP melewati dua lapisan Perusahaan berjenjang. Mulai dari Singapura dan berlanjut ke British Virgin Islands, dan berakhir pada sosok Andy PYW yang berlokasi di Singapura. Berputar-putar seperti air galon yang terkocok ketika dipasang.

Awalnya saya kira ini Perusahaan-perusahaan itu adalah private equity. Tapi setelah saya selidiki, lebih mirip private entity. Kalau ada yang bisa membuktikan salah satunya adalah private equity sungguhan, saya janji bikin tulisan lanjutannya. Tapi kalau tidak? Ya cukup sampai di sini. Tulisan ini sudah seperti galon isi ulang. Berat dibawa, tapi kalau dibiarkan, bisa mengeringkan sumur opini kita sendiri.

Saya lanjut Googling. Siapa Andy PYW?
Saya berharap dia adalah “somebody”. Bukan “no body” atau sekedar orang asing yang kebetulan lewat. Tapi dengan riset seadanya, saya harus menerima nasib sebagai investor receh. Saya tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Harus terima nasib. It is as it is.
Karena di pasar modal, bukan cuma harga saham yang bisa naik turun.
Harapan juga.

Saya kembali ke hipotesis utama:
jika PSP sudah kenyang duluan, maka investor receh harus puasa berkepanjangan.
Untuk mengujinya, saya bandingkan dengan emiten sejenis:
$SIDO: distributor utama adalah PT Muncul Mekar (entitas anak)
$CLEO: distributor utama adalah PT Sentralsari Primasentosa (entitas anak)
• ADES? Tidak disebutkan. Baik di laporan tahunan maupun laporan keuangan.

Pengujian ini penting, sebab menurut Permendag Nomor 22 Tahun 2016, produsen (pabrikan) tidak boleh sekaligus menjadi distributor.
Jadi jika tidak disebut, apakah artinya tidak ada? Atau sengaja tidak diungkap?
Mungkin volumenya kecil.
Atau mungkin… saya, investor kecil, memang tak cukup penting untuk diperhitungkan.
Padahal, PSAK 1 dan PSAK 7 mewajibkan pengungkapan transaksi yang signifikan, baik dengan pihak ketiga apalagi kepada pihak berelasi. Apakah transaksi dengan distributor tidak signifikan? Saya tidak ditemukan jawabanya dalam laporan keuangan maupun laporan tahunan.

Apalagi auditornya bukan dari empat besar. Tidak seperti SIDO yang diaudit oleh KAP big four. Tapi ya sudah. Auditornya telah memberi opini bahwa semuanya baik-baik saja.
Dan saya pun kembali pada mantra yang sering diucapkan ketika logika tak lagi menang:
“It is as it is. Suka? Silakan beli. Tidak suka? Ya diam aja… gitu aja kok repot.”

Atau, siapa tahu, aturan memang sudah berubah.
Mungkin ada pengecualian. Mungkin ada dispensasi.
Mungkin ADES mendapat izin khusus untuk menjual langsung ke rakyat yang kehausan. Entah karena cuaca. Entah karena beban hidup.
Karena ya, ini negeri tropis sekaligus utopis.
Tempat di mana emiten bisa menjual air...
kepada investor yang justru gagal membasahi return mereka sendiri.

Jika aturan membolehkan ADES menjalankan fungsi distribusi, artinya ini urusan internal.
Transaksi dalam negeri. Tak perlu diungkap. Tak wajib disampaikan. Ya memang sah.
Ah... lagi-lagi... saya hanya bisa berkata: Saya tidak tahu.

Akhirnya, saya hanya bisa mengutip satu teori lama:
"The greater fool theory says you can make money by buying overvalued assets,
as long as there's a greater fool willing to pay more for them later."

Sayangnya…
Jika semua orang sudah sadar…
Tak ada lagi “greater fool” yang tersisa.
Dan kamu pun akan sadar, mungkin ketika semuanya sudah terlambat…
Bahwa yang kamu pegang selama ini bukan galon berisi harapan…
Tapi galon kosong.
Yang sudah diteguk duluan.
Jauh sebelum kamu meneguk setetes pun.

Untuk tulisan lanjutannya silahkan mampir di https://cutt.ly/mrWnwQQJ

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy