$BTPS vs $BRIS - Siapa yang Lebih Owner Oriented?

Dalam dunia pasar saham, kata "bagus" sering terlalu sempit ditentukan oleh grafik harga atau angka laba bersih. Tapi bagi Warren Buffett, yg terpenting bukan cuma pertumbuhan, melainkan karakter. Lebih tepatnya: karakter bisnis dan karakter orang-orang yg menjalankannya. Dalam buku The Essays of Warren Buffett: Lessons for Corporate America, Buffett menegaskan bahwa perusahaan ideal bukan cuma yg untung besar, tapi yg owner oriented—alias berorientasi pada pemilik saham.

Perusahaan seperti ini, menurut Buffett, punya ciri khas: manajemennya jujur dan rasional dalam alokasi modal, komisarisnya berani bicara jika strategi melenceng, insentif direksi selaras dgn kepentingan jangka panjang pemilik, dan yg paling penting, mereka memperlakukan pemegang saham bukan sebagai penonton, tapi sebagai rekan usaha. Filosofi ini menolak total cara pandang jangka pendek atau kepemimpinan yg hanya mementingkan karier CEO. Buffett percaya, kalau kita menemukan perusahaan seperti ini, maka kita bisa tidur tenang bahkan jika pasar tutup 10 tahun ke depan.

Nah, dengan kacamata itu, mari kita coba menakar dua bank syariah publik yg paling menonjol saat ini: BTPN Syariah (BTPS) dan Bank Syariah Indonesia (BRIS). Sama-sama menyandang embel-embel syariah, sama-sama tumbuh pesat—meski yg satu sdg tertatih, tapi apakah keduanya bisa dianggap sebagai perusahaan yg benar-benar mengutamakan kepentingan pemilik saham? Atau salah satunya lebih dekat dgn prinsip Buffet daripada yg lain?

Pertama, soal keterbukaan. BTPS punya gaya komunikasi yg sangat personal. Paparan publik mereka nggak terasa seperti jargon korporat, tapi lebih seperti pengakuan jujur dari seorang pebisnis yg tahu betul bisnisnya dan siap diaudit siapa pun. Manajemen BTPS berani mengakui risiko kenaikan NPF, tantangan sektor ultra mikro, dan ketidakpastian makro tanpa menyembunyikan kelemahan. Ini cocok banget dgn gaya Buffett, yg dalam surat tahunannya bisa terang-terangan bilang: “Kami membuat kesalahan besar tahun lalu.” 🙈

BRIS di sisi lain menyajikan laporan tahunan yg sangat lengkap, rapi, dan kaya visual. Tapi gaya bahasanya terasa lebih korporat, lebih "BUMN banget". Kita bisa lihat ambisi mereka membangun bank syariah terbesar Asia Tenggara, membuka cabang di Dubai, meluncurkan superApp, menerbitkan sukuk ESG—semuanya langkah besar. Tapi Buffett selalu bilang, ukuran bukan jaminan. Bahkan ia lebih suka perusahaan kecil asal manajemennya jujur dan berani berpikir seperti pemilik, bukan seperti manajer kontrak. Di sinilah BTPS sedikit lebih unggul secara gaya berpikir: mereka bukan sekadar tumbuh, tapi tahu kenapa mereka tumbuh dan buat siapa mereka tumbuh.

Soal insentif manajemen juga jd aspek yg menarik buat ditelaah lebih dalam. Seringkali, satu hal yg membedakan antara manajer biasa dan pemimpin yg berpikir seperti pemilik adalah: apakah mereka ikut menanggung risiko. Dan ternyata, baik di BTPS maupun BRIS, sinyal itu mulai tampak jelas. BTPS sejak awal udah punya program MESOP yg aktif, dan beberapa petingginya rutin membeli saham secara pribadi—termasuk di tahun 2025. Tapi BRIS pun ternyata nggak kalah. Di laporan tahunan 2024, nama-nama seperti Hery Gunardi dan jajaran direksi lainnya muncul sebagai pemilik langsung saham BRIS, bahkan tercatat membeli lagi di awal dan akhir 2024. Memang kepemilikannya kecil secara persentase, tapi secara nilai dan sikap, ini penting. Karena Buffett selalu tekankan: manajemen terbaik bukan cuma yg pintar, tapi yg juga berani bertaruh di perahu yg sama dgn pemegang saham. Dan di dua bank syariah ini, kita mulai lihat benih-benih pemikiran kayak gitu. Skin in the game bukan sekadar jargon, tapi mulai jd kenyataan.

Kalau kita bicara soal efisiensi penggunaan laba, posisi BRIS justru kini lebih unggul. ROE mereka terus naik stabil dan per 2025 sudah menyentuh 15,3%, lebih tinggi dari BTPS yg justru melandai tajam jadi 11,3%. Ini menarik, karena dulu BTPS dikenal sebagai bank dgn return tertinggi di sektor keuangan mikro—ROE bisa lebih dr 20%. Tapi sejak 2023 ke atas, tren mulai bergeser. BRIS berhasil menjaga ritme pengembalian modal meski sedang ekspansi ke banyak sektor: dari superapp, green sukuk, sampai pembiayaan properti dan UMKM. Sementara BTPS tampak masih dalam fase pemulihan, terutama setelah tekanan pada kualitas aset dan perubahan struktur pembiayaan pasca pandemi. Buffett sendiri sangat memperhatikan ROE bukan cuma sebagai angka, tapi sebagai refleksi cara manajemen menggunakan tiap rupiah modal. Dan kalau kita ikuti logikanya, maka BRIS saat ini terlihat lebih disiplin dan berhasil menjaga capital efficiency scr konsisten. Tetap ada nilai positif dari BTPS, apalagi mengingat fokus mereka pd segmen yg sangat niche dan sosial.

Dari sisi perlindungan investor minoritas, dua-duanya sama-sama aman secara struktur. BTPS dikuasai $BTPN (anak usaha SMBC Jepang), sementara BRIS dikuasai tiga bank Himbara. Nggak ada dual-class shares atau praktik mencurigakan dalam aksi korporasi. Namun lagi-lagi, BTPS terlihat lebih gesit sebagai entitas independen. Mereka bisa memutuskan strategi sendiri tanpa terlalu banyak layer birokrasi. Sedangkan BRIS, mau tidak mau harus mempertimbangkan harmoni antar pemilik mayoritas. Ini bukan hal buruk, tapi bisa jadi menghambat kecepatan respon terhadap peluang atau krisis—dan entah bagaimana kelak setelah Danantara merubah struktur kepemilikan, apakah akan lebih efisien atau sama saja. 😹

Dari sisi kebijakan buyback dan dividen, dua-duanya cukup rasional. Tidak ada aksi buyback kosmetik, dan dividen dibagikan sesuai kapasitas laba dan kebutuhan reinvestasi. Tidak agresif, tapi juga tidak pelit. Ini sesuai prinsip Buffett, yg lebih suka manajemen menahan laba jika bisa mengubahnya jadi nilai lebih besar, daripada membagi dividen cuma demi popularitas.

Kalau kita lihat struktur dewan dan manajemen, BRIS tampil jauh lebih besar dan kompleks dibanding BTPS. Per akhir 2024, BRIS punya 10 direktur aktif dan 10 komisaris, termasuk beberapa nama yg baru diangkat melalui RUPS. Sementara BTPS jauh lebih ramping, dgn jumlah manajemen inti dan komisaris yg lebih sedikit tapi stabil dari tahun ke tahun. Nah, menurut Buffett, ukuran bukan segalanya. Ia justru cenderung skeptis dgn organisasi yg terlalu gemuk, apalagi kalau struktur itu cuma menambah formalitas, bukan pengawasan yg nyata.

Dalam banyak surat tahunannya, Buffett bilang bahwa satu komisaris aktif lebih berharga daripada lima yg hanya hadir waktu RUPS. Dan itu masuk akal—karena governance sejati nggak ditentukan oleh jumlah orang, tapi oleh kualitas suara. Di BRIS, kita belum lihat sinyal eksplisit apakah komisaris independen mereka pernah menolak keputusan direksi, atau benar-benar bersikap sebagai “penjaga nilai”. Di BTPS pun, dokumentasinya belum setransparan itu, tapi struktur kecil mereka justru bikin lebih efisien—lebih gampang buat saling kontrol dan bertanggung jawab. Jadi kalau ngikutin prinsip Buffett, governance itu lebih baik ramping tapi tajam, daripada ramai tapi kabur.

Jadi, siapa yg lebih "owner oriented”?

Jawabannya: BTPS unggul dalam gaya berpikir, efisiensi modal, dan struktur organisasi yg ramping tapi fungsional—hal yg bikin mereka bisa lebih lincah, fokus, dan gampang dipertanggungjawabkan. Sementara BRIS punya keunggulan di skala, jaringan institusional, dan misi besar mengintegrasikan keuangan syariah nasional. Tapi ukuran juga datang dgn kompleksitas, dan kadang menyulitkan koordinasi antar lini.

Dalam hal governance, BTPS punya kelebihan karena strukturnya sederhana dan efisien, meski transparansi soal fungsi pengawasan masih bisa ditingkatkan. BRIS sendiri punya struktur yg lengkap dan modern, tapi tetap perlu pembuktian bahwa dewan komisarisnya benar-benar aktif menjaga arah perusahaan, bukan cuma hadir sebagai formalitas. Jadi meskipun dua-duanya sudah bergerak ke arah yg benar, secara prinsip Buffettian, BTPS masih sedikit lebih dekat dgn esensi perusahaan yg dijalankan seperti milik sendiri.

Pada akhirnya, Buffett bilang: pilih perusahaan seperti kamu memilih partner bisnis. Bukan yg paling mewah, tapi yg paling bisa kamu percaya duduk di kursi sebelahmu selama 20 tahun ke depan. Dan itulah cara terbaik menilai saham—dengan perspektif kepemilikan, bukan spekulasi.

Disclaimer: lakukan analisis kualitatifmu sendiri, ini bukan mengarahkan untuk menabung di BSI atau jual beli saham apapun.

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy