$UNTD LK Q1 2025: Bisnis Sepeda Listrik Itu Berat?
Request salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
Kalau dilihat sepintas, harga saham UNTD yang mentok di angka 83 rupiah ini bikin penasaran, apakah memang semurah itu karena undervalued, atau justru mencerminkan kondisi fundamental yang seret napas. Supaya nggak asal nebak, kita harus cek laporan keuangan konsolidasian PT Terang Dunia Internusa Tbk, pemilik merek United Bike, Avand, dan United E-Motor. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
UNTD melaporkan total aset sebesar Rp1,25 Triliun dan ekuitas Rp0,63 Triliun. Laporan keuangannya memakai mata uang fungsional rupiah dan disusun berdasarkan standar PSAK dan IFRS, jadi udah bisa dipercaya relevansinya karena di Q1 2025 mereka melakukan limited review auditor. Entah buat apa. Mau aksi korporasi?
Perusahaan ini membagi bisnisnya jadi empat segmen utama, yaitu sepeda listrik, sepeda motor listrik, sepeda konvensional, dan suku cadang. Dari total penjualan kuartal sebesar Rp96,10 Miliar, segmen sepeda listrik nyumbang paling gede, sekitar Rp48,19 Miliar alias 50 persenan. Lalu disusul sepeda konvensional Rp37 Miliar (39 persen), sepeda motor listrik Rp7,94 Miliar (8 persen), dan suku cadang Rp2,97 Miliar (3 persen). Tapi yang menarik bukan cuma siapa yang nyumbang paling besar, tapi siapa yang paling untung. Secara margin, sepeda motor listrik paling tinggi 36,9 persen, disusul sepeda listrik 32,6 persen. Sepeda konvensional dan suku cadang jauh di bawah, cuma di kisaran 18 persen. Jadi wajar aja kalau dari sisi laba segmen, sepeda listrik paling cuan Rp15,70 Miliar, lalu sepeda konvensional Rp6,78 Miliar, motor listrik Rp2,93 Miliar, dan suku cadang Rp0,53 Miliar.
Sayangnya, meskipun produk listrik untungnya lebih tebal, volumenya belum cukup gede buat nutupin penurunan sepeda konvensional. Revenue turun 8 persen dibanding tahun lalu, dan imbasnya laba bersih susut 40 persen jadi cuma Rp1,88 Miliar. Sementara beban bunga tetap tinggi, Rp10,88 Miliar, makanya operating margin tinggal 14 persen dan net margin jeblok ke 2 persen aja. Bahkan, kalau dihitung rasio ICR (EBIT dibagi beban bunga), cuma 1,23 kali. Artinya, hampir seluruh laba operasi habis buat bayar bunga, dan sisa buat pemegang saham itu tipis banget. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Dari sisi kurs, UNTD punya utang dalam mata uang asing, utama ke pemasok China, senilai Rp23,79 Miliar. Kalau kurs CNY naik 5 persen, itu langsung makan laba sebelum pajak Rp1,19 Miliar. Belum lagi soal utang berbunga yang totalnya Rp0,51 Triliun, dengan sensitivitas 1 persen suku bunga bisa bikin ayunan laba ±Rp5,49 Miliar. Profil utangnya mayoritas jangka pendek, sekitar Rp0,43 Triliun, yang bikin perusahaan harus rajin-roll over pinjaman tiap tahun. Padahal quick ratio-nya cuma 0,89, artinya kalau persediaan nggak cepet laku, kas dan piutang belum cukup buat bayar kewajiban jangka pendek. Di sisi lain, current ratio masih kelihatan aman di 2,05, tapi itu karena persediaannya tebal banget Rp0,62 Triliun.
Risiko kredit datang dari piutang usaha Rp0,25 Triliun, yang sebagian ke dealer internal, sebagian ke pihak ketiga. Manajemen klaim mitigasi lewat uang muka dan verifikasi kredit, tapi kalau dilihat dari arus kas, penagihan belum maksimal. Buktinya, cash flow dari operasi alias CFO masih negatif Rp9,10 Miliar. Padahal laba bersih positif. Ini jadi sinyal bahwa profit itu masih di atas kertas, belum jadi duit beneran. Padahal, belanja modal (capex) cuma Rp1,35 Miliar, alias kecil banget. Tapi tetap aja FCF (CFO dikurangi capex) masih negatif Rp10,45 Miliar. Artinya, UNTD belum bisa menghidupi operasinya sendiri tanpa utang baru. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Modal kerja UNTD itu tinggi banget. Dengan piutang, persediaan, dan utang usaha, total modal kerja bersihnya Rp0,56 Triliun, setara 580 persen dari penjualan kuartalan. Jadi ibaratnya, uang yang nyangkut di gudang dan piutang itu jauh lebih banyak dari pendapatan yang bisa mereka cetak. Perputaran persediaan juga lambat banget, stok yang ada nilainya 6,4 kali lebih besar dari penjualan kuartalan. DSO alias hari rata-rata penagihan piutang masih oke, sekitar 24 hari. Tapi dengan beban utang jangka pendek dan bunga tinggi, kecepatan putaran kas ini belum cukup buat ngimbangin.
Kalau ditarik garis besar, perusahaan punya margin produk yang menarik di segmen sepeda listrik dan motor listrik, tapi skala belum cukup besar buat nutupin beban struktural dan bunga. Arus kas masih bermasalah, karena operasional belum bisa kasih duit, padahal harus bayar bunga dan utang jangka pendek. Mismatch antara laba positif tapi CFO negatif, ditambah quick ratio di bawah satu, menunjukkan risiko likuiditas nyata. Risiko nilai tukar juga cukup terbuka, karena ada utang dalam mata uang asing tanpa lindung nilai eksplisit. Kabar baiknya, capex-nya kecil, jadi nggak terlalu butuh uang buat ekspansi. Tapi kalau mau grow dan jaga likuiditas, UNTD butuh penjualan naik drastis atau restrukturisasi utang jangka pendek jadi panjang.
Singkatnya, UNTD ini seperti sepeda listrik yang baterainya belum penuh, punya potensi tapi masih ngos-ngosan. Kalau nggak segera dicolok charger berupa efisiensi perputaran kas dan peningkatan skala produksi segmen elektrik, risiko kehabisan napas likuiditas makin dekat. Dan harga saham 83 rupiah itu, ya, mungkin bukan undervalued, tapi cerminan kondisi fundamental yang memang belum stabil. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
$BIKE $ASII
1/8