imageProfile
Potential Junk
Potential Spam

Saham itu Kepemilikan Bisnis atau ilusi?

Banyak orang mulai berinvestasi karena satu kalimat yang terdengar sangat masuk akal:
“Dengan membeli lembar saham, kamu menjadi pemilik bisnis.”

Kalimat ini sering diulang dalam seminar, buku, video edukasi, dan media sosial. Dan memang benar secara hukum. Tapi kalau kita telusuri lebih dalam, akan muncul pertanyaan besar:

Apakah benar kita memiliki bisnis itu?
Atau hanya merasa memiliki tanpa punya kuasa apa pun?

🧩 Pemilik tapi Tanpa Kuasa.
Jika kamu membeli saham di pasar, kamu disebut sebagai “pemegang saham”. Artinya secara hukum kamu ikut memiliki sebagian perusahaan. Tapi kenyataannya, kamu tidak punya kendali. Kamu tidak bisa ikut menentukan arah bisnis, tidak bisa mengganti direksi, tidak bisa mencegah aksi korporasi yang merugikan.

Kamu bahkan tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh manajemen dan pemegang saham besar di balik layar.

Kamu disebut “pemilik”, tapi semua keputusan tetap diambil oleh orang lain.

💼 RUPS Cuma Formalitas Bagi Pemilik Minoritas.
Kamu memang bisa hadir di RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan punya hak suara. Tapi kalau kamu hanya punya 0,001% saham, suaramu tidak berarti apa-apa.

Keputusan penting tetap ditentukan oleh pemegang saham mayoritas. Sering kali, hasil RUPS hanyalah legalitas dari keputusan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Pemilik minoritas seperti investor ritel hanyalah formalitas sekedar dilibatkan, tapi tidak didengarkan.

🎭 Saham itu Produk yang Dijual Emiten.
Saat perusahaan melakukan IPO, mereka menjual saham ke publik untuk mengumpulkan dana. Di sini saham diperlakukan seperti produk.

Setelah uang terkumpul, perusahaan mendapatkan modal, dan investor ritel mendapatkan “kertas” bernama saham yang kemudian diperdagangkan di pasar.

Apakah manajemen peduli pada investor ritel setelah dana terkumpul?

Terkadang iya, tapi sering kali tidak. Fokus mereka adalah mengelola bisnis, bukan menjaga harga saham di pasar. Sementara itu, saham ritel diperdagangkan naik-turun oleh spekulan, trader, dan bandar.

📉 Pasar Sekunder Dimana Saham Jadi Komoditas
Setelah IPO, saham tidak lagi berkaitan langsung dengan bisnisnya. Harga saham bisa naik tanpa laba, atau turun meski perusahaan untung.

Pasar saham berubah menjadi arena spekulasi, rumor, dan sentimen. Hubungan antara kinerja bisnis dan harga saham menjadi kabur. Pemilik saham ritel seperti menjadi penonton dalam drama yang tidak bisa mereka kendalikan.

🔍 Ilusi Kepemilikan
Inilah paradoksnya:

Secara hukum: kamu pemilik.

Secara realita: kamu tidak punya kuasa.

Secara narasi: kamu diyakinkan ikut membangun bangsa.

Secara praktik: kamu hanya penyandang dana, bukan pengambil keputusan.

Kepemilikan dalam saham bukan tentang kuasa, tapi tentang risiko.

Kamu menanggung risiko, tapi tidak punya kendali. Maka apakah itu benar-benar kepemilikan?

🧠 Edukasi atau Ilusi?
Sudah saatnya kita mengkritisi narasi yang terlalu manis. Bukan untuk membuat orang takut investasi, tapi agar mereka masuk pasar modal dengan mata terbuka, bukan dengan mimpi palsu.

Saham bisa jadi alat membangun kekayaan. Tapi jangan lupa, di banyak kasus, saham juga bisa menjadi alat untuk menjual ilusi—agar publik merasa ikut memiliki, padahal tidak pernah benar-benar dianggap penting.

"Yang kamu pegang adalah lembar saham. Yang mereka pegang adalah kekuasaan."

Dan itu dua hal yang sangat berbeda.

Happy $CUAN
$DEWA $TOBA

_Matrix Saham

Read more...
2013-2025 Stockbit ·About·ContactHelp·House Rules·Terms·Privacy