$AVIA LK Q1 2025: Brankas Keluarga Berjalan
Request salah satu user Stockbit bukan di External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan Kode External Community A38138 https://stockbit.com/post/13223345
PT Avia Avian Tbk (AVIA) adalah potret utuh dari perusahaan keluarga yang sukses bermetamorfosis jadi emiten publik besar tanpa kehilangan kendali akar. Didirikan pada 1 Maret 1983 di Sidoarjo oleh keluarga Tanoko, perusahaan ini berkembang dari produsen cat rumahan menjadi raksasa cat dekoratif nasional. Kendati IPO dilakukan pada akhir 2021, kendali tetap utuh di tangan dua entitas utama keluarga yaitu PT Tancorp Surya Sentosa dan PT Wahana Lancar Rejeki, yang menguasai hampir 70% saham. Struktur direksi dan komisaris yang masih didominasi anggota keluarga membuat AVIA tetap beroperasi seperti kerajaan keluarga, hanya saja kini berdiri di atas landasan publik. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Model bisnis AVIA sangat terintegrasi. Bahan baku utama seperti titanium dioxide, resin, solvent, dan pigmen dibeli dari kombinasi vendor independen dan entitas berelasi. Dalam laporan keuangan Q1 2025, pembelian dari PT Avia Avian Industri Pipa mencapai Rp224 miliar, dan total transaksi ke pihak berelasi untuk bahan baku menyentuh 42% dari seluruh beban pokok. Ini mencerminkan ketergantungan pasokan internal yang tinggi, di satu sisi menguntungkan karena menjamin kestabilan bahan, tapi di sisi lain membuka potensi konflik kepentingan dan pricing manipulation yang bisa berdampak ke margin dan transparansi.
Proses produksinya dilakukan di dua pabrik utama di Sidoarjo dan Serang, sementara pembangunan pabrik ketiga di Cirebon sedang berjalan dan ditargetkan rampung dalam dua tahun ke depan.
Distribusi produk pun dikendalikan internal. Sekitar 89% penjualan dikelola langsung oleh dua anak usaha, yakni PT Tirta Kencana Tatawarna dan PT TKBI, yang menguasai jaringan distribusi hingga ke level toko bangunan. Sisanya didistribusikan lewat distributor independen dan proyek langsung. Strategi ini memastikan kendali penuh atas alur logistik dan margin distribusi tetap berada dalam grup, tapi sekaligus menciptakan kebergantungan yang besar ke ekosistem internal. Seluruh pendapatan berasal dari pasar domestik, tanpa adanya konsentrasi pendapatan dari satu pelanggan besar, yang membuat AVIA relatif aman dari gejolak permintaan eksternal. Namun, ini juga berarti pertumbuhan AVIA sangat tergantung dari daya beli dan dinamika konsumen lokal. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Secara kinerja, AVIA mencetak pendapatan Rp2,02 triliun pada kuartal I 2025, naik 5,9% dibanding tahun sebelumnya. Gross profit mencapai Rp926 miliar dengan margin sebesar 45,8%, dan laba bersih berada di angka Rp446,6 miliar dengan net margin 22,1%. Angka-angka ini terlihat memukau, tapi pertumbuhan laba bersih hanya 0,1% secara tahunan. Penyebab stagnannya laba bersih ini terutama karena beban promosi dan penjualan yang tinggi, yaitu Rp157 miliar dari total SG&A sebesar Rp400 miliar. Rasio SG&A terhadap gross profit mencapai 43%, jauh di atas batas optimal 30% menurut rule of thumb. Artinya, AVIA masih sangat bergantung pada promosi untuk menjaga volume penjualan, sebuah kondisi yang rentan ketika pasar mulai jenuh atau kompetitor menurunkan harga secara agresif.
Neraca AVIA adalah salah satu yang paling solid di antara emiten konsumer. Total aset mencapai Rp11,45 triliun, dengan kas sebesar Rp2,08 triliun dan instrumen investasi jangka pendek (SUN dan reksadana) sebesar Rp3,11 triliun. Posisi utangnya sangat ringan, pinjaman bank hanya Rp8 miliar, dan liabilitas sewa sekitar Rp27 miliar. Total liabilitas hanya Rp1,46 triliun, atau sekitar 13% dari total aset. Artinya, AVIA memiliki posisi net cash lebih dari Rp2 triliun. Bahkan jika revenue berhenti selama beberapa kuartal, perusahaan masih bisa bertahan hidup tanpa harus menambah utang atau menjual aset. Posisi kas jumbo ini memberikan fleksibilitas manajemen untuk melakukan ekspansi, buyback saham, atau bahkan distribusi dividen besar tanpa tekanan dari kreditur. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ekuitas perusahaan tercatat Rp9,99 triliun, naik 3,7% dari akhir 2024. Namun yang perlu diperhatikan adalah strategi buyback yang agresif. AVIA telah melakukan buyback saham senilai Rp558 miliar sepanjang 2024 dan kembali melakukan buyback sebesar Rp108 miliar di kuartal I 2025. Treasury stock saat ini mencapai 1,16 miliar lembar atau sekitar 1,9% dari saham beredar. Strategi ini memang meningkatkan EPS secara mekanis, tapi kalau tidak disertai pertumbuhan laba operasional yang nyata, maka efek buyback hanya bersifat kosmetik semata. Bila buyback terus dilakukan di tengah stagnasi laba, maka kas perusahaan bisa terkikis hanya untuk menjaga persepsi valuasi di pasar.
Dari sisi valuasi, dengan harga saham Rp454 dan EPS annualized sebesar Rp29,5, maka PER AVIA berada di angka 15,4x. Book value per saham sekitar Rp165, sehingga PBV mencapai 2,75x. Ini bukan valuasi yang murah, apalagi jika dibandingkan dengan kinerja laba bersih yang nyaris stagnan. Valuasi setinggi itu hanya bisa dibenarkan jika AVIA mampu menunjukkan pertumbuhan laba yang konsisten ke depan dan menurunkan ketergantungan pada promosi serta transaksi pihak berelasi. Jika tidak, investor berisiko membayar terlalu mahal untuk pertumbuhan yang tidak terjadi. Upgrade skill https://cutt.ly/ge3LaGFx
Kelebihan AVIA jelas, yakni struktur modal bersih tanpa beban utang, margin tinggi di atas rata-rata industri, kontrol penuh atas distribusi dan pasokan, serta kemampuan menghasilkan arus kas operasi yang kuat dan stabil. Perusahaan ini mampu membiayai seluruh kebutuhan operasional, belanja modal, dan bahkan buyback tanpa mengandalkan pinjaman eksternal. AVIA juga tidak tergantung pada pelanggan besar atau proyek pemerintah, yang menjadikannya bisnis yang relatif tahan terhadap siklus makro ekonomi jangka pendek.
Namun kekurangannya tidak bisa diabaikan. Ketergantungan tinggi pada entitas berelasi untuk pasokan bahan baku menciptakan risiko tersembunyi dalam margin, apalagi jika terjadi perubahan harga transfer atau ketegangan dalam internal grup. Beban promosi yang besar menunjukkan bahwa merek Avitex dan produk lainnya belum cukup kuat untuk berdiri tanpa iklan masif. Buyback besar-besaran juga bisa menjadi jebakan jika tidak dibarengi dengan kenaikan profitabilitas. Dan yang paling utama adalah valuasi saham saat ini mulai menyentuh batas mahal bagi investor value yang disiplin.
Sebagai investor, harapannya jelas yaitu AVIA bisa mengurangi beban promosi secara bertahap sambil mempertahankan volume penjualan, memperbaiki efisiensi biaya, dan mengoptimalkan aset kas untuk pertumbuhan atau dividen. Jika skenario ini terwujud, AVIA bisa menjadi emiten defensif yang andal, sejenis obligasi brankas berjalan dengan dividen rutin dan risiko sangat rendah. Tapi jika promosi tetap menjadi satu-satunya cara mendorong penjualan, sementara margin stagnan dan laba tidak tumbuh, maka perusahaan ini akan jadi brankas statis, kaya tapi tidak bergerak.
AVIA adalah perusahaan dengan neraca luar biasa, kas segunung, margin yang sehat, dan kontrol penuh atas rantai pasok. Tapi ia belum lepas dari ketergantungan pada promosi dan transaksi internal yang dominan. Kalau mampu menyelesaikan dua isu ini, masa depan cerah terbuka lebar. Tapi kalau tidak, AVIA bisa jadi seperti toko bakso Pak Toto, tempatnya selalu ramai, tapi keuntungannya cuma cukup untuk menutup ongkos cabe dan sewa tenda. Investor harus tahu kapan bakso itu benar-benar gurih, dan kapan cuma terasa ramai karena diskon mangkok kedua. Upgrade skill https://cutt.ly/Ve3nZHZf
Ini bukan rekomendasi jual dan beli saham. Keputusan ada di tangan masing-masing investor.
Untuk diskusi lebih lanjut bisa lewat External Community Pintar Nyangkut di Telegram dengan mendaftarkan diri ke External Community menggunakan kode: A38138
Link Panduan https://stockbit.com/post/13223345
Kunjungi Insight Pintar Nyangkut di sini https://cutt.ly/ne0pqmLm
Sedangkan untuk rekomendasi belajar saham bisa cek di sini https://cutt.ly/Ve3nZHZf
https://cutt.ly/ge3LaGFx
Toko Kaos Pintar Nyangkut https://cutt.ly/XruoaWRW
Disclaimer: http://bit.ly/3RznNpU
1/10