Untuk kedua kalinya saya ikut site visit dari $IPCC yang diadakan Stockbit. Tapi kali ini terasa jauh lebih seru karena saya juga sempat main ke $IPCM, emiten yang justru lebih dulu saya kenal. Saya cukup sering memantau kapal-kapal mereka seperti Abimanyu lewat Marine Traffic, situs pelacakan kapal yang biasa saya pakai untuk cek pergerakan armada. Dan sekarang, akhirnya bisa lihat langsung kapalnya di depan mata.
Buat saya pribadi itu cukup berkesan. Kapal yang biasanya cuma saya lihat sebagai angka di laporan keuangan, entah sebagai aset tetap, beban penyusutan, atau cuma catatan kaki, sekarang bisa saya lihat bentuk fisiknya. Naik tugboat juga jadi pengalaman pertama. Dan ternyata cukup seru juga melihat bagaimana kapal besar bisa ditarik keluar dari dermaga.
Tapi ada satu hal lagi yang menarik perhatian saya, yaitu lahan reklamasi di sisi kanan. Saat beberapa waktu lalu menganalisis PORT, saya sempat lihat di Google Maps ada area persegi panjang yang membentang dari IPCC sampai Mustika Alam Lestari, anak usahanya PORT. Awalnya saya pikir itu cuma kesalahan peta. Tapi ternyata itu beneran ada dan luas banget.
Saya tanya-tanya dan ternyata itu lokasi NPCT2. Ini adalah lanjutan dari NPCT1, terminal hasil kerja sama antara Pelindo dengan Mitsui, PSA International, dan Ocean Network Express (ONE). Kenapa ini menarik? Karena skema JV seperti ini sebenarnya bisa aja terbuka buat pemain lokal, misalnya PORT yang sekarang dipegang oleh China Merchants Port, atau Meratus lewat KARW. Syaratnya, modalnya harus ada, dan yang penting juga Pelindo harus percaya sama rekam jejak mereka dalam urusan bongkar muat kontainer.
Kalau semua ini kejadian, bisa jadi tambahan rejeki buat IPCM juga. Mereka kemungkinan besar tetap dipakai buat urusan tunda-menunda kapal di terminal baru itu.
Tapi kalau pun nggak kejadian, saya rasa IPCM masih aman. Dalam skenario paling konservatif pun, laba mereka cukup stabil buat bagi dividen 7% sampai 9% per tahun. Nggak gede-gede amat, tapi lumayan lah, apalagi kalau dibandingkan dengan kupon obligasi negara. Jadi ya, cerita NPCT2 ini memang menarik, tapi belum saatnya berekspektasi berlebihan ke situ karena masih lama dan masih cukup awang-awang juga.
⸻
Ngomong-ngomong soal IPCC, Selama permintaan alat berat dan mobil listrik dari China masih kencang, trafik mereka saya rasa akan aman-aman aja. Beberapa orang sempat khawatir kalau makin banyak pabrik EV berdiri di Indonesia, ekspor-impor kendaraan bisa turun. Tapi dari penjelasan manajemen, kayaknya nggak seseram itu.
Soalnya industri otomotif itu sistemnya saling melengkapi antar negara. Setiap model biasanya diproduksi di negara yang berbeda. Misalnya, Thailand bisa fokus produksi BYD Seal, sementara Indonesia kebagian produksi BYD M6. Nantinya kedua negara ini akan saling ekspor-impor sesuai model yang diproduksi. Jadi alurnya bukan satu negara produksi semua lalu berhenti impor, tapi justru dibagi per varian supaya masing-masing tetap punya trafik keluar masuk. IPCC pun tetap relevan dalam jalur logistik kendaraan, apalagi kalau mereka berhasil masuk ke segmen logistik darat yang bisa memperluas layanan dari pelabuhan ke dealer.
Dari paparan tadi, ada dua hal yang saya catat:
1. Mereka mau mulai masuk ke logistik darat lewat skema KSO, dan bisa jadi ke depan akan berujung ke merger atau akuisisi
2. Pembangunan gedung parkir 3 lantai senilai Rp400 miliar masih tertunda gara-gara sekarang harus lewat izin AMDAL dari KLHK, yang prosesnya bisa makan waktu sampai 8 bulan
Secara pribadi, saya masih lihat IPCC sebagai dividend stock yang lumayan menarik, tentu tergantung belinya di harga berapa. Hal yang sama juga berlaku untuk IPCM.
⸻
Ada satu hal baru yang juga saya pelajari hari ini. Ternyata sistem layanan kapal pendukung pelabuhan seperti tugboat, pilot boat, dan kapal kepil sekarang sudah full by system. Jadi meskipun kapal ditarik oleh tugboat IPCM (kapal kecil bertenaga besar yang digunakan untuk mendorong atau menarik kapal besar), belum tentu kapal pilot (yang mengantar petugas pandu ke kapal) dan kapal kepil (yang bertugas membantu penarikan dan pengikatan tali kapal di dermaga) juga berasal dari IPCM. Semua layanan ini sudah diatur secara sistematis oleh otoritas pelabuhan, dibagi secara bergilir berdasarkan sistem.
Bukan karena operator bisa pilih sendiri.
Satu hal lagi, tarif jasa untuk setiap layanan juga berbeda-beda tergantung lokasi pelabuhan, dan yang menentukan tarif adalah asosiasi, bukan IPCM.
Dari situ, saya simpulkan bahwa peluang pertumbuhan IPCM ke depan datang dari empat arah:
1. Efisiensi lewat sistem monitoring yang makin baik
2. Volume pelabuhan yang mereka kelola, kalau terus naik
3. Dapat wilayah kerja baru atau BUP tambahan
4. Penyesuaian tarif jasa setiap dua tahun, sesuai regulasi dan asosiasi
⸻
Kesimpulannya, IPCM dan IPCC menurut saya bukan tipe saham yang harus dianalisis ribet-ribet banget. Bisnisnya relatif sederhana, cash flow-nya stabil, dan dividennya oke. Selama dibeli di harga yang masuk akal, dua saham ini cocok buat investor yang cari yield sambil tetap tidur nyenyak.
1/4